My Dairy Note's

Life Style & Family Blog Indonesia

    • Home
    • About
    • Disclosure
    • Life Style
      • Books & Movie
      • Travel
      • Culinary
      • Fotografi
    • Women in Tech
      • Blogging
      • Techno
    • Midlife Series
      • Family
      • Wellness
    • Career & Project Management
      • Project Management

 

perempuan Indonesia kuliah S2 usia 50 di Universitas Pradita


Mengapa Belajar Kembali di Usia 50-an?

Salah satu anggapan yang paling sering saya dengar adalah: “Udah umur segini, masih semangat belajar?” atau “Buat apa kuliah lagi kalau karier sudah stabil?”

So, when they asked why am I going back to school.  The answer is WHY NOT?

Karena saya paham, dii banyak budaya, termasuk di Indonesia, ada keyakinan diam-diam bahwa belajar itu hanya untuk anak muda. Bahwa pendidikan formal punya “batas waktu.”  Karena umumnya orang percaya bahwa pendidikan formal hanyalah untuk yang muda. Bahwa setelah usia tertentu, fokus kita harus bergeser: dari belajar menjadi bertahan. Dari berkembang menjadi bertahan di zona nyaman.

Tapi saya nggak setuju.
Dan statistik pun berkata lain.
Di banyak negara, termasuk Indonesia, tren pembelajar dewasa (adult learners) justru meningkat. Banyak profesional yang kembali belajar demi mengembangkan diri, mengejar passion baru, atau sekadar membuktikan bahwa usia bukan halangan untuk bertumbuh.

Saya pribadi tidak kembali kuliah karena ingin naik jabatan. Saya kembali kuliah karena ingin memberi diri saya sendiri kesempatan kedua untuk berkembang.

Belajar bukan tentang umur.
Belajar adalah tentang kemauan dan cara pandang

Kuliah Pascasarjana atau Sertifikasi Profesional? Ini Pertimbangan Saya

Keputusan untuk kuliah lagi di usia paruh baya ini bukan sebuah tindakan yang impulsif.
Bisa dibilang ini adalah keinginan yang tertunda sejak 2017 lalu. Obsesi yang saya pikir akan hilang dibawa waktu, ternyata malah menguat.  

Now and then, saya browsing institusi pendidikan baik negeri maupun swasta mulai dari jurusan dan tentunya biaya termasuk UT, Universitas Terbuka pun masuk dalam opsi pencarian berikut jurusan program pascasarjana yang ditawarkan.

Saya pelajari dan bandingkan dengan seksama. 

Tidak lain karena saya menginginkan kuliah pascasarjana di usia 50-an ini benar-benar sebuah investasi yang bermakna.  Ada banyak peminatan namun saya ingin mempelajari bidang yang sesuai dengan dan menunjang karier kerja sebagai konsultan praktisi ICT (Information, Computer, Technology) project.

Awalnya, sempat mempertimbangkan untuk mengambil sertifikasi profesiona (lagi). Lebih cepat, lebih praktis, dan mungkin terlihat lebih “masuk akal” dari sisi waktu dan biaya. Apalagi di dunia kerja, sertifikasi sering kali dianggap sebagai pembeda yang cukup signifikan.  Terlebih sebagai praktisi project, sertifikasi profesional sebagai reinvestasi karier mempunyai nilai jual tambahan.

perempuan Indonesia kuliah S2 usia 50 di Universitas Pradita
Sesi kuliah offline di Universitas Pradita, paling cantik sendiri 😄

Namun makin saya pikirkan, makin saya merasa... saya butuh lebih dari sekadar validasi teknis.  Mengingat saya sudah memiliki sertifikasi PMP atau Project Management Profesional dari tahun 2005. Sebuah sertifikasi internasional keprofesian yang biasanya dikejar oleh para Project Manager yang dikeluarkan oleh Project Management Institute.

Kegalauan having another international certification or pursuing master degree, mendorong Saya melakukan riset kecil “rekomendasi sertifikasi profesional selain PMP” yang dianjurkan bagi pelaku industri ICT, industri yang saya geluti selama ini.  Muncul sejumlah rekomendasi sertifikasi yang dianjurkan semisal sertifikasi TOGAF, COBIT dan ITIL serta Scrum Master. 

Makin saya selami satu persatu, makin mengristalkan bahwa saya tidak sedang mencari tambahan sertifkasi.  Dengan latar belakang non-IT namun dalam keseharian mengerjakan proyek-proyek ICT, saya merasa ada knowledge gap.  

Masa proses ini memberi ruang refleksi, struktur berpikir yang lebih dalam, dan tantangan akademik yang bisa memperkaya perspektif saya.  Secara profesional bisa jadi saya dianggap mampu, can manage project well. Tapi secara pribadi, saya merasa ilmu yang saya peroleh secara otodidak masih belum mumpuni.

Kembali ke kampus walau usia sudah paruh baya adalah ikhtiar saya mengisi “gelas kosong” itu.

Kenapa Saya Memilih Universitas Pradita?

Dari semua opsi, Universitas Pradita terasa paling relevan dengan kebutuhan dan visi karier saya sebagai praktisi ICT.

Selama proses engagement hingga pre on-boarding (pra masa perkuliahan), saya didampingi oleh seorang education counselor.  Conselor ini menghubungi saya setelah melayangkan email lewat website Pradita.

Sistem 1 pintu ini membuat komunikasi lebih lancar. Banyak pertanyaan dan proses administrasi dikawal oleh si agent. Saya bahkan sampai dijadwalkan untuk berdiskusi dengan Dekan Program Pascasarjana Informasi Teknologi Bapak Dr. Eng. Handri Santoso, mungkin karena saya terlalu banyak bertanya 😁

Mengapa banyak bertanya.  

Pertama, menerapkan prinsip teliti sebelum membeli. 

Kedua, I want to learn new thing which give me a highly impactful. Belajar kembali di usia matang, ternyata membuat saya memperhitungkan banyak hal, daftar checklist jadi banyak haha. 

But the most important thing adalah ilmu yang applicable, silabus berdasarkan industrial based.  Buat apa belajar tapi sulit diimplementasikan, right?  Surprisingly, syllabus Universitas Pradita Program dibangun berdasarkan industrial practise based.  Siswa pascasarjana otomatis akan belajar TOGAF, COBIT, ITIL.  Betapa Tuhan Maha Tahu.  Diberinya saya semua sekaligus!

perempuan Indonesia kuliah S2 usia 50 di Universitas Pradita
Ambil toga wisuda di kampus BSD

Jadi pilihan ini bukan tentang “mana yang lebih baik”, tapi mana yang lebih selaras dengan tujuan saya: tumbuh dari dalam ke luar.

So, after review the program and syllabus ditambah dengan diskusi dengan pak Dekan; memantapkan saya untuk kembali belajar di usia matang dengan menjadi siswa Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Informasi dengan peminatan Design Enterprise Architecture.

Tantangan dan Kebanggaan: Kembali ke Bangku Kuliah di Usia Matang

27 tahun jeda dari kampus pendidikan terakhir, wajar kiranya jika ada perasaan exciting campur was-was di awal masa perkuliahan.  Let’s admit that naturally kondisi biologis manusia termasuk performa otak pastinya tidak sama lagi.

Tantangan lainya yaitu menjaga mood dan tetap fokus menyimak perkuliahan selama via virtual applications.  Yep, kuliah diberikan dalam format hybrid.  Mahasiswa bebas memilih; apakah mau online atau hadir ke kampus.  Ini juga yang jadi salah satu check list dalam menjatuhkan pilihan kampus.  Thus, masa perkuliahan dimulai di akhir periode PPKM Covid-19 yang lalu.  So yes, saya menuliskan ini sekaligus sebagai flash back ☺️

Setiap mata kuliah berlangsung selama 2 jam.  During weekday, perkuliahan berlangsung malam hari, untuk 1 mata kuliah saja..  Kala weekend yaitu Sabtu, langsung 3 mata kuliah sudah pasti memakan waktu full day dari pukul 8 pagi hingga menjelang sore. 

Capek? Sudah pasti.

Bosan? Jelas.  Dibalik kemudahan bisa mengikuti pembelajaran secara online dari mana saja termasuk di rumah, kebosanan adalah tantangan yang jelas-jelas harus diatasi. Ngga ada teman bertanya atau diskusi (secara face-to-face).  Maka WAG (Whatsaap Group) pun jadi solusinya.  Ada sesekali ke kampus untuk offline, namun itupun jarang, bisa dihitung jari.

Bagaimana jika ada tugas kelompok?

Pastinya another zoom meeting 🫣

perempuan Indonesia kuliah S2 usia 50 di Universitas Pradita
 Teman-teman seperjuangan program Pascasarjana MTI Batch 7

Alhamdulillah tidak ada kendala yang berarti selama perkuliahan kemarin.  Setiap tugas yang saya selesaikan memberi rasa percaya diri baru, karena dapat ilmu baru. Setiap presentasi yang saya jalani memperkuat kemampuan komunikasi saya.

Dan yang paling berharga — saya menemukan komunitas belajar lintas usia yang suportif dan membuka jejaring saya lebih luas.  Lintas usia tidak hanya pada murid, namun juga para dosen.  Ada yang sesama Gen-X seperti saya, atau lebih senior.  Tak sedikit yang lebih muda.  Kami bersatu dalam tumpukan tugas dan tugas akhir yang bikin mumedt.  Kita jadi kompak walau hanya bertemu secara daring.  Seru!!

Pembelajaran lainnya?

Saya belajar disiplin kembali, belajar mendengar, dan yang paling penting: belajar bahwa kapasitas untuk berkembang tidak pernah hilang.  Belajar juga mengenyampingkan ego. Di luar kampus; saya seorang profesional. Tapi di kampus, saya seorang murid.  Selain itu metode berpikir analitik dan kritis pun makin terasah.  

Time management jadi crusial.  Harus pandai mengatur jadwal kuliah, kerja dan quality time dengan keluarga.  Walau ini sudah saya prakirakan jauh-jauh hari sebelumnya, namun pada pelaksanaannya ternyata challenging.  Mengorbankan banyak waktu week-end, skip acara-acara sosial baik dengan keluarga maupun teman terbayarkan saat lihat nilai IPK yang beyond my expectation; 3.9 out of 4!

Apa yang awalnya terasa menantang, perlahan berubah menjadi sumber kebanggaan. Ternyata saya BISA!

Saya tidak hanya lulus. Saya tumbuh.  Belajar di usia matang ternyata memberikan perspektif baru.

Dari Mahasiswa ke Mentor: Langkah Baru Saya sebagai Coach Project Manager

Seiring proses belajar saya berlangsung, saya menyadari satu hal penting:
Saya tidak ingin perjalanan ini berhenti di saya.

Selama bertahun-tahun bekerja di dunia proyek, saya bertemu banyak profesional muda yang punya potensi besar tapi kurang arahan. Mereka rajin, semangat, tapi sering bingung harus mulai dari mana. Dan saya tahu—saya bisa membantu mereka.

Di sinilah pendidikan pascasarjana menjadi lebih dari sekadar gelar.

Ia menjadi pondasi baru bagi misi saya berikutnya:
 "menjadi coach bagi para Project Manager pemula"

Apa yang saya pelajari bukan hanya teori, tapi juga cara menyusun strategi pembelajaran, cara menyampaikan insight dengan runtut, dan cara membangun kepercayaan diri melalui pemahaman yang utuh.

Saya ingin membantu generasi berikutnya tumbuh, tanpa harus menunggu separuh hidup seperti saya untuk merasa layak belajar kembali.

Dengan pengalaman dan pendidikan yang saya miliki sekarang, makin membulatkan keyakinan untuk menjadi project management coach.  

Kenapa?
Karena setiap awal butuh seseorang yang mau memandu.

perempuan Indonesia kuliah S2 usia 50 di Universitas Pradita

Untuk Anda yang Sedang Menimbang Langkah Baru di Usia Paruh Baya

Kalau Anda masih ragu untuk memulai ulang, semoga kisah saya ini jadi sinyal: belum terlambat untuk bertumbuh.

Apa pun yang pilihnya, pastikan itu selaras dengan kita sendiri, bukan sekadar tuntutan luar.

Tanyakan pada diri sendiri:

✅ Apakah saya ingin belajar lagi karena haus pengetahuan?

✅ Apakah saya ingin membuka peluang baru?

✅ Ataukah saya hanya butuh validasi bahwa saya masih bisa?

Apapun jawabannya, itu sah.

Yang penting: bergerak.

Saya bukan superwoman. Saya hanya seseorang yang akhirnya memutuskan untuk mengisi “gelas kosong” dalam dirinya. Dan langkah kecil itu mengubah segalanya.  

Penutup: Usia Bukan Batas, Tapi Titik Awal Baru

Waktu saya memutuskan kuliah lagi, banyak yang heran.
Tapi saya tahu — gelas saya belum penuh.

Masih ada ruang untuk bertumbuh, berbagi, dan belajar.  

Dan sekarang saya tahu:
Usia bukan batas.

Ia hanya angka.  It’s just a number.

Yang menentukan batas adalah kita sendiri.

Kalau Anda merasa sedang di titik “berhenti”, mungkin itu sebenarnya panggilan untuk “mulai ulang.”

💬 Sudahkah Anda memberi diri Anda izin untuk bertumbuh kembali?  listen to your inner voice

Punya rencana untuk perubahan juga? Let’s share.
Siapa tahu, langkah Anda hari ini bisa menginspirasi langkah orang lain besok.

Share
Tweet
Pin
Share
4 comments
makanan populer khas jogja


Horeee, Jogjaaa!!  Bisa icip-icip kuliner khas Jogja lagi nih, demikian batin saya saat diberitahu ada tugas yang mesti dihadiri secara offline di sana.

Antara senang dan khawatir saat akhir tahun lalu diinformasikan harus tugas ke Jogja.  Senang karena akhirnya bisa jalan-jalan lagi setelah "dikurung" Covid-19.  Di sisi lain khawatir, mengingat pandemi belum berakhir walau menurut pantauan, kondisinya tidak separah sebelumnya.  

Mengingat tugas merupakan kewajiban artinya the show must go on. Dengan beragam pertimbangan maka saya memilih moda transportasi pribadi dianding transportasi umum. Alhamdulillah Paksu juga available, so Jogja, here we come!


Peta Kuliner Jogja a'la Saya

Rest Area Ungaran 492

Bisa dibilang perjalanan kuliner kami dimulai dari sini. Konon ini rest area dengan pemandangan terbaik di Tol Trans Jawa.  Rest Area KM 429 yang berada di perbukitan Semarang dengan fasilitas lengkap ini didapuk memiliki view sunset yang keren manakala matahari perlahan bersembunyi di balik Gunung Ungaran.

Sayangnya kami tiba ditempat yang berada di dataran tinggi Kabupaten Semarang, Rest Area Kilometer 429 Tol Trans Jawa Ruas Semarang-Salatiga menjelang waktu subuh, setelah berkendara sekitar 6 jam dari Bogor.  Alih-alih sunset, kami disuguhi sunrise yang cerah.  

Mengingat ini kali kedua mampir di sini, maka ini kali kedua kami menunaikan ibadah subuh di mesjid yang terbilang besar dengan tempat wudhu yang bersih.  Kondisi dalam ingatan ternyata masih sama.  Air wudhu yang mengenai tubuh pun masih dingin segar, meluruhkan rasa penat setelah berkendara sekian jam.

Starbuck di Rest Area KM 429 Tol Trans Jawa.Starbucks di rest area km 429 Tol Trans Jawa

Perbedaannya, sekarang Rest Area KM 429 memiliki lebih banyak food stall dan tempat makanan.  Dari yang paling sederhana hingga Starbuck pun ada!  

Untuk sarapan pagi itu, saya memilih penganan roti dan secangkir kopi hangat Starbuck.  Menyesapnya sambil menikmati pemandangan Gunung Ungaran, dilimpahi angin dingin dalam keadaan belum mandi itu ternyata sesuatu sekali 😊

Angkringan Malioboro

Untuk makan malam di hari pertama kami putuskan untuk menikmati angkringan saja.  Kuliner malam khas Jogja yang masih bertahan kepopulerannya hingga ini.  Makanan yang merakyat ini banyak dijumpai di hampir seantero Jogja.  Beruntung tempat penginapan kami hanya selemparan batu dari pusat kota Jogja, Malioboro.  Begitu keluar dari hotel, sudah banyak terlihat jejeran tenda angkringan yang hanya terlihat dari semenjak senja hingga tengah malam atau dini hari.




angkringan makanan populer khas Jogja
kopi areng kuliner khas angkringan joga


Makanan angkringan sebenarnya adalah nasi bungkus berikut lauk-pauknya khas Jogja; ada tempe mendoan; aneka sate, mulai dari sate telur puyuh, sate jamur, sate kerang hingga sate sosis.  Ciri khas nasi angkringan yaitu porsinya yang kecil dan dibungkus oleh daun pisang atau kertas minyak.

Nasi bungkusnya pun beragam; biasanya berupa ramesan cumi oseng pedang, nasi langgi hingga tuna pun ada.

Ciri khas lain kuliner angkringan Jogja adalah kopi areng (arang), berupa kopi tubruk hitam yang diberi arang panas sebagai upaya si kopi tetap terjaga panasnya.  Unik, ya?


Bakmi Jawa Mbah Gito

Makan malam hari kedua, kami sengaja ke tempat yang lebih jauh dari Malioboro.  Yaitu Bakmi Jawa Mbah Gito.  Bakmi Jawa atau bakmi godog khas kuliner Jogyakarta ini memang terbilang beda karena cara masaknya dengan arang di atas anglo, sehingga disiapkan satu kali masak untuk setiap porsi.  Bisa dipahami mengapa kita mesti sabar menanti untuk dapat menikmatinya.

Ciri khas lain Bakmi Jawa kuliner Jogja ini adalah menggunakan telur bebek.  Tak heran, aromanya yang kuat bisa kita hirup pada saat dihidangkan di atas meja.  Siapkan irisan lombok (cabe) hijau berikut acar ketimun.  Maknyuuuuss!

bakmi jawa mbah gito kuliner khas jogja


Sate Klatak Pak Pong

sate klatak pak pong kuliner khas jogja


Dalam rangka berburu kuliner khas Jogja, di malam terakhir, kami arahkan si roda empat ke arah Bantul.  Tepatnya Jl. Sultan Agung No.18, Jejeran II, Wonokromo, Kec. Pleret, Bantul.

Kuliner malam khas Jogja yang disantroni adalam Sate Klathaknya Pak Pong.

Sama halnya dengan sate lain, daging yang digunakan adalah daging kambing muda.  Yang membuatnya diburu wisatawan adalah cara penyajiannya yang menggunakan jeruji sepeda alih-alih tusuk sate bambu pada umumnya.  

Penggunaan jeruji sepeda membuat panas menyebar merata sehingga daging menjadi lebih empuk sempurna.  

Selain pemakaian jeruji sepeda, cita rasa unik dari sate ini adalah disajikan dengan kuah gulai. Tidak seperti sate lainnya yang umumnya dibakar dengan baluran bumbu kecap dan beberapa rempah-rempah.


Gudeg Mbah Lindu

Jogja tanpa gudeg ibarat air laut tanpa garam.  So, it's a must untuk mencicipi sayur kuliner khas Jogja yang terbuat dari nangka muda ini.  

Umumnya gudeg terbuat dari gori atau nangka muda yang dimasak bersama santan, gula aren, dan bumbu-bumbu hingga benar-benar empuk. Kemudian disajikan bersama nasi putih dan aneka lauk pelengkap seperti sambal krecek, opor ayam, telur pindah, dan siraman areh bertekstur kental.

Walaupun disediakan menu gudeg di hotel tapi rasanya tidak afdol jika tidak mencicipi gudeg di tempat yang lebih orisinil.  

Setelah berkonsultasi dengan Google Maps, ternyata lokasi yang dituju tidak jauh dari tempat kami menginap, yaitu di area Malioboro dan berjarak  sekitar 1 Km.  Kami putuskan untuk berjalan kaki saja, itung-itung olah raga pagi.

Jalan kaki pagi hari sambil mencari sarapan adalah kegiatan yang menyenangkan, bukan?


gudeg kuliner khas jogja


Ternyata, mbak Google Maps memberikan rute yang berkelok.  Melewati gang-gang kecil bak labirin yang posisinya di belakang Malioboro.  Walaupun gang kecil berukuran hanya cukup untuk 1sepeda motor, namun bersih.  Dan banyak kami lihat banyak hostel kelas backpacker.  

Jikalau bukan pandemi, pasti hostel-hostel ini diramaikan oleh backpacker asal wisman.  Mengingat itu, hati saya mencelos.  Semoga pandemi segera berlalu dan kota yang menyenangkan ini menjadi ramai seperti sedia kala.  Walaupun saat kunjungan kami kemarin, Jogja sudah mulai membuka diri dengan kondisi yang tetap waspada, jaga protokol kesehatan.

Akhirnya sampai di tempat tujuan.  Dari jauh sudah terlihat antrian walaupun jam belum lagi menunjukkan pukul 7.

Rupanya bukan hanya kami saja yang ingin mencicipi gudeg legendaris Mbah Lindu yang berpulang tahun 2020 lalu.  Saking istimewanya beliau pernah diangkat dalam saluran menonton berbayar Netflix.  Dokumentasi perjalanannya sekian lama sebagai bakul gudeg -sampai-sampai almarhumah sendiri tak ingat persisnya- dapat kita saksikan dalam Original Series Netflix yaitu Street Food: Asia. 

gudeg mbah lindu kuliner khas jogja


Saat ini Mbah Lindu sudah tiada, tetapi cara memasak dan racikannya dilanjutkan oleh generasi kedua tetap sebagaimana dilakukan Simbah dahulu.  Gudeg di atas tungku terbuat dari tanah liat yang memanjang. Dalam satu tungku terdapat dua lubang yang berfungsi untuk memasak.

Termasuk tetap setia menggunakan tungku kayu bakar karena tingkat kepanasan yang dihasilkan oleh kayu bakar berbeda dengan kompor gas. Kayu bakar membuat masakan gudeg menjadi terasa istimewa.

Dari warung kuliner Jogja Gudeg Mbah Lindu, saya baru tahu jika gudeg pun bisa disantap bersama bubur.  Tidak hanya dengan nasi seperti yang selama ini saya ketahui.


Lupis Ketan Mbah Satinem

Selain Gudeg Mbah Lindu, Netflix pun featuring Mbah Satinem, sang legenda lupis ketan yang biasa menggelar kulakannya di selasaran Optik Yogya, tak jauh dari Tugu Selamat Datang. 

Mirip dengan Gudeg Mbah Lindu, di sini pin kita harus mengantri.  Antriannya bahkan lebih panjang.  Agar calon pembeli tertib kita harus mengambil nomor dan akan dilayani sesuai nomor antrian.  Yang membuat suasana lebih kompetitif adalah kita harus sabar diladeni oleh Mbah Satinem yang memotong satu demi satu lupis ketannya menggunakan benang.  Padahal si Mbah harus bebenah sebelum toko optik beroperasi sekitar pukul 9 pagi.

Tak heran jika penikmat lupis ketan Mbah Satinem sudah mulai antri dari jam 5 pagi, selepas subuh!


lupis ketan mbah satinem kuliner khas jogja


Mangut Lele Mbah Marto

Dari semua kuliner khas Jogja yang saya uraikan, this is my favorit!

Kereceknya yang pedasnya top, disandingkan dengan sayur gudeg campur daun singkong plus tahu dan telur areh ditambah mangut lele.  Jangan lupa kerupuk.  Duuh, lidah ini berasa terperangkap dalam kenikmatan rasa yang belum bisa saya temukan di tempat lain!  bombastis, ya? 😄

mangut lele mbah marto kuliner khas jogja

mangut lele mbah marto kuliner khas jogja
Berfoto bersama Mbah Marto
Ada banyak hal yang tidak umum saat makan di warung Mbah Marto.  Dimulai dari perjuangan untuk menemukan kediaman Mbah Marto yang terletak di tengah desa dan cukup sulit lokasi.  Saking berlokasi di tengah desa, penikmat Mangut Lele Mbah Marto mesti berjalan kaki sekitar 10 menit dari tempat mobil diparkir yang di parkirnya pun di sisi sawah! 

Hal tidak umum lainnya, pengunjung dipersilahkan mengambil sendiri masakan dari dapurnya langsung.  Terserah mau mengambil lauk atau sayur yang mana.  Makan di warung makan Mangut Lele Mbah Marto ini seperti makan di kantin kejujuran, sebutkan apa saja yang disantap pada saat pembayaran nanti.  Hal yang tidak umum lainnya, pembeli harus "rela" duduk di dapur jika kursi di meja makan sudah penuh karena memang warung makan Mangut Lele Mbah Marto ini tak sepi pengunjung.  Sangat disarankan untuk tidak ke sini pada jam makan siang!

Bisa jadi itu karena kuah mangut lele yang berwarna keoranyean membuat lidah kesetrum dengan rasa yang gurih pedas dengan adanya potongan cabai rawit yang besar-besar. Sensasi pedas ini semakin menambah nikmat. Bagi yang tak suka pedas, bisa tetap mengambil lauk mangut lele tanpa kuahnya ya.  Sayang donk, sudah jauh-jauh ke warung ini namun tidak menikmati si mangut andalan Mbah Marto.  




Itu tadi peta kuliner khas JOgja a'la saya.  Dari kuliner khas Jogja di atas, mana yang juga jadi favorit Anda?

Share
Tweet
Pin
Share
7 comments

Semenjak Covid merebak, banyak kafe bertema alam yang disasar pengunjung.  Tak heran jika sekarang banyak tempat nongkrong yang menawarkan tempat berkonsep outdoor dengan sirkulasi udara yang lebih bebas dan sejuk dibanding menggunakan alat pendingin buatan.

Meski begitu, pengunjung kafe sebaiknya tetap memperhatikan protokol kesehatan, yang telah ditetapkan.

Nah, kafe bertema alam di Bogor ini bisa menjadi salah satu pilihan. Mengusung konsep alam dengan sensasi hutan, Alasse jadi tempat ngopi yang instagenik, lokasi mudah dicapai, menyediakan menu simpel hingga menu berat. 

Interior minimalis dan homy di Alasse Coffee Shop Bogor


Menu & Harga Makanan/Minuman Alasse Bogor

Untuk menu makanannya pun beragam, mulai dari cemilan tradisional seperti Rujak Cireng (Rp 20k) dan singkong goreng keju yang sambelnya bikin nagih hingga makanan ala Western seperti burger berikut aneka pastry macam cinnamon roll dan croissant pun ada.  

Mau makanan berat?  Jangan khawatir.  Crew Alasse yang ramah akan menerangkan sederet menu yang tersedia.  Mulai dari aneka nasi bakar, nasi ayam goreng, nasi goreng hingga mie ayam tersedia di kafe yang beroperasi mulai pukul 9 AM setiap harinya, kecuali akhir pekan mereka buka 1 jam lebih awal.


Singkong Goreng Keju dan Cireng Goreng di Alasse Coffee Shop Bogor


Favorit saya jika ke sini adalah Es Kopi Alasse dan Nasi Goreng Kecombrang.  Wajib coba!
  

Menu Nasi Goreng Kecombrang di Alasse Coffee Shop Bogor


Buat bukan penyuka kopi, bisa pesan minuman teh.  

Uniknya, untuk sajian teh sepenuhnya diserahkan pada pengunjung.  Jadi kita bebas meracik teh sesuai selera kita berdasarkan varian teh yang tersedia; diantaranya rosella dan cammomile.  Compliment bagi yang order teh, mendapatkan 1 kali refill air panas.  Asik 'kan?

Buat lidah saya, teh Cammomile-nya Alasse juga juwarak!  Berulang kali pesan, saya tidak pernah bosan mengecapnya.

Untuk menikmati aneka sajian tersebut, relatif tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam.  Harga yang yang dibandrol masih relevan; berkisar antara 24K hingga 45K per item.




Cukup untuk uraian menu Alasse Coffee Shopnya, ya.

Konsep Unik Alasse Coffee Bogor

Selain menu dan harga, yang seru untuk dibahas adalah konsep lay-out kafe yang seolah menyatu dengan alam.  Tempat ini seakan dibangun tanpa merusak kondisi aslinya.  Justru bangunan-bangunan dibuat mengikuti kontur dan keberadaan ragam tanaman yang sudah berada di sana lebih dahulu.

Pohon besar yang menjulang tinggi dengan aneka jenis pakis yang menempel pada batangnya bukti  validas jika tumbuhan-tumbuhan tersebut sudah berada lama di sana.  Bukan suatu hal kesengajaan.  Selain membuat atmosfir kafe semakin asri, kesejukan yang ditawarkan pun sangat natural.  

Keberadaan aneka tanaman dan pohon besar juga berfungsi meredam suara, menyajikan ketenangan yang belakangan sulit ditemukan di tempat umum.  Lokasi Alasse Bogor yang memang menjorok ke dalam ini semakin menjanjikan suasana asri.  Tidak salah jika memberikan sensasi ngopi di tengah hutan.


Ketersediaan ruang dioptimalkan oleh pemilik coffee shop yang menyediakan beragam meja-kursi sesuai keadaan ruang.  Mulai dari meja-kursi vintage seperti yang biasa ditemui di rumah-rumah kuno.  Meja-kursi dengan coffee table look.  Hingga kursi-kursi tinggi untuk meja yang terletak di sisi tembok di area entrance.

Memasuki bagian dalam bangunan utama, mata kita akan disambut oleh tulisan besar Alasse di dinding belakang yang juga merupakan area barista merangkap order desk.  Di sisi kiri bagian dalam dan luar gedung induk dibatasi oleh jendela kaca setinggi dinding, mengijinkan cahaya matahari tumpah ruah ke dalam ruangan.  Jika menyukai indoor, kita bisa duduk di sisi jendela ini karena sudah berderet coffee-table dan leluasa melihat taman dan rumput hijau dengan deretan stepping-stone tersusun rapih.

Dinding sebelah kanan dihiasi lukisan dan terlihat rak berisi aneka bentuk dan warna keramik buatan Alasse.  Benar, jadi Alasse selain coffee shop juga sebagai pottery atau pengrajin keramik.  Selain dijual, keramik yang dibuat dipakai untuk menghidangkan makanan-minuman pada pengunjung.


Order Desk area di Alasse Bogor dan sebagian dari koleksi pottery Alasse.

Dari semua itu, area outdoor  Alasse Coffee Bogor nampaknya yang menjadi primadona pengunjung.  Sama seperti tamu lainnya, acapkali ke sini, saya lebih memilih tempat duduk di luar, demi menikmati sensasi ngopi di tengah hutan dengan banyak opsi area duduk.

Kontur tanah Alasse yang tidak rata membuat coffee shop ini "seolah" memiliki area di atas dan di bawah.  Nah, bagian bawah ini merupakan area outdoor yang lebih luas dibanding indoornya.

Sisi tebing yang membagi area "atas-bawah" oleh si pemilik dibangun meniru lay out amfi teater yang berfungsi menjadi area duduk dan dipasang papan berfungsi sebagai meja debgan jarak yang teratur. Suatu ide desain yang cerdas, menurut saya.  Karena tidak banyak juga tempat nongkrong ngopi yang memiliki konsep seperti demikian.

Keberadaan aliran air yang berada di sisi lahan pun dibuat menjadi air terjun mini.  Nice spot pepotoan di situ! 😉





Jika cuaca cerah, area ini jadi pilihan favorit pengunjung.  Karena walaupun matahari sudah di atas kepala, kehadiran pohon-pohon yang tinggi dengan dedauan yang lebat tetap membuat kita yang duduk-duduk di bawahnya tetap teduh.

Di area outdoor ini, disediakan pula tempat duduk dengan gaya joglo.  Tak jauh dari situ ada 1 rumah panggung kecil untuk lesehan.  Cocok jika berkunjung santai dengan keluarga.

Bagi yang masih kerja WFA (Work From Anywhere) atau butuh ketenangan, suasana Alasse yang tenang mendukung banget, lho.  Mau duduk di area indoor atau outdoor, saya lihat cukup tersedia power socket.  Jadi gak perlu khawatir jika device kita perlu tambahan daya.


Taman hijau di Alasse Coffee Bogor


Jadi jika Anda sedang berada di sekitaran Bogor dan mencari tempat ngopi yang instragamble, asik buat nongkrong dengan view alam yang keren tanpa perlu merogoh kocek dalam-dalam, silahkan arahkan tujuan ke Alasse.  Dijamin gak nyesel!



Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Cara Mudah Kelola Proyek dengan Tomps, Aplikasi Manajemen Proyek


Assalamu alaikum semua!
Apa kabarnya?  Semoga sehat senantiasa.  Walaupun PPKM Jawa-Bali baru usai, tetap patuhi prokes demi kemaslahatan bersama ya.

Di postingan kali ini, saya mau bahas topik yang jarang banget disinggung; yaitu pekerjaan.   Setelah sering kali nulis tentang hobi motret dan hobi lainnya, kali ini boleh ya ngomongin kerjaan 😉

Dimulai dengan pertanyaan, apa yang terbersit dalam benak jika mendengar kata "proyek"?   Duluuuu banget, yang terbayang dalam kepala saya adalah truk-truk besar, mesin escavator, kendaraan berat seperti buldozer beserta kawan-kawannya, helm lapangan beserta atributnya.  Tak ketinggalan debu beterbangan di tengah panas terik.

Setelah sekain lama menggeluti bidang project management, akhirnya pemikiran tentang proyek tadi pun terkoreksi.

Walau tidak sepenuhnya salah, sih.  Yang perlu "diluruskan" adalah paradigma tentang proyek.  Ternyata tidak semua proyek adalah proyek infrastruktur yang melibatkan alat-alat berat pembangunan.  Dan ngerjain proyek pun nggak mesti di lapangan penuh debu.  

Jadi, apa proyek itu?

Definisi Proyek

Untuk jelasnya, kita mulai dari definisinya dulu yuk.  Dalam bisnis dan ilmu pengetahuan, proyek diterjemahkan sebagai usaha temporer yang kerjakan secara kolaboratif yang tak jarang melibatkan penelitian atau desain untuk mencapai tujuan tertentu (atau unik, khas).

Gampangnya nih, proyek adalah usaha temporer atau sementara waktu untuk mencapai tujuan tertentu.  Sesuai kata-kata yang dihighlight kuning, tak lain keyword atau kata kunci dari definisi proyek.

Diperjelas lagi secara teorinya -merujuk PMBOK (Project Management Body Of Knowledget) milik Project Management Institute (PMI)® - secara definisi proyek adalah aktivitas yang mempunyai gabungan unsur waktu, ruang lingkup (scope) dan biaya.  So anything contains those three elements is eligible to be categorised as project.  

Project Management Institute adalah organisasi Project Management profesional terkemuka beranggotakan praktisi project management dari seluruh dunia.

Berdasarkan definisi tersebut, jangankan bangun rumah, punya rencana memperbaiki teras rumah saja sudah bisa disebut sebagai proyek.


Pict from Pexels


Project Components

Ada juga kemudian yang menambahkan mutu sebagai komponen proyek.  Dalam membuat atau membangun sesuatu, pastinya ingin output dengan kualitas yang baik 'kan?  Untuk mendapatkan kualitas produk yang bagus itu juga adalah suatu proses, yang bisa jadi sama panjangnya dengan periode proyek itu sendiri.  Memakai ilustrasi proyek renovasi rumah, kualitas bangunan teras seperti apa yang diinginkan?  

Dari jabaran di atas, maka proyek adalah gabungan dari waktu (Time) + ruang lingkup (Project Scope) + biaya (Cost) + kualitas (Quality).

Project Manager

Lalu siapa yang mengelola keempat komponen tersebut?  Tak bukan adalah Manager Proyek atau Project Manager.  

Siapa saja yang bisa jadi project manager?  Pada dasarnya semua orang bisa jadi Project Manager atau lazim disingkat PM.  Tentunya dengan syarat dan ketentuan berlaku.  Pria maupun wanita bisa jadi PM, tidak ada batasan gender.  Seperti saya contohnya hehehe.

Kenapa saya katakan demikian?  Karena mulanya pun saya tidak punya latar belakang proyek, apalagi project management.  Semuanya dipelajari sejalannya proyek alias learning by doing.  Sebagai suatu profesi yang diakui, project management itu ada ilmunya, lho.  Nah, ilmunya ini yang harus dipahami dan diterapkan dalam keseharian pelaksanaan proyek.  

Mengapa?  Karena mengelola sumber daya proyek dengan ruang lingkup yang dibatasi oleh waktu serta anggaran ternyata tidak mudah dan banyak tantangannya.  Keterbatasan ini juga yang membedakan antara “project management” dengan “management” yang lebih merupakan proses berkelanjutan.

Dengan belajar manajemen proyek yang mumpuni, seorang PM punya bekal untuk mengelola keterbatasan tersebut.  Menurut PMBOK [lagi] milik PMI ®, seorang project manager yang baik strongly recommended menguasai tiga hal yaitu Technical Project Management, Leadership serta Strategic and Business Management. 

Paham ‘kan mengapa “ilustrasi” proyek penuh debu itu kemudian berubah?  Karena sebagian besar alokasi waktu seorang PM justru dilakukan untuk menganalisa dan mengkoordinasikan proyek.  Sesekali saja ke lapangan jika diperlukan, misalnya untuk mengetahui situasi terakhir di lapangan.  Inipun sesekali saya lakukan.  Selain validasi apakah laporan yang diterima sesuai dengan lapangan, juga berinteraksi dengan team yang jarang mostly on site.  

Ingat kan, proyek adalah aktivitas kolaboratif.  Pastinya melibatkan banyak orang.  Koordinasi sekian banyak manusia dengan karakter yang berbeda, selain menarik juga jadi tantangan tersendiri.

Lha, memangnya koordinasi team masuk dalam job descriptionnya project manager?  Memangnya apa saja yang dilakukan seorang PM?

Jawabannya: banyak pake banget!  Meminjam istilah anak milenial.

Pekerjaan Project Manager bahkan dimulai jauh sebelum proyek itu dilaksanakan.  Idealnya PM terlibat dalam perencanaan (Planning Phase), selain bertujuan untuk kemudahan pelaksanaan [executing] dan pemantaun atau monitoring.  

Project Manager yang terlibat dalam perencanaan akan lebih memahami “tujuan” proyek.  Menyambung analogi “Proyek Renovasi Teras”, setelah mengetahui bahwa yang akan direnovasi adalah teras rumah, maka project manager tidak akan membicarakan area lain selain teras.   Fokus pada teras dan lahan sekitar yang berada di dekatnya.  Project Manager yang berpengalaman bahkan akan bertanya, teras depan atau teras belakang?  

Makin spesifik, ya?  Lebih lanjut lagi, bagian apa yang mau direnovasi; apakah bosan dengan motif ubin yang sekarang atau malah akan merubah luas teras?  Makin detil informasi yang diberikan, makin memudahkan manager proyek menuangkan perencaan proyek termasuk desain proyek.  

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan tersebut, project manager dibantu timnya akan menyusun membuat rincian proyek yang terdiri dari rencana kerja termasuk jadwal proyek, pembagian tugas, menghitung biaya yang diperlakukan termasuk identifikasi resiko.  

Biaya proyek dihitung berdasarkan sumber daya proyek yang meliputi jumlah orang yang terlibat dalam proyek, makin banyak dan makin lama periode proyek, biasanya ongkosnya juga besar.  Jenis beserta jumlah bahan baku; makin premium bahan yang akan dipakai juga akan meningkatkan biaya proyek, plus biaya peralatan yang diperlukan untuk menunjang jalannya proyek.

Pict from Pexels


Tadi sedikit disinggung resiko.  Masih memakai proyek renovasi teras, apakah jadwal renovasi teras dilakukan di musim penghujan atau tidak.  Tentunya resiko keterlambatan akan lebih besar jika proyek dilakukan selama musim hujan, bukan?  Namun bagaimana jika renovasi harus tetap dijalankan?   Segala sesuatu yang dibutuhkan untuk memitigasi resiko biasanya memerlukan biaya.  Mitigasi di sini adalan tindakan antisipatif bertujuan meminimalisir dampak resiko, lebih bagus lagi jika dapat menghilangkan resiko.  Otomatis hal ini akan menambah komponen biaya.

Inilah yang dimaksud dengan pengelolaan keterbatasan –termasuk risk management- oleh seorang project manager.

Dalam pengelolaan tersebut, banyak melibatkan banyak dokumen dan beragam tabel dengan bantuan aplikasi perkantoran.  Khusus untuk tabel, yang biasa digunakan adalah excel sheet  besutan Mirosoft.  Jika proyeknya sederhana dengan lokasi tunggal, mungkin aplikasi tersebut masih dapat mengakomodir kebutuhan proyek.  

Saya sendiri merasakan MS Excel ini lumayan mumpuni.  Selain bisa untuk teks semacam word, buat grafik, pivot sampai formula dengan program tertentu bisa diakomodir oleh aplikasi ini.  Dan ini rupanya praktek umum.  Banyak perusahaan yang menggunakan spreadsheet excel ini dalam mengelola manajemen proyeknya. 

Padahal pakai excel pun bukan berarti zonder masalah.  Rasa frustasi pakai Excel baru muncul saat melibatkan banyak data dengan multiple formula.  

Bayangkan jika mengelola complex projects atau mengelola proyek di banyak site, di mana nota bene melibatkan banyak data.  Kemungkinannya antara excel akan hang or even crashed! 

Artinya spreadsheet bukan perangkat yang efektif untuk mengelola proyek, terutama proyek yang kompleks dan besar.  Jika masih menggunakan aplikasi excel, bisa dipastikan akan konsumsi waktu yang tidak sedikit dan mengurangi efektivitas.  

Di situasi yang seperti itu diperlukan suatu aplikasi yang dapat menunjang efektivitas pengelolaan manajemen proyek.   Ada banyak project management application di pasaran, umumnya dibuat oleh provider asing.  Modelnya pun macam-macam, namun punya konsep yang sama yaitu menjadi all-in-1 tool applications for managing project to achieve efficiency.

                                     
Pict from Pexels


Namun jika dikaitkan dengan Project Cost, sudah bisa dibayangkan harga jual yang tidak murah.  Belum apa-apa, proyek sudah perlu investasi tinggi untuk alokasi alat kerja.  

Bicara efisiensi, proyek itu maunya untung.  Mirip dengan orang jualan, ada spare margin yang umumnya jadi KPI project juga.  Masih ingat korelasi biaya terhadap waktu seperti yang dijelaskan di atas?

Maka dari itu jika ada opsi untuk menekan biaya, para pemangku kepentingan dalam hal ini project steering committee akan dengan senang hati membuat keputusan tersebut.  Oiya, dalam mekanisme kerjanya, project manager mempertanggung-jawabakan pekerjaannya pada komite yang disebut project steering committee. Komite ini bertindak selaku badan pengawas dan pembuat keputusan strategis yang berhubungan dengan proyek.  Dalam hal ini, project manager “hanya” bertindak selaku eksekutor proyek dan membuat keputusan-keputusan yang sifatnya teknis operasional proyek saja.
 

TOMPS

Kembali ke laptop, eh aplikasi manajemen proyek, untungnya sekarang sudah tersedia pilihan aplikasi manajemen proyek buatan anak negeri yaitu Tomps, hasil inkubasi digital PT. Telekomunikasi Indonesia.  Walau baru 4 tahun, Tomps sudah dipakai oleh berbagai pengembang dalam negeri untuk mengelola proyek-proyek mereka.  Hal tersebut makin membuat Tomps makin yakin untuk menjadi impactful project management ecosystem di Indonesia dengan memaksimalkan potensi sumber daya anak negeri.

Memangnya se-powerfull apa sih aplikasi manajemen proyek Tomps ini?

Yuk kita bedah mulai dari fitur-fiturnya dulu.

Fasilitas Fitur yang tersedia di Tomps

Baik mengelola peoyek skala kecil, menengah maupun besar; aplikasi ini menyediakan smart project management feature yang siap mengelola proyek secara end-to-end.  Mulai dari tahap inisiasi hingga project closing yang mencakup diantaranya:

  • Project Scheduling, Planner & Completion

Penjadwalan dari mulai proyek Start hingga Closing berikut alur aktivitas pekerjaan proyek dituangkan dalam fitur ini.  
              

  • Project Tracking

Memantau apakah proyek berjalan sesuai waktu yang sudah ditetapkan.  Ini menjadi salah satu fitur penting dalam setiap aplikasi manajemen proyek termasuk Tomps, tentunya.

  • Project Cost

Fitur untuk memonitor pengeluaran proyek.  Menjaga agar pengeluaran jangan sampai over budget. 


  • Gantt Chart & S-Curve

Ini adalah visualisasi dari upaya yang telah dilakukan dan biaya yang sudah dikeluarkan terhadap periode proyek yang berjalan.  Biasanya dalam bentuk grafik, dapat berupa grafik batang (Gantt Chart) atau Kurva S yang lazim disebut S-Curve.  Karena bentuknya memang menyerupai huruf S.  Grafik-grafik tersebut sangat membantu menganalisa performansi proyek karena membantu grafik tersebut membandingkan antara Plan vs Actual.  

Selisih atau perbedaan antara Plan vs Actual itulah yang akan dianalisa akar permasalahannya (Gap Analysis).  Sudah menjadi tugas project manager adalah membuat kondisi "aktual" sesuai dengan "target" yang ditetapkan di awal.



  • Document & evidence repository
Sebagaimana diutarakan sebelumnya bahwa manajemen proyek melibatkan banyak paperwork.  Mulai dari dokumen desain, laporan maupun dokumen korespondensi yang tak jarang isinya konfidensial.  Sifat proyek yang dinamis berkakibat pada jumlah dokumen yang menumpuk untuk dikelola dengan baik.  Selain membutuhkan tempat yang tidak kecil, isinya yang konfidensial membuat dokumen proyek memerlukan perlakuan khusus.  Ada dokumen yang boleh diakses oleh semua project member, namun ada yang hanya untuk kalangan terbatas, misalnya dokumen kontrak proyek.

Artinya diperlukan mekanisme yang tidak sembarang untuk mengatur dokumentasi. 

Keuntungan dari digitalisasi adalah bentuk dokumen yang tidak lagi mesti berbentuk kertas cetak konvensional.  Berkat kemajuan teknologi, dokumen fisik kini dapat diubah menjadi digital printing.  Dari perspektif ruang, kebutuhan akan tempat untuk menyimpan dokumen menjadi lebih efisien.

  • Unlimited cloud
Masih terkait dokumen.  Walaupun sudah berbentuk dokumen digital,  kebutuhan storage room masih diperlukan.  Hanya saja dalam bentuk yang berbeda.  Dengan bentuknya yang sekarang, diperlukan bukan lagi ruangan arsip melainkan storage capacity yang dapat menampung seluruh dokumen proyek beserta database proyek.

Tomps dalam hal ini menyediakan kapasitas server yang dapat disesuaikan dengan project size yang kita kelola.

  • Geo-map tagging & visualisation


Jika proyek yang dikelola tidak terpusat di satu titik, melainkan tersebar di banyak lokasi, fitur ini sangat bermanfaat dalam memberikan informasi alamat yang tepat dengan mengoptimalkan Google map tagging.  Berkat fitur ini pula kita dapat melihat peta sebaran proyek.

Ada proyek-proyek yang memang membutuhkan informasi lokasi yang presisi sedemikian rupa, misalnya proyek telekomunikasi; bidang industri yang saya geluti selama ini 😉

Sedangkan fitur visualisasi biasanya dibutuhkan sebagai bukit dukung atau evidence.  Sebagai validasi bahwa suatu aktivitas sudah dilakukan.  Ambil contoh lagi untuk proyek telekomunikasi; pembuktian bahwa instalasi perangkat sudah dipasang lengkap akan dilaporkan sebagai finished installation.  Sebagai buktinya, diperkuat dengan potret hasil instalasi yang diuggah dalam sistem.



  • API Integration
Fitur inilah yang menjadikan Tomps sebagai aplikasi manajemen proyek berbasis website yang dapat juga diakses via gawai dan mobile.   API memungkinkan interaksi antara data, aplikasi, dan perangkat.   Selain mengirimkan data, API juga memfasilitasi konektivitas antara perangkat dan program.

  • Reporting
Pada saat eksekusi, main job manager proyek adalah memantau perkembangan proyek.  Kegiatan melacak data tersebut dapat diperoleh melalui laporan.  Ada banyak jenis laporan yang terlibat; laporan kemajuan proyek harian, mingguan hingga bulanan.  Bahkan keuangan proyek.  

Selain dibutuhkan kualitas laporan yang akurat dan detil, laporan juga harus real-time.  Pada prakteknya, tidak mudah mengumpulkan banyak informasi terlebih jika lokasi proyek tersebar di banyak daerah.  Setelah data terkumpul, masih dibutuhkan waktu untuk mengolahnya menjadi laporan.  Dan ini dilakukan tidak hanya sekali atau dua kali saja.  Project Reporting adalah makanan sehari-hari, bayangkan keseluruhan waktu yang dikonsumsi "hanya" untuk reporting. Belum lagi faktor error rate karena dikerjakan manual.

Kajian berdasarkan User Experience Tomps mencatat terjadi efisiensi sampai dengan 75% dalam hal pengumpulan data proyek.  Seandainya secara konvensional perlu waktu 8 jam untuk collect information, maka dengan menggunakan aplikasi manajemen proyek durasinya bisa dipangkas jadi 2 jam saja.  Wow!

Sisa waktu 6 jam dapat dioptimalkan untuk aktivitas project improvement lainnya.

  • Dashboard

Tomps sebagai aplikasi manajemen proyek dapat menyajikan laporan dari hulu ke hilir dalam satu tampilan atau integrated reporting yang memudahkan project controlling.  Benefit lainnya, project dashboard  dapat diakses kapan saja.

Dashboard End-2-end semacam ini sangat berguna dalam membangun project chopper view sebagai dasar bagi keputusan yang sifatnya strategis.

Say "sayonara" to spreadsheet 😉


Memahami kondisi pasar dimana proyek terdiri dari proyek skala kecil hingga komplek, pihak Tomps menyediakan beragam paket, mulai dari Basic Package  hingga kelas premium.  Pihak User tinggal  memilihnya sesuai dengan kebutuhan proyek dan ketersediaan budget.




So, jika Anda berkecimpung di dunia manajemen proyek dan merasa membutuhkan end-to-end information yang real time dengan sistem yang fleksibel serta transparan.  Bisa jadi itu indikasi bahwa cara konvensional yang dilakukan sudah tidak efektif lagi.  Jadikan hal tersebut sebagai momentum untuk beralih menggunakan aplikasi manajemen proyek Tomps dan rasakan manfaatnya.

Infografis Tomps, aplikasi manajemen proyek

*Tulisan ini diikutsertakan dalam TOMPS Blog Competition*



Sumber referensi:
- Wikipedia
- PMI.org
- Tomps.id
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

Follow Me


          

recent posts

Popular Posts

  • 5 Mie Ayam Enak di Bogor
  • Serunya Wisata Satu Hari di Cirebon
  • Paralayang; Uji Nyali di Puncak Kebun Teh

Blog Archive

  • ▼  2025 (1)
    • ▼  June 2025 (1)
      • Kuliah Lagi di Usia 50: Catatan Perjalanan Menjadi...
  • ►  2022 (2)
    • ►  June 2022 (2)
  • ►  2021 (12)
    • ►  August 2021 (1)
    • ►  July 2021 (3)
    • ►  June 2021 (2)
    • ►  May 2021 (1)
    • ►  February 2021 (1)
    • ►  January 2021 (4)
  • ►  2020 (7)
    • ►  December 2020 (2)
    • ►  October 2020 (1)
    • ►  April 2020 (2)
    • ►  March 2020 (1)
    • ►  January 2020 (1)
  • ►  2019 (17)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  October 2019 (2)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  July 2019 (1)
    • ►  May 2019 (2)
    • ►  March 2019 (5)
    • ►  February 2019 (1)
    • ►  January 2019 (4)
  • ►  2018 (25)
    • ►  December 2018 (4)
    • ►  November 2018 (4)
    • ►  October 2018 (3)
    • ►  August 2018 (2)
    • ►  July 2018 (5)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  March 2018 (1)
    • ►  February 2018 (2)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (18)
    • ►  December 2017 (5)
    • ►  November 2017 (3)
    • ►  October 2017 (1)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  August 2017 (3)
    • ►  June 2017 (1)
    • ►  April 2017 (1)
    • ►  February 2017 (1)
    • ►  January 2017 (1)
  • ►  2016 (37)
    • ►  December 2016 (1)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (4)
    • ►  May 2016 (2)
    • ►  April 2016 (9)
    • ►  March 2016 (8)
    • ►  February 2016 (3)
    • ►  January 2016 (6)
  • ►  2015 (75)
    • ►  December 2015 (2)
    • ►  November 2015 (7)
    • ►  October 2015 (3)
    • ►  September 2015 (6)
    • ►  August 2015 (5)
    • ►  July 2015 (19)
    • ►  June 2015 (4)
    • ►  May 2015 (3)
    • ►  April 2015 (7)
    • ►  March 2015 (5)
    • ►  February 2015 (9)
    • ►  January 2015 (5)
  • ►  2014 (39)
    • ►  December 2014 (2)
    • ►  November 2014 (1)
    • ►  October 2014 (2)
    • ►  September 2014 (4)
    • ►  August 2014 (5)
    • ►  July 2014 (2)
    • ►  June 2014 (3)
    • ►  May 2014 (4)
    • ►  April 2014 (2)
    • ►  March 2014 (2)
    • ►  February 2014 (5)
    • ►  January 2014 (7)
  • ►  2013 (36)
    • ►  December 2013 (5)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (5)
    • ►  August 2013 (1)
    • ►  June 2013 (1)
    • ►  May 2013 (4)
    • ►  April 2013 (6)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (2)
  • ►  2012 (28)
    • ►  December 2012 (2)
    • ►  November 2012 (3)
    • ►  October 2012 (3)
    • ►  September 2012 (4)
    • ►  August 2012 (4)
    • ►  July 2012 (5)
    • ►  May 2012 (1)
    • ►  April 2012 (1)
    • ►  March 2012 (1)
    • ►  February 2012 (1)
    • ►  January 2012 (3)
  • ►  2011 (28)
    • ►  December 2011 (2)
    • ►  November 2011 (3)
    • ►  October 2011 (1)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  August 2011 (4)
    • ►  July 2011 (2)
    • ►  June 2011 (4)
    • ►  May 2011 (1)
    • ►  April 2011 (4)
    • ►  March 2011 (3)
    • ►  January 2011 (3)
  • ►  2010 (2)
    • ►  December 2010 (1)
    • ►  June 2010 (1)

Created with by BeautyTemplates