Rasanya tidak ada orang Indonesia yang ngga doyan keripik. Makanan yang dalam bahasa Inggrisnya dikenal
sebagai ‘chips’ ini banyak ragamnya. Seingat
saya waktu kecil dulu, almarhumah Mama
juga sering menyediakan cemilan di
rumah namun jaman itu jenisnya masih terbatas pada jenis umbi-umbian
seperti kentang dan singkong selain
tempe atau pisang. Makin ke sini, ketika
teknologi sudah semakin maju plus kesadaran masyarakat akan hidup sehat
meningkat, maka jenis keripik jadi lebih bervariasi. Jadi sekarang sudah ada tuh keripik yang
berbahan dasar sayur atau buah seperti keripik nangka dan keripik bayam.
Inovasi nggak berhenti sampai di situ. Masih inget ‘kan dengan fenomena keripik
singkong pedas dengan level kepedasan yang berbeda ? Si penjual dengan cerdiknya menyediakan rasa
keripik mulai dari yang tidak pedas, sedang pedasnya sampai yang super
pedes-des-des ! Karena si penjual
menyadari bahwa walaupun khas cemilan
Indonesia tapi ngga semua orang tahan dengan rasa pedas seperti saya. Bukannya ngga suka pedas, tapi sadar diri aja
kalo lidah saya ini ngga sanggup makan makanan yang pedasnya to the max
–istilah anak saya yang ABG-. Selain
lidah yang ngga sanggup, perut juga langsung “berontak” kalau menkonsumsi
makanan pedas. Makanya saya jadi
terlihat ”picky” dalam memilih cemilan
(kenyataannya memang “picky”, hehe).
Padahal kami termasuk keluarga
yang suka banget ngemil apalagi cemilan yang kerenyes-kerenyes pada saat dimakan. Terkadang saking pengennya ngemil tapi stok
di rumah habis, kerupuk yang sejatinya untuk temen makan pun jadi sasaran. Dan ketika saatnya makan, rasanya ada sesuatu
yang ‘hilang’. Ya apalagi kalau bukan si
kerupuk tadi, haha !