My Dairy Note's

Life Style & Family Blog Indonesia

  • Home
  • About
  • Disclosure
  • Life Style
    • Travel
    • Culinary
    • Health
    • Fotografi
    • DIY
  • Blogging
    • Blog Contest
    • Techno
    • Tips & Tutorial
  • Event & Review
  • Random
    • Books & Movie
    • Parenting
    • Thoughts
Melakoni rutinitas dalam kurun waktu tertentu, entah sebagai orang kantoran, ibu rumah tangga, pekerja lepasan bahkan pelajar pun; akan berujung pada satu titik yaitu jenuh.  Yang membedakan adalah "how we deal" dengan kejenuhan tersebut. Tiap orang punya cara masing-masing.

Selain nonton film atau membaca buku, travelling adalah salah satu kiat saya membunuh jenuh.  Sayangnya pilihan terakhir ini agak sulit dilakukan sering-sering.  Mengapa travelling?  Karena travelling dapat jadi ajang memuaskan hobi lainnya yaitu motret.  Selain "oleh-oleh" baju kotor, banyak gambar hasil perburuan selama travel yang memenuhi memory card saat kembali ke rumah.  Buat apa foto sebanyak itu?  A lot of things I could do with those picts.  Selain sebagai dokumentasi keluarga, dapat dipakai untuk menunnjang konten blog dan tentunya untuk dipajang di Instagram #udah follow saya belon? 😄

Sayangnya travelling ini selain faktor waktu yang terbatas -maklum masih orang gajian dengan jatah cuti yang terbatas 😋- biaya menjadi pertimbangan yang paling memberatkan.  Ngga mungkin juga 'kan saya travelling sendirian walaupun sebenarnya saya tidak bermasalah melakukan solo traveling namun ada pasangan dan anak-anak yang perlu "dipikirkan" hahaha.

Baca juga Alasan Mengapa Harus Melakukan Solo Travelling.


Namun keterbatasan itu tidak menghalangi semangat travelling.  "Sempit" rasanya mendefinisikan jika jalan-jalan "hanya" berupa perjalanan keluar negeri kota.  Berkeliling kota di tempat kita berdomisili, mengunjungi spot-spot yang menarik ternyata sudah berhasil mendatangkan excitement tersendiri bahkan ide.  

Dan untuk Kota Bogor, rasanya tiada tempat yang lebih menarik dibanding Jalan Surya Kencana.

Menurut sejarahnya, ruas jalan ini merupakan sentra niaga sekaligus sebagai pecinan oleh pemerintah kolonial Belanda.  Walaupun wilayah tersebut kini tak lagi dimonopoli oleh etnis Cina namun keberadaan Vihara Dhanagun sebagai "kepala naga" yang bersebelah dengan Pasar Bogor yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi pusat kegiatan perayaan Imlek, masih mengukuhkan trade mark nya sebagai kawasan pecinan.  Mungkin karena alasan itu Pemerintah Kota Bogor mengukuhkannya sebagai Kawasan Heritage di tahun 2016 yang lalu.

Baca juga Telisik Imlek di Pecinan Bogor

Dari pengamatan jalan-jalan ini, keramaian Jalan Surya Kencana ini hanya terpusat di beberapa titik.  Yang pertama di depan Pasar Bogor.  Makin ke tengah -atau mengarah ke selatan- tingkat keramaian menurun bahkan bisa dibilang sepi, terlihat dari rumah-toko yang tutup.  Geliat kesibukan baru terlihat kembali menjelang Gang Aut.  Menurut saya justru di sinilah sentra kuliner Jalan Surya Kencana berada.

Hanya kuliner sajakah yang bisa kita dapatkan di Jl. Surya Kencana?

Ternyata banyak hal menarik lho yang saya dan Rani (iya, saya ditemani blogger pemilik www.tukangulin.com) temukan saat menyusuri ruas jalan yang membentang sepanjang 2.8 km dan masih menjadi pusat Kota Bogor ini.  


Sentra Kuliner

Bermula dari perluasan pemukiman etnis Cina dari Kampung Pulo Geulis. Kini metamorfosis jadi destinasi wisata kuliner.  Mulai dari kudapan hingga makanan berat bisa ditemukan di sini.  Jika merindu kuliner tradisional Bogor, datangi saja tempat ini.  Beberapa warung makan legendaris bertengger di sana.  Sebut saja Soto Kuning Pak Yusup dan Asinan Gedung dalam yang sudah tersohor.










Heritage

Ternyata Jalan Suryakencana adalah sebuah ruas jalan tua yang merupakan bagian dari De Grote Postweg yang dibangun sekira 1808 atas perintah Gubernur Jenderal Daendels. De Grote Postweg memasuki Buitenzorg—nama lama Bogor—dari jalan yang kini jadi Jalan Ahmad Yani, berlanjut hingga Jalan Jenderal Sudirman, membelok ke Jalan Juanda, bersambung ke Suryakencana hingga ke Ciawi.

Dapat dikatakan jalan ini adalah denyut nadi Kota Bogor dari semenjak jaman Prabu Siliwangi hingga kini. Dari literatur sejarah, hari jadi Bogor merupakan tanggal ditasbihkannya Sang Prabu menjadi raja yang diperkirakan jatuh pada tanggal 3 Juni 1482. 


Sepanjang saya amati saat menyusuri Suryakencana, masih ada beberapa rumah-toko bergaya Tionghoa yang mempertahankan bentuk aslinya. Penandan yang paling kentara adalah bentuk hiasan atapnya. Serasa jomplang melihat saksi bisu ini harus berimpit dengan bangunan-bangunan baru yang lebih menjulang.


Dalam hati menyayangkan.  Sebagai penyuka bangunan-bangunan lama, saya kurang setuju dengan tindakan merubuhkan gedung-gedung tua.  Dibandingkan dengan negara-negara lain yang berhasil menjaga peninggalan historisnya seperti  kawasan heritage Geylang atau Chinatown di Singapore, Indonesia bisa dibilang jauh ketinggalan.  Mereka sukses merawat bahkan dapat mengemasnya menjadi komoditi wisata.  Saking dikenal oleh mancanegara, Bukit Pasoh Road di Chinatown bahkan masuk dalam scene film The Crazy Rich Asian!

Coffee Shops

Rupanya ruas Surya Kencana tidak melulu menyuguhkan kuliner tradisional Bogor.  iGeliat gerai kopi lokal juga merasuki wilayah ini.  Saya hitung ada 3 coffee shops kekinian yang bisa saya temukan; Cyrano, Fanaticoffee dan Kopi Lalu.  Kecuali Kopi Lalu yang hanya menyediakan kopi saja di ruang yang tidak terlalu besar, dua lainnya berkonsep resto & coffee shop.  Sudah banyak reviewnya di dunia maya, silahkan digoogling.

Dari semuanya, kami sempatkan menghalau dahaga sekaligus lelah di Kopi Lalu.  Letaknya pas di perempatan Gang Aut, titik di mana saya dan Rani sepakat menyudahi jalan kaki kami siang itu.

Foto Kanan: Pencitraan Rani masuk ke Cyrano yang sebetulnya masih tutup



Hotel




The only hotel besar di kawasan ini.  Letaknya kira-kira di tengah ruas Jalan Surya Kencana.  Letaknya menjorok ke dalam, memberikan arena parkir yang cukup luas di halaman depan serta menjanjikan kenyamanan bagi tamu hotel karena tidak persis di sisi jalan.

Selain berada di muara kuliner khas Bogor, 101 Hotel juga menyuguhkan akses penuh pada kerlip lampu city view Bogor di malam hari.  

Mural

Semacam hidden gems nemu mural di tengah Kota Bogor.  Belum seartistik mural-mural ketjeh di Melaka atau Haji Lane siyy, namun lumayanlah.  

Urban mural ini kami temukan di bagian tengah ruas Jalan Surya Kencana tak jauh dari Hotel 101.  Seperti yang saya jelaskan di atas, di area ini tidak seriuh dekat Pasar Bogor maupun Gang Aut.  Banyak rumah toko yang tutup menjadikan bagian ini lebih sepi.  Diantara rumah-rumah toko dan gang-gang kecil itulah ada bagian pintu atau dinding yang dijadikan kanvas mural.

Mural di gang kecil
Terlepas apakah para pemilik bangunan tak menyukai keberadaan mural di property-nya namun hasil corat-coret kekinian dengan warna-warna atraktif tersebut membuat Jalan Surya Kencana lebih berwarna.


Mural di pintu toko
Penyusuran yang kami mulai sekitar pukul 8 pagi berakhir menjelang waktu makan siang.  Ruas Surya Kencana yang panjangnya kira-kira 3Km kami tapaki dengan santai penuh obrolan "berbobot" diseling curhat.  

Jalan-jalan tipis ini ternyata ampuh menghilangkan jenuh atas rutinitas.  Selain puas hati ber-quality time dengan salah satu kawan blogger yang walau satu kota jarang bersua, saya pulang dengan memory card berisi foto-foto baru dan punya ide untuk nulis blog post (lagi) seperti yang sedang Readers baca ini!  😉



Share
Tweet
Pin
Share
34 comments
Bluder Gulung Keju

Menyenangkan rasanya week end kemarin bisa foto-foto lagi setelah sekian lama kamera nganggur; kombinasi rasa malas dan gak ada ide motret.  Memanjakan rasa malas memang tidak baik.  

Kembali ke topik awal, bintang utama motret week end (lucuk juga jadi hashtag, ya?) kali ini adalah Bluder Gulung Tallubi.  Udah pada tahu Tallubi?  Ye betul; tepatnya adalah Bika Bogor Tallubi, toko oleh-oleh khas Bogor yang menawarkan beragam varian kue yang unik dan cocok dijadikan buah tangan khas Bogor.  

Tallubi ini memang dikenal inovatif dalam mengolah hasil bumi Bogor yang terkenal akan talas Bogor dan pisang.  Sebut saja kue bika berbahan talas, sejenis umbian-umbian yang melimpah di Bogor, itulah alasan mengapa namanya Bika Bogor Tallubi.  

Disusul dengan Brownies Ketan Hitam dipadu dengan talas Bogor, masih mengoptimalkan tumbuhan iconic Bogor tersebut.  Hasil bumi Bogor semacam pisang pun dimunculkan dalam New York Style Banana Cheese Cake dan Pillsbury Banana Cake.  

Alhamdulillah, ternyata saya sudah coba semua produk Bika Bogor Tallubi.  #rejeki blogger solehah 😎

Bluder Gulung Abon Mayo

Dan inovasi kekinian dari Bika Tallubi Bogor adalah Bluder Gulung.  Tidak seperti sebelumnya berupa kue, kudapan ini dihadirkan untuk memanjakan lidah para penggemar roti.  Ciri khas lainnya adalah teksturnya yang empuk dan terlihat berserat saat disobek.  

Sepintas terlihat mirip kue, padat montok.  Keempukannya langsung terasa saat memotong si Bluder Gulung yang bentuknya seperti bolu gulung.   Terlihat remah-remah berjatuhan sebagaimana yang ditemukan pada roti umumnya.  Ternyata tidak sepadat penampakannya.  Terlebih saat dikunyah.  So lembuuuut, selembut hatimu #eh

Maka selain jadi opsi baru sebagai oleh-oleh khas Bogor, buat saya Bluder Gulung Tallubi ini dapat dijadikan pilihan sarapan pagi karena ke-roti-annya ini.

Si Bluder Gulung lembut ini bisa diperoleh di gerai-gerai Tallubi.  Malas jalan?  Bisa minta babang kurir (JNE YES/Grab/Gojek) tentunya dengan menghubungi para mimin Bika Talubi Bogor di:

WA: 08884829626 
Line: @bikabogor 

Bluder Gulung Coklat

Maka setelah photo session usai, tiga varian rasa yaitu Bluder Gulung Coklat (Rp 29.000), Bluder Gulung Keju (Rp 32.000) dan Bluder Abon Mayo (Rp 38.000) langsung lumer di lidah saya dan anak-anak. 

Memang selera sih, tapi dari ketiga rasa tersebut, buat saya Bluder Gulung Abon Mayo yang juwarak!  Rasa abonnya dominan dibanding si mayo, plus isian abon yang ngga pelit. 

Berani coba?






Share
Tweet
Pin
Share
6 comments


Semenjak mengakrabkan diri dengan fotografi, saya jadi mengenal istilah negative space.

in art, is the space around and between the subject(s) of an image. Negative space may be most evident when the space around a subject, not the subject itself, forms an interesting or artistically relevant shape, and such space occasionally is used to artistic effect as the "real" subject of an image

Dalam seni khususnya seni visual, yang dimaksud sebagai ruang negatif adalah ruang yang lebih di sekitar obyek utama. Rupanya ketertarikan akan negative space ini sudah dimulai dari semenjak lama.

Berbasis pengalaman yang pernah saya praktekkan, si negative space ini dapat dihasilkan dari penggunaan props yang minimalis atau sebagai akibat dari over exposure.

Foto minimalis pernah saya tulis di sini.  Sedangkan over exposure lebih tepat jika disebut sebagai "kesalahan" dalam merekam dokumentasi visual.  Kumpulan kesalahan tersebut, saya kumpulkan di sini.

Walau sebutannya negative space, namun ruang kosong ini banyak kegunaannya, lho.  Tiga contoh berikut sudah pernah saya lakukan.

1. Make your own calendar

Berangkat dari ingin memamerkan hasil jepretan, dua tahun yang lalu, saya pernah memproduksi eh, membuat kalendar meja dan saya jual ke teman-teman terdekat.  

Semuanya dikerjakan sendiri; mulai dari motret, foto editing, lay-out, design konsep, kurasi foto , mencari tukang, promosi, taking order hingga delivery.  Untuk proyek percoabaan ini, saya batasi produksi di angka 50 pieces dan habis! 😎

Capek?  Pastinya.

Dapet keuntungan berapa dari hasil jualan kalender? 

Alih-alih menghitung keuntungan ekonomi, saya sudah "cukup" bahagia mendengar komentar teman-teman akan kalender buatan saya.  Segala keriweuhan, kantuk efek ngedit sampai larut malam; musnah sudah.  Walaupun secara ekonomi belum bisa dikatakan "untung", ada rasa tersendiri yang membuahkan bangga en sing penting bagja alias happy!  Kepuasaannya nggak ketaker sama duit, ceileeee!

Ada pembuktian bahwa saya bisa membuat calendar yang layak jual.  Dan semuanya diawali dari keinginan sederhan "mendayagunakan" foto-foto yang bertema negative space 😎

Readers tak ingin kalender untuk keperluan komersil dan maunya kalendar yang lebih bersifat personal?  Bisa mencobanya menggunakan foto-foto keluarga.  Hasilnya kalendar tampil berbeda dan sekaligus jadi hiasan yang dekoratif.






2. Homemade thumbnail post

Readers juga ngeblog dan sering download free image from photo stockist untuk keperluan blogging?  Gak pa-pa juga sih kalo masih melakukannya.  Saya pun terkadang melakukannya 😄

Namun selama masih ada stok gambar hasil jepretan sendiri dan sesuai dengan konten yang sedang saya tulis, biasanya saya memilih menggunakan foto sendiri.  Selain mempercantik konten blog pribadi, kapan lagi pamer foto hasil jepretan pribadi 😄

Dan level kepuasannya itu maksimal warbiyasak!

Mengapa?
Karena rasanya double attack.  Mulai dari konten, gambar termasuk thumbnail semuanya dikerjain sendiri!









3. Digital Hari Raya Card

Kartu ucapan Hari Rarya seperti Lebarang menggunakan foto keluarga itu sudah biasa.  Coba sesekali membuat yang anti mainstream.

Pilih koleksi foto Readers di mana objek fotonya mewakili tema Hari Raya.

Contohnya foto dengan POI handle pintu yang saya ambil saat mengunjungi Lawang Sewu, Semarang ini.

Ruang kosong itu sebetulnya adalah over exposure karena foto diambil secara backlight.  Justru space itu dimanfaatkan untuk menulis greeting hari raya dengan menyematkan keyword pintu.  Jadinya nyambung 'kan?  #maksa hahaha

Kira-kira begitulah ilustrasinya.  Bisa dieksplore lagi, siapa tahu Readers malah memiliki ide-ide yang lebih briliant.



4.  Ada ide lain?

Sharing di kolom komentar, yoook! 😄


Share
Tweet
Pin
Share
6 comments


Have you ever dealt with a difficult person in your life? 

I was thinking recently about all the difficult people I had to deal with throughout my life. People who annoy me and put me into angry, make me frustrated. A person who tests my patience into the lowest level.  People I had to forgive numerous times but hardly figure out what their absence.  People who're actions bother me greatly, or people who are very hard to love.
In the process of I was thinking about all these people, I started to get annoyed again but then this thought hits me. ‘These difficult people are my greatest teachers.’
As I pondered this for a while, my annoyance or dislike towards them was replaced with humility and gratitude. 

It’s easy to love people who are easy to love or who loves you. That is just a natural reaction, it doesn’t require any strength or character to do that.

But show me how a person treats their enemies or a person they think they’re above than, and it will show you their true character.
There are not many qualities gained in us from people that are easy to love, easy to get along with. But the qualities that strengthen us in every positive way, comes from difficult people. 

So I am grateful for all the people that were difficult to get along with, or difficult to love, for they have been my greatest teachers. 

And I thank them for that. 

Have you had to deal with someone difficult?  What values you obtain after having a hard time with them?


Share
Tweet
Pin
Share
4 comments


Dari kami tiga bersaudara, saya yang terakhir pakai kacamata.  Kedua kakak saya bahkan sudah memakai alat bantu optik ini untuk beraktivitas semenjak mereka duduk di bangku sekolah.  Pada akhirnya saya pun harus “menyerah” menggunakan kacamata melalui cara yang bisa dibilang nggak enak.

Di suatu sore seusai pulang kerja, tetiba saya dihantam rasa pusing yang luar biasa.  Dunia rasanya tak henti berputar even when I close my eyes. Saking pusingnya, saya sampai memuntahkan isi perut.  Hampir seminggu terkapar di tempat tidur tanpa bisa melakukan apapun.  Jangankan berjalan sebab semua tampak oleng, tidurpun gelisah karena pusing yang mendera.  Saat itu saya ngga paham jika yang saya alami adalah vertigo.

Gegara pusing disertai nyeri yang luar biasa itu, karena memang seumur-umur baru pertama kali mengalami, saya langsung konsul ke ahli syaraf.  Saat periksa medis, dokter bertanya sejak kapan saya mengalami gejala tersebut berikut kebiasaan kesehariaan. 

“Pagi hari biasa saja, Dokter.  Sakitnya baru dirasakan di sore hari.” 

“Sehari-hari, Ibu bekerja dengan komputer?” adalah pertanyaan Pak Dokter yang mulai menyibak misteri selama ini kenapa sakit yang bermula dari pening namun saya abaikan hingga diakhiri oleh vertigo.

Apalagi setelah sang dokter meneruskan kalimatnya dengan “Saya kasih rujukan untuk periksa mata.”  Jeng-jeng-jeenng, in that moment I knew I had to wear a glasses.  Something wrong with the eyes, not with my head.

Pemeriksaan di spesialis mata menegaskan keharusan memakai kacamata.  Pffttt, bye-bye mata normal!

Penyesalan memang selalu datang belakangan. Makin terasa terlebih saya punya kegemaran melakukan aktivitas outdoor, seperti berenang dan hunting foto.  Pake kacamata ribet, ngga dipake ngga lihat apa-apa!  Berasa ribet tuh saat hunting foto outdoor; mata silau kalau ngga pake kacamata hitam.  The moment mau motret, kudu ganti kacamata biasa.  Suatu waktu, pernah kehilangan moment.  Repot rasanya.  
Setelah memakai kacamata, saya jadi lebih perhatian dengan mata.  Perlahan tapi pasti saya mulai membangun kebiasaan merawat mata.


Detach from screen

Menurut survei American Eye-Q 2014 AOA, 71 persen orang dewasa menghabiskan hingga tujuh jam per hari menggunakan komputer atau perangkat genggam. Dan 66 persen konsumen menggunakan smartphone, komputer, atau perangkat genggam lainnya untuk membaca, bukan yang dicetak.

Screen apapun, baik telepon genggam maupun computer/laptop. 

Kebiasaan berlama-lama menatap layar komputer kini mulai dibatasi.  Kalau dulu “duurr” bisa berjam-jam, sekarang secara berkala Saya “memaksakan diri” mengalihkan pandangan atau off from screen; Biasanya every 1 or 2 hours.  Itupun ternyata sudah termasuk kelamaan, idealnya every 20 minutes. Jadi jangan pake nunggu hingga terasa mata lelah, mata sepet, mata pegel apalagi hingga mata kering maupun mata perih.

Saat detach ini saya pakai untuk memindahkan fokus dengan melihat objek jarak jauh.  Tujuannya melatih mata dari menatap dekat menjadi melihat jauh.  Jika berada di kantor, saya juga akan menjauh dari meja, itung-itung melemaskan otot kaki karena duduk terus, sambil berjalan seputaran lantai.  Biasanya saya akan menghampiri sisi jendela untuk berdiri sejenak setelah duduk sekian lama sambil menikmati pemandangan di luar sana. 

Efeknya lumayan menyegarkan.

Konsumsi “see” food

Kalau ini bukan kebiasaan sih, karena dari dulu saya termasuk picky dalam hal makanan.  Setelah berkacamata plus ditambah factor usia, saya makin perhatian dengan apa yang saya konsumsi. 
Sayuran hijau dan berwarna seperti wortel maupun buah-buahan makin rajin disantap begitu juga dengan beragam jenis ikan.  Menurut dokumen medis, sea food yang idea menunjang kesehatan mata sih salmon. Tapi mahal, Siiissst #kekepindompet.

Tidak begitu sulit menerapkan kebiasaan memilah “see food” secara notabene praktis melanjutkan pola konsumsi yang sudah terbentuk lama.

Cek kesehatan (mata) rutin

Sudah pahamlah jika tubuh kita adalah kesatuan rangkaian.  Sakit di satu bagian, efeknya bisa kemana-mana.  Sebagaimana halnya cerita saya tentang vertigo, ternyata efek dari mata yang diforsir.  

Pemeriksakan kesehatan secara menyeluruh (medical check-up) menjadi mitigasi deteksi penyakit yang berdampak pada organ tubuh lainnya.  Ditambah faktor U alias umur hehehe, cek kesehatan jadi investasi penting.

Ngga cuma itu.  Mengunjungi optician adalah bagian baru setelah saya berkacamata.  Kacamata ngga enak dipakai –terlalu kencang atau longgar, langsung pergi ke optician langganan.

Apalagi jika terasanya englihatan buram, dahulukan ke optician.  Ada kekhawatiran jika ukuran penglihatan (plus or minus) berubah, wah berabe banget.

Hal-hal yang seperti itu membuat saya punya jadwal rutin untuk periksa mata, tujuannya “just in case”.  Murni untuk perawatan.
Beneran deh, baru terasa sekarang jika dapat melihat dengan penglihatan normal tanpa alat bantu adalah nikmat Allah yang tak terhingga.  Rejeki yang seringnya kita take it for granted.

Blinking The Eyes

Kemajuan teknologi digital diyakini sebagian besar orang sebagai salah satu "keajaiban dunia" abad kini.  Banyak hal yang dulunya muskil, sekarang jadi nyata.  Salah satunya mengakses entertainment semisal nonton film

Kemudahan mengakses layar kaca baik hand phone, tablet dan smart gadget lainnya -apalagi buat movie lover seperti saya ini- tanpa disadari menjadikan kita seorang binge-watching.
Apa sih binge-watching itu?   

Binge-watching adalah kegiatan menonton film atau sebuah tayangan antara dua sampai enam episode berturut-turut, tanpa jeda. Jika satu episode-nya saja berdurasi sekitar 1 jam, bisa jadi ia menatap monitor selama 6 jam berturut-turut. Bayangkan tontonan drama Korea yang minimal terdiri dari 16 episode.  Berapa jam habisnya?!

Yang mengejutkan, jumlah penyuka kegiatan ini juga sangat banyak. Reader’s Digest mengungkapkan sebuah survey menunjukkan angka sebanyak 61% orang di dunia yang kerap melakukan binge-watching. 

Kebiasaan menonton dalam jangka waktu lama tersebut ternyata cenderung membuat kita untuk blinking (mengerjapkan) mata.  Padahal secara medis, mengerjapkan mata meningkatkan kenyamanan mata.

Mengapa demikian?

  • Saat kita mengerjapkan mata, bagian mata akan meremas kelenjar mata dan menghasilkan cairan yang kaya protein. 
  • Cairan tersebut selain berfungsi sebagai pelumas alami mata, membersihkan kotoran pada bola mata.
  • Selain itu, zat yand dilepaskan membantu menjada kelembaban mata dari penguapan terlalu cepat.  Berkedip membersihkan permukaan mata puing-puing dan menyiram air mata segar di atas Singkatnya, berkedip akan melindungi mata dari iritasi dan memberikan efek nyaman pada mata sehingga permukaan mata tetap sehat.

Tapi namanya juga manusia, tempatnya lupa apalagi jika diburu deadline atau ada permintaan "keses" dari Pak Boss, manalah bisa mengalihkan pandangan dari layar komputer.  Alhasil detach from screen maupun mengerjapkan mata is totally forgotten!

Nah, di saat-saat genting seperti itulah alat bantu semacam Insto Dry Eyes jadi penting.  Sebetulnya Combiphar memproduksi dua macam obat tetes mata steril; yaitu Insto Regular dan Insto Dry Eyes.  Yang terakhir dikhususkan sebagai air mata buatan dengan kandungan bahan aktif yang dapat mengatasi kekeringan pada mata sekaligus sebagai pelumas pada mata.

Jadi kalau berasa mata sepet, pegel apalagi sampe perih; simply pakai 1-2 tetes Insto Dry Eyes pada setiap mata (atau sesuai anjuran dokter).  Dengan kemasan 7.5 ml cukup mungil untuk ditaruh di dekat meja kerja atau masuk ke dalam tas.

Simpel 'kan?





Share
Tweet
Pin
Share
5 comments


Saat ini tidak sedikit orang yang menjalankan usahanya berawal dari hobi.  Ditunjang dengan teknologi internet yang membebaskan manusia bekerja dari batasan waktu dan lokasi, maka
hobi jadi bisnis tidak lagi sekadar keniscayaan.

Tapi apakah faktor hobi saja sudah mumpuni untuk merubahnya menjadi usaha?

Apparently not.

Dari sekian banyak hal pendukung, passion adalah salah satu "koentji" nya sebagaimana dijelaskan Carolina Ratri dalam Bab 1 di buku terbarunya Hobi Jadi Bisnis ini.  And I can't agree more.  

Semenjak saya berkecimpung di dunia kreatif -blogging & fotografi- saya melihat sendiri kawan-kawan yang full passionate akhirnya berhasil menjadikan hobinya menjadi bisnis.  Termasuk Carra (that's how I called her), sang penulis dan juga blogger yang saya "kenal" lewat Komunitas Emak-emak Blogger.



Walau tak pernah jumpa langsung (don't you think we should really meet, sometime?), bisa dibilang kami cukup sering berbalas kabar di dunmay.  Termasuk kabar akan kehadiran buku ini; Hobi Jadi Bisnis.

Dalam kacamata saya, buku teranyar ini mempunyai benang merah dengan buku Carra sebelumnya "Blogging: Have Fun and Get The Money".  Both is statement of the action how she turns her hobby into money.  For real.

Seperti terpampang nyata di Bab 4 bagaimana membuat rencana aksi, merealisasikan agar hobi menjadi ladang penghasilan.  

Semua penjabarannya simpel, dijamin ngga akan bikin kening berkerut.  Jika sering blog walking ke website sang penulis, pastinya sudah familiar akan gaya bahasa Carra; lugas kadang menjurus witty.  😁

Bagi saya, membaca buku ini semacam membaca artikel online-nya neng Carra.  Website dengan niche teknis penulisan a.k.a blogging.  Satu diantara 29 hobi berpotensi bisnis (Bab 3) yang ditekuni Carra selama ini.

Buku Hobi Jadi Bisnis ini sudah bisa diperolah toko buku di kota-kota Anda.  Atau pesan online lewat www.StilettoBook.com berikut akun sosmed StilettoBook.

Saya sendiri memperolehnya setelah memberikan voting pemilihan "the most fitting book cover".  Jadi sebelum buku ini turun cetak, sang penulis meminta urun saran pemirsah di akun Facebooknya dengan menampilkan beberapa -kalo gak salah 4 macam- design book cover.   And I was lucky enough to be one of the voter.

Jadi ada 'kontribusi' saya juga dalam kelahiran buku ini walau cuma sebatas milih cover buku doank, hehe.

Thank you atas bukunya, Carra.  Look forward to more books coming 😉



Share
Tweet
Pin
Share
6 comments


"Mama kapan mulai bikin kue Lebaran?"

"Selain Kaastengel dan Nastar, Mama bikin kue apalagi?"

___

Apa yang terlintas saat mendengar Skippy Peanut Butter?  Yap, betul!  Roti selai kacang alias sandwich peanut butter.  Seringnya dijadikan teman sarapan bersama segelas susu atau secangkir kopi hangat saat pagi hari.

Herannya, dari jaman kecil hingga sekarang ini, memoles roti dengan Selai Skippy ini, rasanya kok tidak pernah bosan.  Belakangan kreatifitas mengonsumsi selai kacang made in Amerika ini bertambah.  Terutama pada jam-jam kritis saat perut bagian butuh camilan.

Jika tak ada roti saya,  selai kacang yang punya variant chunky (ada sensasi rajangan kacang) saya oles di atas plain crackers ditaburi coklat meses.   Rasanya?   Sama enaknya; bikin nagih 😉

Roti habis, biskuit pun ludes?  Seapes-apesnya, ngelamotin (bahasa opo iki?) sesendok selai kacang sahaja udah bikin bahagia hehehe.  Sesederhana itu.

Kefanatikan saya akan selai kacang yang masuk dalam jajaran produk unggulan Unilever ini ternyata menular pada anak-anak.  Jadi bisa dipastikan, selai Skippy selalu ada di dapur rumah kami.   

(Ki) Chunky Peanut Butter - (Ka) Creamy Peanut Butter
Kenapa Skippy Peanut Butter ?

Rasa
Jika makanan, pasti urusannya adalah rasa.  Flavour Memory saya akan selai ini tidak berubah dari dulu hingga kini.  Bedanya sekarang mereka punya varian chunky yang memberikan sensasi serasa mengunyah kacang, padahal awal mulanya produk ini hanya tersedia dalam bentuk creamy saja.  Yet, overall it taste the same.

Untuk ukuran selai, rasa manisnya pas -not too sweat- berpadu dengan gurihnya rasa kacang.  It's perfect sesuai selera saya.

Tekstur
Pernah mencoba selai kacang merek lain.  Saat dibuka ada lapisan minyak di bagian atas lalu mengering di bagian bawah.  Well, not for this one.  The peanut butter perfectly blend from the beginning to the last drop!

Ternyata ada cara lain untuk menikmati Skippy Peanut Butter yaitu dengan menjadikannya sebagai bahan membuat kue kering.  Mumpung timingnya pas, menjelang Lebaran, saya akan membuat Cashew Fudge Cookies sebagai salah satu varian kue untuk Hari Raya nanti.  Perpaduan selai Skippy yang gurih dengan choco chips, sudah kebayang rasanya yang juara!



Berikut bahan-bahan yang diperlukan untuk resep kue kering Skippy.

Bahan:
  • 150 gr margarin
  • 150 gr tepung gula
  • 2 butir telur
  • 250 gram tepung terigu protein sedang
  • 1/4 sendok teh baking powder
  • 150 gram cokelat kacang mede (misal, Silverqueen) cincang kasar.   Bagian ini resepnya saya modif sedikit.  Kenapa?  Karena bahan-bahan inilah yang stand-by di lemar dapur saya 😁
    • Cokelat kacang mede (misal, Silverqueen) saya ganti dengan:
      •  150 Skippy Peanut Butter, sesuai selera apakah Creamy atau Chunky.  Di resep ini saya pakai Creamy Skippy Peanut Butter
      • Chocolate chips, jumlahnya sesuai selera.
      • Almond (cincang kasar), jumlah sesuai selera.  Jika menggunakan Chunky Skippy Peanut Butter almond bisa ditiadakan atau dipakai sedikit saja.





Cara Membuat:



  1. Kocok margarin dan gula tepung hingga tercampur.  Tambahkan telur satu per satu dan Skippy Peanut Butter sambil dikocok rata.  
  2. Masukkan tepung terigu dan baking powder sambil diayak dan diaduk rata.
  3. Tambahkan choco chips dan almond.
  4. Sendokkan adonan di loyang yang dioles margarin.  Oven hingga matang dengan suhu 160 derajat Celcius.




Tips:


  • Panaskan oven terlebih dahulu.  Saya biasanya menyalakan oven sebelum mempersiapkan bahan-bahan.  Saat kue selesai dicetak, oven sudah mencapai suhu yang diinginkan.
  • Usahakan jangan terlalu lama mengocok margarin dan gula agar kue tidak melebar ketika dioven.
  • Hati-hati menggunakan cokelat yang mudah meleleh.  Untuk memudahkan pengadukan, dinginkan dulu cokelat yang mudah leleh di lemari pendingin.




Ternyata benar bahwa Skippy Peanut Butter tidak melulu untuk olesan roti.

Teman-teman punya ide membuat olahan makanan dengan selai kacang Skippy juga?  Sharing di kolom komentar ya!!

Selamat berkreasi 😉


Share
Tweet
Pin
Share
12 comments
Older Posts

Who Am I



Welcome!

Momblogger | Project Management Professional | Blogging for pleasures | Capture things with camera | Reading to feed minds | Travel for enriching soul | Coffee mood booster |
Colaboration: ratna.amalia.p@gmail.com

Follow Us


          

recent posts

Popular Posts

  • 5 Mie Ayam Enak di Bogor
  • Serunya Wisata Satu Hari di Cirebon
  • Paralayang; Uji Nyali di Puncak Kebun Teh

Blog Archive

  • ▼  2019 (17)
    • ▼  November 2019 (1)
      • 5 Hal Menarik Jalan Surya Kencana Selain Kuliner K...
    • ►  October 2019 (2)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  July 2019 (1)
    • ►  May 2019 (2)
    • ►  March 2019 (5)
    • ►  February 2019 (1)
    • ►  January 2019 (4)
  • ►  2018 (25)
    • ►  December 2018 (4)
    • ►  November 2018 (4)
    • ►  October 2018 (3)
    • ►  August 2018 (2)
    • ►  July 2018 (5)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  March 2018 (1)
    • ►  February 2018 (2)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (18)
    • ►  December 2017 (5)
    • ►  November 2017 (3)
    • ►  October 2017 (1)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  August 2017 (3)
    • ►  June 2017 (1)
    • ►  April 2017 (1)
    • ►  February 2017 (1)
    • ►  January 2017 (1)
  • ►  2016 (37)
    • ►  December 2016 (1)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (4)
    • ►  May 2016 (2)
    • ►  April 2016 (9)
    • ►  March 2016 (8)
    • ►  February 2016 (3)
    • ►  January 2016 (6)
  • ►  2015 (75)
    • ►  December 2015 (2)
    • ►  November 2015 (7)
    • ►  October 2015 (3)
    • ►  September 2015 (6)
    • ►  August 2015 (5)
    • ►  July 2015 (19)
    • ►  June 2015 (4)
    • ►  May 2015 (3)
    • ►  April 2015 (7)
    • ►  March 2015 (5)
    • ►  February 2015 (9)
    • ►  January 2015 (5)
  • ►  2014 (39)
    • ►  December 2014 (2)
    • ►  November 2014 (1)
    • ►  October 2014 (2)
    • ►  September 2014 (4)
    • ►  August 2014 (5)
    • ►  July 2014 (2)
    • ►  June 2014 (3)
    • ►  May 2014 (4)
    • ►  April 2014 (2)
    • ►  March 2014 (2)
    • ►  February 2014 (5)
    • ►  January 2014 (7)
  • ►  2013 (36)
    • ►  December 2013 (5)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (5)
    • ►  August 2013 (1)
    • ►  June 2013 (1)
    • ►  May 2013 (4)
    • ►  April 2013 (6)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (2)
  • ►  2012 (28)
    • ►  December 2012 (2)
    • ►  November 2012 (3)
    • ►  October 2012 (3)
    • ►  September 2012 (4)
    • ►  August 2012 (4)
    • ►  July 2012 (5)
    • ►  May 2012 (1)
    • ►  April 2012 (1)
    • ►  March 2012 (1)
    • ►  February 2012 (1)
    • ►  January 2012 (3)
  • ►  2011 (29)
    • ►  December 2011 (2)
    • ►  November 2011 (3)
    • ►  October 2011 (1)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  August 2011 (4)
    • ►  July 2011 (2)
    • ►  June 2011 (5)
    • ►  May 2011 (1)
    • ►  April 2011 (4)
    • ►  March 2011 (3)
    • ►  January 2011 (3)
  • ►  2010 (2)
    • ►  December 2010 (1)
    • ►  June 2010 (1)
Blogger Perempuan

ID Corners

FOLLOW ME @INSTAGRAM

@ratna17amalia

Created with by BeautyTemplates