Kangen seseorang, tinggal telpon atau kirim chat.
Nah, kalau kangennya traveling sedangkan kondisi masih seperti sekarang dimana diberlakukan pembatasan sana-sini, apa donk yang mesti dilakukan?
Saya memang bukan travel blogger. Cuma emak-emak paruh baya yang senang travel. And happens to be kesukaan saya dan Paksu akan bepergian ini alhamdulillah menular juga pada anak-anak 😉
Biasanya setahun sekali kami sempatkan untuk liburan keluarga; baik merambah Indonesia nan luas ini atau jika ada rejekinya ke luar negeri, walaupun baru ke Singapore dan Bangkok 😁
Maka salah satu yang bikin kami baper #dirumahaja dikarenakan pandemi adalah [drum roll] traveling!
Manakala perjalanan tak dapat direalisasikan, kerinduan itupun perlahan coba diredam dengan cara ini.
1. Throwback travel stories
Menceritakan kembali kejadian-kejadian yang kami alami bersama semasa liburan jadi sering kami lakukan. Entah itu kelucuan, kejadian menegangkan saat kami tersasar (yep, traveling kurang seru kalo ga pake nyasar haha) atau bahkan kenorakan kami.
Jika diingat kembali, ternyata sekarang menjadi cerita yang menghibur dan cukup untuk melepas tawa sejenak.
Retelling throwback stories semacam itu ternyata selain baik untuk menggali lagi kenangan, sekaligus ajang pembelajaraan bagi kami sekeluarga. Mendapatkan lesson-learned dari setiap catatan perjalanan dan di waktu yang bersamaan menciptakan optimisme akan kondisi yang lebih baik di mana kita berempat bisa traveling lagi!
2. Buka lagi foto-foto traveling
Throwback momen traveling selain lewat cerita, seringnya juga dengan melihat lagi dokumentasi hasil jalan-jalan. Karena saya senang motret, maka kebanyakan momen-momen perjalanan terframe dalam gambar. Ada juga beberapa berupa video klip namun jumlahnya tak sebanyak foto.
Sambil menyelam minum air, itu juga yang dilakukan saat melihat kembali foto-foto itu. Selain merefresh memory, sekalian saya rapikan file digital tersebut. Seleksi mana yang mau dicetak, gambar mana yang mau disimpan, atau mungkin hapus yang tidak perlu. Singkatnya melakukan file photo management. Lumayan 'kan, menghemat memory external disk.
Melihat lagi foto-foto perjalanan juga ternyata menyegarkan ingatan, lho. Saking segarnya, sampai bisa bikin tulisan baru. Contohnya blog post tentang Taman Sempur dan suka-duka akan traveling. Keduanya saya tulis semasa pandemi berdasarkan melihat lagi foto-foto lama. Foto-foto tersebut ampuh melahirkan lagi ingatan dan rasa yang pernah ditimbulkan karena perjalanan itu sendiri.
Ternyata, foto ampuh juga ya jadi ladang ide selain pengobat rindu. Semacam lihat foto pacar semasa muda dulu, uhuk!
3. Menonton film dengan genre traveling
Seperti yang saya tulis bagaimana mengusir stress release di masa pandemi, diantaranya dengan menonton film. Hampir dua tahun ini, tak terhitung sudah berapa film yang ditonton. Diantaranya genre tentang traveling.
Maka dari itu saya senang nonton saluran NatGeo (National Geographic). Ada beberapa series yang saya ikuti seperti John Torode (Australia), Gok Wan (Chinese English) dan David Rocco (Canadian). Mereka adalah chef yang ternama di negaranya dan somehow mereka mengemas tema kuliner dengan traveling menjadi satu tontonan yang menarik.
Alasan saya menyukai program mereka karena ketiganya punya kesamaan konsep. Mereka tidak melulu datang ke suatu tempat, icip-icip lalu pergi. Selain berinteraksi dengan penduduk lokal, mereka juga mengulas sejarah kuliner daerah setempat. Ada unsur budaya, sosial, sejarah berikut humanioranya. Something that I like.
Selain drama Korea, saya juga nonton reality show jalan-jalan besutan negeri Ginseng yang dilakoni oleh para aktor. Yang saya sukai dari program variety ini selain konsep liburan yang berbeda, pemilihan destinasinya pun nggak umum.
Ambil contoh konsep liburan ala backpacking dan membebaskan para pesertanya untuk mengatur agenda liburan ditayangkan oleh serial Traveler. Di musim pertama, Traveler menjelajah sejarah dan budaya Kuba. Musim yang kedua, mereka mengetengahkan keindahan Argentina ala backpacker.
Lain halnya dengan seri Trans-Siberia Pathfinders. 5 orang aktor yang wajahnya sering wira-wiri di drama Korea, diminta melakukan perjalanan kereta api terpanjang di dunia dari Vladivostok ke Moskwa. Bagaimana mereka melewati waktu-waktu yang panjang serta membosankan dalam kereta berikut pengalaman menyinggahi beberapa bentang alam luar biasa di Rusia seperti Danau Baikal, Pulau Alhorn dan berbagai kota kecil di sepanjang jalan; bagi saya it's a insightful trip!
Alhasil usai nonton Trans-Siberia. saya jadi terinspirasi untuk trip Trans-Siberia. Seru 'kali ya?
4. Membaca buku dengan tema traveling
Saya pernah updates status dengan menuliskan "Reading to feeding my brain, and traveling to feed my soul." Dan demikianlah adanya. Kalau lama ngga baca buku, buntu pikiran rasanya. Sama halnya jika tak plesiran. Karena sepulang dari traveling biasanya saya merasa happy, banyak ide hasil inspirasi cuci mata sepanjang perjalanan, punya koleksi foto baru dengan view yang berbeda dari biasanya, punya stok bahan cerita yang bisa dibagi entah. Pendek kata; menyenangkan!
Dengan keterbasan yang disebabkan pandemi, persisnya sih jadi ngga leluasa bepergian, maka yowes dicukupkan saja dengan membaca.
Karena hobi membaca dan suka travel, maka genre bacaan sayapun tak jauh dari keduanya. Ada beberapa buku hasil tulisan travel writer yang masuk dalam koleksi.
Selain mendapat pengetahuan baru akan suatu tempat di bagian bumi ini, tulisan mereka mengajarkan saya akan humaniora. Membantu saya membentuk perspektif baru menyesap suatu perjalanan. Tak jarang saya temukan filsafah kehidupan diantara goresan-goresan para penulis itu. What an awesome journey of mind!
5. Menikmati Lingkungan Sekitar
Merehatkan sejenak raga dan pikiran dari rutininas dengan liburan atau traveling sebetulnya hal yang biasa dilakukan sebelum pandemi merebak. Adanya pandemi banyak aktivitas sosial dibatasi demi meredam penyebaran wabah. Kita pun merasa terpasung dengan kegiatan yang sama dari hari ke hari dengan ruang gerak yang tak leluasa lagi.
Toh pada dasarnya manusia perlu bersosialisasi, tak suka dikungkung. Dapat dipahami jika kita sesekali perlu keluar dari rutinitas dengan menikmati lingkungan. Adanya social restriction membuat kita kudu pandai memilah tempat dan kegiatan. Selain jalan pagi keliling perumahan, saya memilih bersepeda untuk menikmati lingkungan sekeliling. Dan tentunya tetap mengikuti prokes ya. Tetap bermasker dan hanya berdua Paksu atau anak-anak.
Rute gowes dan tempat beristirahat pun dipilih yang sepi dan aman. Kalau toh, berhenti di tempat makan, kami akan bergegas pergi begitu orang-orang mulai berdatangan. Tak jarang, jika kelelahan, spontan menepi di sisi jalan, menikmati bekal minum air putih di bawah pohon rindang hehehe.
Semuanya dibawa simpel namun tetap mawas diri.
Selain olah tubuh dengan bersepeda, saya dan Paksu pun bisa dapat pemandangan cantik-cantik seperti foto berikut. Terik matahari dan napas ngos-ngosan terbayar sudah rasanya. Untungnya tinggal di daerah pinggiran Ibukota, untuk menikmati semua itu, gowesnya ngga perlu jauh-jauh. Me happy!
Ngga salah deh kalau bersepeda termasuk dalam kategori olahraga rekreasi!
Having all said, itulah yang kami lakukan dua tahun terakhir ini dalam upaya mengikis kangen traveling yang terpendam karena pandemi covid.
Walau sensasinya memang tak sama dengan traveling, minimal bisa mengobati rasa rindu itu.
Hellow traveling, we miss you....