Dari kami tiga bersaudara, saya yang terakhir pakai kacamata. Kedua kakak saya bahkan sudah memakai alat bantu optik ini untuk beraktivitas semenjak mereka duduk di bangku sekolah. Pada akhirnya saya pun harus “menyerah” menggunakan kacamata melalui cara yang bisa dibilang nggak enak.
Di suatu sore seusai pulang kerja, tetiba saya dihantam rasa pusing yang luar biasa. Dunia rasanya tak henti berputar even when I close my eyes. Saking pusingnya, saya sampai memuntahkan isi perut. Hampir seminggu terkapar di tempat tidur tanpa bisa melakukan apapun. Jangankan berjalan sebab semua tampak oleng, tidurpun gelisah karena pusing yang mendera. Saat itu saya ngga paham jika yang saya alami adalah vertigo.
Gegara pusing disertai nyeri yang luar biasa itu, karena memang seumur-umur baru pertama kali mengalami, saya langsung konsul ke ahli syaraf. Saat periksa medis, dokter bertanya sejak kapan saya mengalami gejala tersebut berikut kebiasaan kesehariaan.
“Pagi hari biasa saja, Dokter. Sakitnya baru dirasakan di sore hari.”
“Sehari-hari, Ibu bekerja dengan komputer?” adalah pertanyaan Pak Dokter yang mulai menyibak misteri selama ini kenapa sakit yang bermula dari pening namun saya abaikan hingga diakhiri oleh vertigo.
Apalagi setelah sang dokter meneruskan kalimatnya dengan “Saya kasih rujukan untuk periksa mata.” Jeng-jeng-jeenng, in that moment I knew I had to wear a glasses. Something wrong with the eyes, not with my head.
Pemeriksaan di spesialis mata menegaskan keharusan memakai kacamata. Pffttt, bye-bye mata normal!
Penyesalan memang selalu datang belakangan. Makin terasa terlebih saya punya kegemaran melakukan aktivitas outdoor, seperti berenang dan hunting foto. Pake kacamata ribet, ngga dipake ngga lihat apa-apa! Berasa ribet tuh saat hunting foto outdoor; mata silau kalau ngga pake kacamata hitam. The moment mau motret, kudu ganti kacamata biasa. Suatu waktu, pernah kehilangan moment. Repot rasanya.
Setelah memakai kacamata, saya jadi lebih perhatian dengan mata. Perlahan tapi pasti saya mulai membangun kebiasaan merawat mata.
Detach from screen
Menurut survei American Eye-Q 2014 AOA, 71 persen orang dewasa menghabiskan hingga tujuh jam per hari menggunakan komputer atau perangkat genggam. Dan 66 persen konsumen menggunakan smartphone, komputer, atau perangkat genggam lainnya untuk membaca, bukan yang dicetak.
Screen apapun, baik telepon genggam maupun computer/laptop.
Kebiasaan berlama-lama menatap layar komputer kini mulai dibatasi. Kalau dulu “duurr” bisa berjam-jam, sekarang secara berkala Saya “memaksakan diri” mengalihkan pandangan atau off from screen; Biasanya every 1 or 2 hours. Itupun ternyata sudah termasuk kelamaan, idealnya every 20 minutes. Jadi jangan pake nunggu hingga terasa mata lelah, mata sepet, mata pegel apalagi hingga mata kering maupun mata perih.
Saat detach ini saya pakai untuk memindahkan fokus dengan melihat objek jarak jauh. Tujuannya melatih mata dari menatap dekat menjadi melihat jauh. Jika berada di kantor, saya juga akan menjauh dari meja, itung-itung melemaskan otot kaki karena duduk terus, sambil berjalan seputaran lantai. Biasanya saya akan menghampiri sisi jendela untuk berdiri sejenak setelah duduk sekian lama sambil menikmati pemandangan di luar sana.
Efeknya lumayan menyegarkan.
Konsumsi “see” food
Kalau ini bukan kebiasaan sih, karena dari dulu saya termasuk picky dalam hal makanan. Setelah berkacamata plus ditambah factor usia, saya makin perhatian dengan apa yang saya konsumsi.
Sayuran hijau dan berwarna seperti wortel maupun buah-buahan makin rajin disantap begitu juga dengan beragam jenis ikan. Menurut dokumen medis, sea food yang idea menunjang kesehatan mata sih salmon. Tapi mahal, Siiissst #kekepindompet.
Tidak begitu sulit menerapkan kebiasaan memilah “see food” secara notabene praktis melanjutkan pola konsumsi yang sudah terbentuk lama.
Cek kesehatan (mata) rutin
Sudah pahamlah jika tubuh kita adalah kesatuan rangkaian. Sakit di satu bagian, efeknya bisa kemana-mana. Sebagaimana halnya cerita saya tentang vertigo, ternyata efek dari mata yang diforsir.
Pemeriksakan kesehatan secara menyeluruh (medical check-up) menjadi mitigasi deteksi penyakit yang berdampak pada organ tubuh lainnya. Ditambah faktor U alias umur hehehe, cek kesehatan jadi investasi penting.
Ngga cuma itu. Mengunjungi optician adalah bagian baru setelah saya berkacamata. Kacamata ngga enak dipakai –terlalu kencang atau longgar, langsung pergi ke optician langganan.
Apalagi jika terasanya englihatan buram, dahulukan ke optician. Ada kekhawatiran jika ukuran penglihatan (plus or minus) berubah, wah berabe banget.
Hal-hal yang seperti itu membuat saya punya jadwal rutin untuk periksa mata, tujuannya “just in case”. Murni untuk perawatan.
Beneran deh, baru terasa sekarang jika dapat melihat dengan penglihatan normal tanpa alat bantu adalah nikmat Allah yang tak terhingga. Rejeki yang seringnya kita take it for granted.
Blinking The Eyes
Kemajuan teknologi digital diyakini sebagian besar orang sebagai salah satu "keajaiban dunia" abad kini. Banyak hal yang dulunya muskil, sekarang jadi nyata. Salah satunya mengakses entertainment semisal nonton film
Kemudahan mengakses layar kaca baik hand phone, tablet dan smart gadget lainnya -apalagi buat movie lover seperti saya ini- tanpa disadari menjadikan kita seorang binge-watching.
Apa sih binge-watching itu?
Binge-watching adalah kegiatan menonton film atau sebuah tayangan antara dua sampai enam episode berturut-turut, tanpa jeda. Jika satu episode-nya saja berdurasi sekitar 1 jam, bisa jadi ia menatap monitor selama 6 jam berturut-turut. Bayangkan tontonan drama Korea yang minimal terdiri dari 16 episode. Berapa jam habisnya?!
Yang mengejutkan, jumlah penyuka kegiatan ini juga sangat banyak. Reader’s Digest mengungkapkan sebuah survey menunjukkan angka sebanyak 61% orang di dunia yang kerap melakukan binge-watching.
Kebiasaan menonton dalam jangka waktu lama tersebut ternyata cenderung membuat kita untuk blinking (mengerjapkan) mata. Padahal secara medis, mengerjapkan mata meningkatkan kenyamanan mata.
Mengapa demikian?
- Saat kita mengerjapkan mata, bagian mata akan meremas kelenjar mata dan menghasilkan cairan yang kaya protein.
- Cairan tersebut selain berfungsi sebagai pelumas alami mata, membersihkan kotoran pada bola mata.
- Selain itu, zat yand dilepaskan membantu menjada kelembaban mata dari penguapan terlalu cepat. Berkedip membersihkan permukaan mata puing-puing dan menyiram air mata segar di atas Singkatnya, berkedip akan melindungi mata dari iritasi dan memberikan efek nyaman pada mata sehingga permukaan mata tetap sehat.
Tapi namanya juga manusia, tempatnya lupa apalagi jika diburu deadline atau ada permintaan "keses" dari Pak Boss, manalah bisa mengalihkan pandangan dari layar komputer. Alhasil detach from screen maupun mengerjapkan mata is totally forgotten!
Nah, di saat-saat genting seperti itulah alat bantu semacam Insto Dry Eyes jadi penting. Sebetulnya Combiphar memproduksi dua macam obat tetes mata steril; yaitu Insto Regular dan Insto Dry Eyes. Yang terakhir dikhususkan sebagai air mata buatan dengan kandungan bahan aktif yang dapat mengatasi kekeringan pada mata sekaligus sebagai pelumas pada mata.
Jadi kalau berasa mata sepet, pegel apalagi sampe perih; simply pakai 1-2 tetes Insto Dry Eyes pada setiap mata (atau sesuai anjuran dokter). Dengan kemasan 7.5 ml cukup mungil untuk ditaruh di dekat meja kerja atau masuk ke dalam tas.
Simpel 'kan?