Mesjid Istiqlal
Seperti de ja vu ketika siang itu shalat zuhur di Mesjid Istiqlal bersama teman bloggerku Dona Imelda. Belasan tahun lalu, saya dan Mama sesekali menyempatkan diri untuk shalat zuhur di sini sebelum kami melongok toko-toko di sepanjang Pasar Baru.
Ingatan yang tak pernah pergi adalah anginnya yang menyejukkan, terutama jika mengambil shaf di lantai atas. Demikian juga dengan siang itu. Anginnya masih semilir berhembus dari jendela ke jendela, menyelinap antara selasaran. Sinar matahari tak malu-malu menerobos setiap lubang dan rongga berbentuk geometris yang menyelimuti keseluruhan bangunan mesjid.
Istiqlal dari halaman Katedral
Siang itu saya benar-benar menyimak interior mesjid yang ternyata juga minim ornamen. Kubah berdiameter 8 meter, simbolik dari bulan Agustus, ditopang oleh sejumlah pilar. Begitu kita jejakkan kaki di bagian dalam hall, sudah terbaca tulisan Allah dan sebelah kiri dan Muhammad (SAW) di kanan dinding tempat imam memimpin shalat. Kaligrafi hanya terlihat di sekeliling kubah bagian dalam.
Bukan tanpa maksud pula Presiden Soekarno menempatkan Mesjid Istiqlal berdampingan dengan Gereja Katedral yang telah berdiri dari awal tahun 1900-an. Dari situs tentang sejarah Mesjid Istiqlal, saya baru tahu jika lahan ini dahulunya adalah Taman Wilhelmina. Selain mengadopsi filsafah Jawa di mana bangunan pemerintahan dan rumah peribadatan dipusatkan di tengah kota yang biasanya juga terdapat alun-alun (baca Lapangan Banteng), pemilihan lokasi juga sebagai tujuan simbolik agar kedua umat tetap selalu berdampingan.
Seperti siang itu, azan zuhur berkumandang tak lama lonceng panggilan misa Gereja Katedral berdentang.
Seperti siang itu, azan zuhur berkumandang tak lama lonceng panggilan misa Gereja Katedral berdentang.
Gereja Katedral
Curiousity kills the cat. Begitu proverb (peribahasa - English) yang pernah terbaca oleh saya. Maksudnya, rasa ingin tahu yang teramat sangat dapat menjerumuskan seseorang pada kesulitan. Tapi itu tak berlaku ketika akhirnya saya bisa masuk ke dalam Gereja Katedral. Yup, rasa penasaranlah yang membawa saya dan Donna ke sana di suatu hari minggu lalu.
Langit-langit gereja dengan desain gotik
Pertama, penasaran ingin tahu seperti apa sih bagian dalam gereja. Kalo ke pura sudah, ke klenteng juga iya, so why not church then? Apalagi ini Gereja Katedral. Bisa dibilang Katedral adalah ikon bangunan jaman kolonial Belanda yang masih tegap berdiri. Walau ternyata bukan bangunan asli karena pernah roboh setelah terbakar pada tahun 1890. Katedral yang dikenal sekarang adalah hasil renovasi yang kemudian resmi digunakan semenjak tahun 1901.
Sebagai penyuka sejarah dan sesuatu yang terkait dengan sejarah itu sendiri termasuk bangunanannya. dengan diijinkannya mengambil foto dalam gereja yang dibangun dengan konsep gotik itu adalah sesuatu banget. "Asal tidak naik ke area ke Altar dan tidak mengganggu (umat) yang beribadah ya, Mba", demikian pesan pengurus yang kami jumpai siang itu.
Salah satu lukisan dinding
Halamannya tidak luas.
Di hari raya, kendaraan umat yang membludak bisa menggunakan parkiran Mesjid Istiqlal.
Nice isn't?
Katedral view dari Mesjid Istiqlal
Orgel 1000 pipa buatan Belgia
Dan akhirnya, saya dan Donna pun masuk ke bagian dalam gereja yang selama ini cuma dilihat di media cetak atau film. Kami berdua pun larut dengan keindahan seni yang ada di dalamnya. Sibuk mengabadikan sudut-sudut unik klasik dengan kamera. Melihat ornamen yang vintage, saya serasa berada dalam musium. Sayangnya musium Katedral tidak beroperasi hari itu. Musium hanya dibuka pada hari Senin, Rabu dan Jumat mulai pukul 10:00 - 12:00. Meskipun banyak dipamerkan memorabilia dalam musim, pihak Gereja tidak mengijinkan pengunjung untuk mengambil foto-fotonya. Well, too bad however we need to respect it, right?
***
Mendatangi tempat ibadah dua agama besar tersebut menambah khasanah baru pengetahuan dan pemahaman akan perbedaan. Desain Mesjid Istiqlal ternyata dilombakan, bukan melalui proses tender tunjuk langsung yang sarat nepotisme. Dari sekian banyak kontestan, salah satunya adalah seorang Nasrani bernama F. Silaban. Kabarnya sang arsitek meluangkan watku 3 bulan untuk mempelajari dan memahami literatur tentang Islam dan akhirnya menuangkan rancang bangun yang sarat akan simbol agama yang disiarkan oleh Nabi Muhammad SAW kurang lebih 14 abad yang lalu.
Sejarah Indonesia akhirnya mencatat maket mesjid yang diberi judul "Ketuhanan" karya Frederich Silaban -si anak pendeta itu- sebagai pemenang desain mesjid dari 22 peserta sayembara.
Dan mungkin, itulah upaya Tuhan untuk mengingatkan bangsa ini agar selalu damai dalam perbedaan.
Sejarah Indonesia akhirnya mencatat maket mesjid yang diberi judul "Ketuhanan" karya Frederich Silaban -si anak pendeta itu- sebagai pemenang desain mesjid dari 22 peserta sayembara.
Dan mungkin, itulah upaya Tuhan untuk mengingatkan bangsa ini agar selalu damai dalam perbedaan.
Referensi:
http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Sejarah_Masjid_Istiqlal
https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Katedral_Jakarta