7 Alasan Kenapa Anda Harus Melakukan Solo Traveling
Nggak sengaja saya re-run film Queen of The Desert di salah satu tv kabel. Rupanya film yang dibintangi oleh aktris cantik Nicole Kidman menceritakan perjalanan Gertrude Bell; seorang penulis dan arkeologis berkebangsaan Inggris yang hidup di awal tahun 1900-an. Ketertarikannya pada eksotisme Timur Tengah tidak hanya menjadikan Gertrude menjadi sosok yang berkontribusi atas terbentuknya negara-negara seperti yang kita kenal sekarang, namun membuatnya menjadi seorang (solo) traveler wanita yang dikenal seantero jazirah Arab.
Saya ngga bisa bayangin apa yang dihadapi oleh seorang solo traveller wanita barat di awal abad 19, melakukan perjalanan melintas gurun pasir Tanah Arab yang tidak hanya keras iklimnya namun juga berbeda dalam segala hal; dari mulai agama hingga budaya. Pastinya membutuhkan sikap adaptasi yang luar biasa.
Amerika Serikat saja yang dijadikan barometer standar kemajuan suatu negara, konon sepuluh tahun yang lalu aja masih beranggapan female solo travel sebagai hal yang tak biasa. Warga Paman Sam ini pun perlu waktu untuk menata persepsi akan female solo-traveler sebagai suatu tindakan yang wajar sama halnya seperti yang dilakukan oleh solo-traveler pria.
Saya pribadi pun mikir panjang kalo disuruh travel sendirian. Jika pada akhirnya saya ternyata harus traveling tanpa teman, itu karena kondisi pekerjaan yang mengharuskan saya pergi sendiri-ri-ri! Sudah urusannya bukan senang-senang, sendirian pulak! Double trouble 😩
Anyhow, setelah sekian kali solo travel, turns out it is not intimidating as I thought before. Sebaliknya, banyak hal yang saya rasakan dari solo traveling.
Selfproven a.k.a Mengandalkan Diri Sendiri. When you said you can do it, then you can.
Apa yang diperlukan saat Anda harus pergi ke tempat yang penduduknya nyaris tak berbahasa Inggris, boro-boro internet, handphone pun masih barang langka. Tiada lain adalah percaya diri yang gede banget!Dan itulah kondisi di tahun 1996 saat perusahaan "menyuruh" saya untuk berkunjung ke kantor pusat di Seoul, Korea Selatan. Tahun segitu, drakor Winter Sonata aja belum lahir! 😂
Sesungguhnya saat tahu harus berangkat sendiri, tidak hanya saya saja yang khawatir, orang tua pun merasakan hal yang sama. Alm Bapak saya sampai wanti-wanti agar saya melakukan lapor diri ke kedutaan sesampainya di negara tujuan. Duh, sampe segitunya, pikir saya waktu itu. Anyway nggak saya lakukan juga hehe.
Sebelum berangkat, atasan saya yang notabene Korea hanya mengatakan, someone will pick you up at the airport, sambil menyerahkan tiket dan info hotel. Selebihnya, lo atur deh sendiri. Nah luu!
Selain percaya diri, saya juga membekali diri dengan nyali yang besar serta setumpuk doa, tidak lupa uang saku dari kantor berikut kartu kredit. Dan solo traveling ke Negeri Ginseng pun dapat dilewati dengan baik, mengesankan malah.
Mastering survival. It teaches you many things, including how to read a map.
Still from 1st solo trip.
I was picked up at the airport by a female colleague from Head Office. She also took me to the hotel.
On the following day, she picked me up at the hotel to go to the office. Instead of a car, we used the subway. She taught me how to use the subway (dia memahami kekatrokan gue yang seumur-umur belum pernah naik subway secara MRT aja baru ada di endonesah tahun seginih 😂). She also asked me to memorize the route.
Dan rasa excitement gue langsung lenyap ibarat diguyur air es saat dia mengatakan; "Ratna, it is important for you to remember the route from the hotel to the office because starting tomorrow you'll be on your own." Dueeengngngng.
Gimana rasanya coba harus ngapalin rute subway yang ditulis pake huruf yang bahasanya aja nggak gue ngerti? Jangan bayangin sign board di Seoul saat 1996 kayak Seoul hari gini, yak! It was not as friendly tourism like today. Korea Selatan belum seterbuka sekarang. Boro-boro ada K-POP.
Mount Souraksan |
Maka tidak ada cara selain mengingat dan mencatatnya di notes (tuh, pentingnya bawa notes dan pulpen!). Dari hotel, di stasiun ke berapa harus turun berikut namanya. Dimana pintu keluarnya endesbre endesbre.
Dan nggak seru kalau tanpa ada kejadian nyasar. Pernah salah ambil pintu keluar. Pas nongol dari pintu subway yang underground, lha kok gedung kantor adanya di seberang? Berarti harus nyeberang dong? Tapi kok ngga kelihatan zebra cross atau jembatan penyembrangan? Gimana nyeberangnya? Panic attack! Turun lagi ke under ground station. Hal pertama yang dilakukan adalah bertanya. Sampai mau nangis rasanya karena orang-orang yang ditanya gak paham Bahasa Inggris. Matek gue!
Long short story, I finally managed to get the correct route. Dari situ saya jadi belajar bagaimana menghalau panik dalam kondisi terdesak. Seiring waktu dan frekuensi traveling meningkat, saya jadi punya kebiasaan baru untuk merekam/mencatat hal-hal yang bisa dijadikan tanda sebagai penunjuk jalan atau arah jika datang ke suatu tempat. Hal lainnya, I learn how to read a map!
Understanding yourself
Bagi saya, dua hal yang disebutkan di atas adalah pintu gerbang memahami diri sendiri. Sejatinya, get to know yourself before you want to know others. Apalagi jika kita pergi sendirian. Siapa yang bisa kita andalkan selain diri kita sendiri. Agree?Traveling solo also sharpen the ability of listen to my heart and follow my intuition.
Saya bisa dengan santainya sendirian menikmati kota Manado di malam hari dengan rasa aman dari tempat makan yang berjarak sepuluh menit jalan kaki dari hotel. Namun tidak demikian halnya saat saya berada di salah satu kota di Kalimantan (sorry, ga mau sebut kotanya 😬). Saking tidak merasa di level kenyamanan yang saya miliki, setiap berkunjung ke kota itu, saya selalu pesan room service for dinner. Nggak mau keluar jika hari sudah gelap. Can you see the different?
Nami Island |
Enjoy "Me time"
What would you do during 8-hours flight or 2 hours waiting for transit or hours before boarding? Actually many things. Seringnya saya membaca buku -kalo pergi pasti saya bawa buku- atau strolling around the airport karena setiap bandara punya keunikan. Nah, kalo lihat yang unik udah pasti jadi objek bidikan yang saya rangkum di tulisan ini.
Jarang banget ngobrol apalagi dengan orang asing, karena saya basicnya
Kala lain, waktu tunggu saya pakai untuk memikirkan hal-hal yang ngga sempat serius dipikirkan, maklum mamak orang cibuk hihi. Semalas-malasnya, saya cuma duduk diam sambil memperhatikan sekeliling. Ternyata seru juga lho merhatikan perilaku orang-orang di bandara bahkan bisa nguping obrolan orang lain!
Setelah sejumlah kali penantian boarding, saat ini saya sudah bisa merubah perasaan jemu menunggu itu menjadi salah satu "me time".
We might look alone but not lonely. Keep yourself busy. That's my mantra.
Self-discipline since you control & in charge of everything
Solo traveling artinya melakukan segala hal sendirian. Sendiriannya ngga cuma sebatas angkat koper dan geret bagasi kesana-kemari, gak ada temen yang diajak bisa ngobrol. Nope, it's not only that. Hal lain yang harus diatur sendiri adalah managing waktu dan keuangan. Telat bangun gak ada yang omelin, skip makan juga gak ada yang ngingetin. Mau belanja sampe dompet jebol pun gak ada yang peduli. Paling banter bayar kelebihan bagasi dan plus bayar cicilan kartu kreditnya, yekan?It's really come back to ourself. Kalau udah begini, gak ada yang perlu dimiliki selain disiplin diri.
Stick to the plan adalah wajib hukumnya!
Alarm bangun pagi diset pukul berapa atau minta morning call ke resepsionis. Pengeluaran untuk makan sekian, walaupun ditanggung biaya perjalanan dinas, do not abuse donk. Alokasi beli oleh-oleh sejumlah ini. Shopping-shopping tipis oke lah minimal ada tanda mata dari negara ini atau rekam jejak di tempat itu 😁
Kebiasaan lain yang saya anggap penting, begitu naik kendaraan dari bandara ke hotel, otomatis pantau travel time yang ditempuh. Walaupun bisa tanya ke pak supir but personal observation won't hurt, right?
Jadi saat waktunya pulang, kita sudah punya referensi sendiri berapa lama waktu yang diperlukan berikut kondisi trafficnya, apakah saat peak hour atau tidak.
Nami Island |
Bebas, Time Flexibility karena Dapat Mengatur Perjalanan Sesuai Keinginan
Segitu disiplinnyakah lalu kapan seneng-senengnya?Bagi saya justru dengan patuh pada waktu saya jadi punya prediksi berapa banyak spare time yang saya miliki. Yang tidak kalah penting, nobody told me what I should do during that free time, yeay!
Walaupun berkonteks perjalanan dinas, saya punya kebebasan memilih jadwal keberangkatan dan kembali. Saat ada 1-day transit di Bangkok dalam perjalanan pulang dari Hanoi, saya optimalkan waktunya untuk One Day Bangkok City Tour. Hasil jalan-jalan tipis di Bangkok lainnya selama business trip ternyata bisa jadi tulisan yang saya rangkum di sini.
Kali lain, saya sengaja "meninggalkan" diri dari rombongan untuk menikmati Bandung lebih lama hanya karena ingin mengenang Braga.
Atau saat di Menado; sehabis rapat yang ternyata selesai lebih cepat dari dugaan, sisa waktunya saya pakai untuk ziarah ke makam Tuanku Imam Bonjol serta melihat patung Monumen Yesus Memberkati yang menjulang tinggi hingga 50m.
Work hard, travel hard. Can have them both altogether is such a blessing for me 😎.
Gereja Blenduk, Semarang |
Self Improvement of traveling
Sering solo traveling akhirnya menumbuhkan ketrampilan dalam hal traveling. Mulai dari memilih flight schedule, buat itinerary -seringnya made on location-, punya kostum anti lecek, ukuran koper/tas sesuai lama hari bepergian hingga cara packing walaupun belum mahir lipet baju sampai kecil seperti yang udah beredar di Youtube. I should learn someday though.Pengalaman traveling juga saya jadikan referensi saat merancang family trip. Tempat mana yang perlu dikunjungi, spot apa saja yang bisa diskip because it's not worthed to visit.
Iya, sampai saat ini saya masih melakukan swakelola dalam merencanakan liburan keluarga. Mulai dari ordering ticket, booking hotel hingga membuat itinerary dilakukan sendiri. Masih belum merasa perlu pakai tour hehehe. Paksu sampai komen, kamu udah pantes jadi tour organizer. Aaamiin.
Lha wong traveling jaman kekinian mah gampil-surampil; the world in one hand itu benar adanya. Fitur peta, aplikasi terjemahan sampe rekomendasi tempat makan semuanya ada. Semuanya manageable dan mudah berkat internet. Internet indeed is connecting people to the world.
Terakhir,
Understand the meaning of absence
Mungkin ini romantisme saya aja ya, sebaga ibu pekerja yang kadang harus meninggalkan anak-anak dan pasangan. Berjauhan dengan kesayangan untuk sementara waktu malah menambah kesadaran betapa berharganya kebersamaan bersama keluarga. I become a person who value the quality over quantity.Agar tetap terkoneksi walau terpisah jarak, kami sampai punya kesepakatan pukul berapa melakukan video call. Someone is going for a while, doesn't mean communication is off.
Lalu saya pun teringat akan kata-kata bijak pakde Thomas Fuller;
Absence sharpens love, presence strengthens it.
Tanpa pernah solo traveling, terlepas liburan atau bekerja, pastinya saya tidak akan pernah merasakan hal-hal yang saya tuliskan di atas.
Setuju atau punya pendapat lain?
66 comments
Seruuu pengen ngerasain juga traveling sendirian, tapi masih banyak kata tapi dibenak. Rasa takutlah, ga diijinin ortu lah hehehe
ReplyDeleteMulanya saya juga begitu, campur aduk antara excited dengan takut. Tapi setelah dilakoni, biasa aja hehe
Deletepengen banget traveling sendirian gitu. ga perlu diskusi sama orang mau pergi kemana. tapi takut bosen hahahah
ReplyDeleteSeperti yang aku tulis, alone but not lonely. Emang kita harus pinter-pinter membuat aktivitas/itinerary supaya ngga bosen.
DeleteSaya jadi pengen travelling sendirian. Dulu dah sempat terfikir sih, akhirnya batal karena dipengaruhi temen. katanya bahaya gitu.
ReplyDeleteRisiko tetap ada. Yang perlu kita lakukan adalah meminimalisir risiko. Salah satu caranya pilih destinasi yang friendly for female traveler. Udah banyak yang mengulas ini di dunmay. Happy dibrowsing.
DeleteAku belum pernah sih traveling sendirian.... tapi kemudian kebayang dulu pergi sendirian pertama adalah kelas 1 Mts/smp. Hehhe karena mondok pertaman diantar sendirian, kedua kalinya berangkat sendirian sepanjang jalan melawann rasa takut... awal awal takut eh lama lama bisa juga menikmati perjalanan sendirian
ReplyDeleteNah, itu udah pernah bepergian sendiri. Gimana rasanya?
Delete1996 udah tugas ke Korea, amazing. Tahun segitu aku masih suka diomelin kalo pergi sendirian, hiks. Pengen ngerasain seperti mbak Ratna, ibaratnya me time gitu hehe
ReplyDeleteKetahuan, umurnya udah banyak hehehe
DeleteSaya lebih seneng solo trip juga sih mbak, buat saya menantang diri sendiri dengan traveling sendirian.
ReplyDeleteMenurut aku, Ini selera/style. Ada yang beranggapan, solo traveling sebagai me time. As long as we enjoy, go ahead then IMHO.
DeleteAku takut traveling sendirian. Belum tau kpan punya nyali halan2 solo begini kayak mbak hihihihi. Kalau beruntung iya enak punya teman baru di perjalanan. Ngerinya kalau ada yg jahat ih amit2 heheheh. Salut deh buat yg berani solo traveling.
ReplyDeleteKalau takut jangan dipaksain, nanti malah ngga menikmati travelingnya. Jalan-jalan itu harus dibuat enak, jadi yang enak-enaknya aja mba Nurul ^_^
DeleteAku sekarang lebih berani sih mbak pergi sendirian kemana-mana tapi belum pernah kalau ke luar negeri masih dengan rombongan, enak banget ya bisa kerja sekaligus piknik gituu
ReplyDeleteBlessing in disguise; kerja sambil jalan-jalan. Alhamdulillah.
DeleteSetuju dgn poin2 nya. Tapi skrg jarang solo traveling hahaha. Butuh ada tukang poto pribadi buat di IG
ReplyDeleteBuat yang eksis seperti dikaw emang perlu asisten untuk moto. Aku mah da apa atuuh hehe. Selfie aja gagal meluluk!
DeleteAku kalau ga sama pasangan, milih jalan sendiri. Kapok jalan sama travelmate yang ga klik, niat seneng2 malah jadi bete
ReplyDeleteGak cocok sama Travelmate emang disaster. Kayaknya lebay tapi emang ga enjoy, jalan-jalanpun ga asik!
DeleteBenaran deh Mbak Ratna, solo traveling ini sebuah keterampilan yang pengen banget aku kuasai. Soalnya ada tempat-tempat tertentu yang susah kalau ajak teman. Ajak suami juga gak menarik buat dia, karena aku khusus nyari content ketimbang wisata. Tapi entah lah, ketakutan itu selalu muncul :)
ReplyDeleteCari teman jalan yang "klik" emang gak gampang ya, mbak? Even pasangan kita sendiri hehe. Aku pun selalu ada win-win solution kalau merancang itinerary so everybody happy.
DeleteIya nih mbak. Bener banget.
ReplyDeleteAku ada tambahan sih. Biasanya kalo solo travelling, seringnya ketemu orang baru di perjalanan. Kalo rombongan, males duluan untuk berinteraksi dengan orang lain karena sibuk dengan rombongan sendiri.
Aku malah belum bisa tuh, ketemu orang baru di perjalanan. Rasanya ga insecure hehe. Atau gw aja yang parno yak?
DeleteSaya belum berani solo traveling sampai sekarang, Mbak. Kayaknya sesekali cobain menantang diri sendiri seru, ya :D
ReplyDeleteAwalnya Seru-seru gimana, gitu! Kalo udah nemu selahnya sih, it's ok. Tapi kalo ga enjoy, mendingan gak dipaksa, Chi
DeleteSolo traveling sampai sekarang blm kesampaian. Mungkin masih berasa takut menghadapi segala sesuatunya sendiri walaupun udah sering ke mana-mana..
ReplyDeleteMungkin dari sekarang sudah mulai direncanakan dulu destinasi yang akan dikunjungi sendirian..
Makasih insight-nya, Mbak.
Salam kenal ^^
www.iamgonnatellyoumystory.com
Salam kenal kembali mba Vindri. thank you for stopping bye
DeleteSaya juga 'dipaksa' berani solo traveling krn tugas, hehe..meskipun blm bisa memaksimalkan upya menggabungkan tugas dinas dan jalan2 hehe.. TFS mba..banyak tips kudapat di sini..
ReplyDeleteAlhamdulillah jika dirasakan bermanfaat. Selamat jalan-jalan!
DeleteKalau menurut daku solo traveling itu ada nggak enaknya, kalau mau minta foto, haha.. Bingung kan ama siapa, ke orang lain belum tentu mau
ReplyDeleteiya bener, ini salah satu "kendala" kalo pergi sendiri. Emang perlu dilengkapi tools yang mumpuni semacam tongsis or gorilapod hehe
DeleteBeberapa kali solo traveling, malah ujung-ujungnya gak solo traveling, karena pas sampai di tempat tujuan, selalu aja ada orang baru yang nemenin setelah awalnya ngobrol dan berkenalan :)
ReplyDeleteWah, bersyukurlah Om Darius selalu dapat teman baru. Semoga tali silaturahminya bisa dijaga. Aku mah belum bisa begitu. Harus berguru sama om yang satu ini keknya deh
DeleteSeruu ya mbak, cuma kalo dulu mau jalan-jalan sendiri pasti gak diizinin ortu. Ujung-ujungnya selalu gak jadi
ReplyDeleteOrtu khawatir mah dimaklumi. Akupun kalo bukan karena unsur pekerjaan, mungkin agak sulit hehe
DeleteWaaa, gak kebayang solo traveling ke Korea tahun segitu mba.. Kalo sekarang udah tourist friendly yaa... Solo traveling emang seru banget. Aku pernah nyoba dan dan pingin lagiii... Nantang diri sendiri dan ngebuktiin kalo ternyata "oh, ternyata aku bisa juga".. Banyak banget, manfaat dari solo traveling yang pasti gak didapat kalo traveling bareng keluarga atau teman...
ReplyDeleteBlessing in disguise juga pergi tahun segitu, informasi masih terbatas tapi justru dapat pembelajaran yang luar biasa.
DeleteAduh belum pernah dapat kesempatan Solo Traveling, agak menyesal sih. Hihi sekarang udah ada gandengan hooho. BUt semua yang ditulis bener banget nih. Inspiring.
ReplyDeleteInsya Allah, kapan-kapan kesempatan itu datang. Terima kasih jika tulisannya menginspirasi.
DeleteNah ini. Baca maps!
ReplyDeleteAku sampe sekarang harus ngandelin suara mba-mba gmaps tiap kali minta diarahin. Pernah coba baca sendiri, nyasara ngga sampe-sampe. Hahha
Buatku baca peta sambil mendengar arahan saling melengkapi. Kadang lihat petanya ga meyakinkan, tapi arahannya bener. Atau sebaliknya. #pengalamanpakeGmaps hehe
DeleteBawa notes n pulpen emang kerasa banget pentingnya..tapiaku ttp malas nulisnya heu...Blm berani solo traveling aku tu..hehe..
ReplyDeleteWalau ada aplikasi notes Android, entah kenapa masih lebih suka menulis di notes. Jadul pisan, ya?
Deletewah aku belum pernah euy solo travel kalo jauh-jauh..heheh..takut keliatan bengong dan panik gt...tapi perlu dicoba...
ReplyDeleteJustru harus pasang muka meyakinkan. Mau gak mau "poker face" juga kalo lagi solo traveling hehe
DeleteJujur sih kalau saya belum berani nih buat solo traveling tapi rasanya perlu dicoba ya. Penasaran sih sebenarnya, bisa gak ya kalau aku tuh solo traveling.
ReplyDeleteIkuti intuisi dan kata hati aja. Gak usah dipaksain :)
DeleteUntuk melatih kepekaan, keberanian, kemandirian atau perenungan akan arti perjalanan, solo traveling memang lebih mengasyikan. Namun untuk lebih fun, budget, pertimbangan keamanan, dan lainnya memang traveling dengan grup lebih menenangkan.
ReplyDeleteSemua ada plus-minusnya. Dijalankan dan dinikmati sesuai momentum dan keperluannya aja. Dibikin simpel, biar ga mumet hehe
DeleteSelalu salut dengan mereka yang berani bepergian sendiri.
ReplyDeleteItung-itung belajar mandiri. Mata pelajaran yang ngga ada di sekolah hehe
DeleteCouldn't agree more with you mbak.. Toss sesama solo traveler.
ReplyDeleteTOSSS!
DeleteEmang kalau solo traveling enak sih lbh bebas, dulu saat msh gadis suka gtu juga. Seru, nyasar2, juga takut2 tapi alhamdulillah baik2 aja.
ReplyDeleteTapi setelah jd emak2 aku ke mana2 inget anak jdnya pengennya skrng perginya berombongan sirkus hehe :D
Naluri keibuan ternyata dapat merubah segalanya, ya?
DeleteWah...keren pemberani sekali. Tapi memang kadang kita harus berani mencoba ya pergi2 sendiri.. Kl saya kesulitannya adalah saya susah membaca peta, arahpun bingung juga. Jadi sepertinya tantangan ini belum akan saya lakukan dalam waktu dekat...😅
ReplyDeleteLebih dominan unsur "kepaksa" dibanding berani, sebetulnya hehehe. Tapi jadi biasa, pergi-pergi sendiri. Alhamdulillah aman hingga kini.
DeleteWahh...kalo aku termasuk yg suka travelling sendirian mbak. Memang belum sampe ke luar negeri sih...I wish, aamminn. Tapi buatku..travelling solo itu justru challenging karena apa-apa kita putuskan sendiri. Serunya kalo nrmu kejadian nyasar kyk mbk dan bahasanya beda hehe. Harus bisa kontrol panik kita yaa.
ReplyDeletePokoknya, harus bisa melakukan semuanya sendiri. ^_^
DeleteWah, saya malah baru tau makam Tuanku Imam Bonjol di Menado. Bukan di Sumatera Barat, ya? Wkwkwk
ReplyDeleteSaya sebenarnya juga suka jalan sendiri, Mbak. Paling tidak ketika di suatu tempat bisa puas menikmati suasananya. Pengen jalan sendiri, tapi masalahnya pemahaman bahasa inggris saya sangat minim. Jadi beraninya berdua atau bertiga hehe
Begitulah Belanda, membuang "ekstrimis" ke tempat yang sama sekali berbeda dengan daerah asal sang pejuang. Tjut Nyak Dien dibuang ke Sumedang. Tahun segitu, belum ada Bahasa Indonesia, orang Aceh dibawa ke daerah Jawa Barat; bagaimana komunikasinya 'kan?
DeleteLuar biasa pengalaman solo traveling nya
ReplyDeleteUntuk negeri luar saya rasanya belum berani untuk destinasi Nusantara pun banyak hal yang dipertimbangkan
Hehehe
Rata rata yang comment emak emak semua:) jadi segan saya (bapak2) mau ikut nimbrung hehe
ReplyDeleteKomen aja, Pak. Ini ruang terbuka kok. Salam kenal.
DeleteSalam kenal kembali mbak. Terima Kasih
DeleteHai ^_^
Terima kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya di blog ini.
Silakan tinggalkan komentar yang baik.
Mohon maaf, komentar anonim maupun yang sifatnya spam, tidak akan dipublikasikan.
Keep reading and Salam !