Keunikan Pulau Lombok
Liburan akhir tahun yang nota bene adalah school break semester ganjil kudu diundur ke awal tahun karena alasan klise; orang tuanya baru dapet ijin cuti after New Year. Alhasil, minta ijin ke pihak sekolah untuk minta “tambahan hari libur” anak-anak ^_^.
Kembali menyusur area Timur Indonesia, kali ini pilihannya jatuh ke Pulau Lombok. Hampir seminggu mengeksplor pulau ini, Lombok ternyata bukan hanya ayam Taliwang dan Kepulauan Gili atau biasa disebut 3 Gili (Gili Trawangan, Gili Menok dan Gili Air) oleh penduduk lokal. Selain tempat eksotis yang baru kami datangi; banyak temuan dan kenalan baru yang kami peroleh dari trip ini. Setiap perjalanan memang selalu punya ceritanya sendiri-sendiri.
Postingan kali ini khusus membahas keunikan Pulau Lombok, yang dijuluki Pulau Seribu Mesjid.
Rumah Kotoran Sapi Suku Sasak
Sekilas selama ini orang mendengar bahwa rumah adat suku Sasak terbuat dari kotoran sapi. Setelah mendengarkan keterangan local tour guidelocal yang notabene juga penduduk asli Suku Sasak, ternyata kotoran sapi dipergunakan sebagai salah satu pendukung dalam proses pembuatan rumah adat mereka. Jadi alas rumah dibuat dari campuran adonan pasir, kelapa dan air. Setelah selesai dibentuk menjadi lantai rumah, untuk melicinkan lantai bangunan mereka menggosoknya dengan kotoran sapi segar.
Jadi inget perkampungan Suku Baduy Banten |
Memang tampak licin dan mengilap namun kalo ingat kotoran sapinya, euww !
Rumah adat ini bisa dilihat di Desa Sade, Lombok Tengah. Dusun Suku Sasak kuno yang terletak persis di pinggir jalan raya ini merupakan salah satu tujuan wisatawan baik lokal maupun luar negeri di mana masyarakatnya masih mencoba untuk mempertahankan keaslian budaya asli Suku Sasak dengan mengabaikan modernisasi.
Begitu datang ke pintu gerbang dusun, kita akan disambut oleh penduduk lokal yang bertugas sebagai tour guide dusun. Upahnya tidak ditentukan, suka rela saja, tapi kalo tidak mau didampingi pun tak mengapa. Uniknya, upahnya tidak langsung diberikan pada si tour guide melainkan dimasukkan ke dalam kotak sumbangang yang diletakkan persis di gerbang dusun.
Gerbang Desa Sasak |
Jika Anda hendak menuju Pantai Kuta Lombok, pastinya akan melewati lokasi dusun yang dihuni oleh sekitar 700 jiwa suku asli Sasak yang mendiami rumah-rumah adat yang masih berdiri kokoh. Selain bertani, mereka menjual hasil karya seperti tenunan dan kerajinan tangan lainnya sebagai sumber penghasilan. Bentuk rumah dan ukuran yang seragam, mendiami lokasi dengan kontur naik turun, adalah pengalaman unik mendatangi desa ini.
Menenun, Syarat Wanita Sasak untuk Menikah
Dahulu, jika di usia sepuluh tahun seorang gadis Suku Sasak belum pandai menenun maka si gadis tidak diperkenankan menikah. Manakala sang gadis piawai menenun sehelai kain, maka wedding permit sudah pasti dalam genggamannya. Sekarang udah gak gitu lagi sih, however menenun jadi sesuatu yang langka. Perlahan, ketrampilan tersebut mayoritas hanya dikuasai oleh generasi yang sudah berumur. Dari dua sentra tenun yang sempat didatangi, terlihat yang nenun udah tuir-tuir. Yang muda-muda lebih banyak yang jadi penjualnya. Sayang ya ?
Padahal, untuk menenun kain panjang dengan panjang 6 meter dan lebar 40cm bermotif sederhana diperlukan waktu satu bulan, bagi level penenun expert. Itu belum termasuk proses pemintalan dan pewarnaan benang. Dari hasil pantauan kemarin, gw simpulkan prosesnya ribet bo !
Walaupun secara tradisi, menenun adalah wajib untuk kaum perempuannya ternyata menenun tidak haram untuk cowok, lho. Bedanya; cewek nenun songket, khusus pria mereka hanya diperkenankan untuk membuat tenun ikat. Alat tenunnya pun beda. Jadi kalo lihat hasil tenun panjang serupa syal, nah, bisa dipastikan itu hasil adalah tenun ikat hasil karya prianya.
Alat pemintal benangnya mungkin setua usianya |
Bahan baku tenun pun tidak terbatas pada katun atau kapas. Ada yang materialnya berbasis serat kayu yang sudah dihaluskan. Sayangnya lupa nanya pohon apa yang seratnya dipakai sebagai bahan baku tenun. Hasilnya tenunan dari serat kayu ini keren lho, sehelai taplak berukuran kira-kira 40cm X 60cm aja dibandrol 500ribu. Alot banget nawarnya, ga boleh kurang. Alasannya, karena bahan bakunya sangat terbatas. Karena harga yang gw tawar ga cucok, akhirnya ga jadi dibeli deh tuh taplak. Hiks.
Culik Dulu, Baru Kawin
Dari 3 pria yang kami kenal selama liburan kemarin; supir mobil sewaa, tour guide ke lokasi air terjun Tiu Kelep dan supir dari hotel semuanya “menculik” calon pengantin wanitanya agar bisa menikah. Hah, culik ?
Suami Ganteng berpose dengan ibu yang memakai baju keseharian Suku Sasak |
Jadi nih, penduduk asli Pulau Lombok tidak mengenal budaya lamaran seperti yang umum kita kenal. Jika si pria ingin meminang pujaan hatinya, maka orang tua si wanita akan ‘mengijinkan’ si pria untuk membawa anaknya. Kalau ga mau kena denda, culik ini harus dilakukan pada malam hari dan tidak boleh ketahuan oleh pihak keluarga wanita. Bila dilakukan siang hari atau ketahuan, maka pihak pria akan dikenakan denda. Besarannya tergantung keinginan pihak keluarga wanita dikalikan jumlah jembatan yang dilewati dari rumah sang wanita ke tempat pria. Eh, buset !
3 Gili; Gili Trawangan, Gili Menok dan Gili Air
Ternyata Gili dalam bahasa Sasak artinya pulau. Jadi kalo udah bilang Gili Trawangan, ga perlu lagi sebut Pulau Gili Trawangan karena artinya jadi pulau-pulau, hehe. Dari ketiga gili, Trawangan yang paling ngehits. Dari segi luas, pulau yang luasnya hampir 7 kali lapangan sepak bola ini memang lebih besar dibandingkan Meno dan Air.
Suasana jalan raya di Gili Trawangan |
The blue is....no comment ! |
Penampakan Cidomo, local transporation |
Keramaian di Central, heart of the island |
Yang unik dari 3 gili ini adalah tidak diperkenankannya kendaraan motor. Jangan harap ada mobil, sepeda motor pun dilempar ke laut ! Alat transportasi yang biasa digunakan adalah cidomo alias dokar. Jumlahnya pun dibatasi, ga lebih dari 30 unit. Jadi kalo Anda berkunjung ke Gili Trawangan –khususnya- pada peak season, siap-siap antri cidomo yang tetiba jadi jual mahal. Kalau gak mau antri, pilihannya antara sewa sepeda atau jalan kaki !
Papan iklan di Central; mulai dari rental surf board, sewa sepeda sampe penginapan super murah |
Dua malam di Gili Trawangan benar-benar memberikan sensasi yang berbeda; ga denger suara kendaraan, ga lihat macet. Bener-bener ga bising. Yang terdengar hanya suara angin, debur ombak dan celoteh orang bicara dengan berbagai bahasa. Ditambah lagi dengan pemandangan pasir putih plus kombinasi biru langit dan birunya air laut, hadeww, ga pengen pulang rasanya !
Sayangnya cuaca bulan Januari kurang mendukung liburan kami yang akhirnya membuat batal rencana island hopping ke Meno dan Air. Dan gagal pula lihat keelokan sunset sang Gili. Padahal pantai Gili Trawangan unik lho. Karena pantainya menghadap ke barat dan timur maka sunrise dan sunset yang bisa dilihat di tempat yang sama. Unik, ‘kan ?
Tapi kekecewaan masih terobati dengan menyempatkan diri untuk keliling pulau dengan sepeda. Udah disebut tadi kalo di pulau ini gak boleh ada kendaraan bermotor. Makanya enak banget buat gowes. Kontur pulau yang relatif datar membuat kaki mengayuh pulau seluas 3Km X 2 Km ini tidak melelahkan, malah asik ! Saya dan Suami Ganteng mengitari pulau dalam waktu kurang dari 2 jam.
Selfie abis gowes |
Acara keliling pulau dengan sepeda makin seru dengan acara dorong-mendorong sepeda dikarenakan ada ruas jalan yang belum diperkeras, masih pasir pantai. “Jalannya ada yang putus”, demikian pemilik sepeda menerangkan ketika kami mengutarakan niat akan keliling pulau dengan sepeda.
Keramaian pulau makin terasa di malam hari. Serasa party ! Khususnya di daerah yang dikenal sebagai Central, this is the heart of the island. Letaknya di sepanjang sisi timur pulau. Kalau suka akan keramaian, silahkan cari penginapan yang berdekatan dengan Central. Tapi jika ingin menyepi, bisa pilih hotel di sebelah utara atau selatan pulau Trawangan.
Pantai nelayan Gili Trawangan |
Di Central ini berdiri jejeran cafe dan bar. Selain Pasar Seni tempat toko menjual cendera mata dan makanan murah, penginapan low cost semisal hostel banyak ditemukan di area ini. Untuk mendukung night life di Gili Trawangan, setiap malam diadakan night party secara bergilir dari bar satu ke bar lainnya. Dan sudah tradisi pula, bertepatan dengan bulan purnama, digelar Fool Moon party from dark to dawn ! Yang satu ini kami lewatkan, selain karena masih ada anggota keluarga yang dibawah umur (hihihi), panggilan kasur hotel terlalu asoy untuk dilewatkan.
Saking terangnya pancaran lampu-lampu bar, cafe serta resto yang berada di sepanjang bibir pantai Gili Trawangan ini, akan terlihat dari pulau Lombok, dengan catatan jika cuaca mendukung. Sepulang dari kawasan Rinjani, kami melintas kawasan Senggigi manakala mentari sudah tergelincir ke Barat. Ketika itu, malam cerah jadi dari kejauhan terlihat untaian terang lampu. Dalam hati saya bertanya, lampu apa itu, lampu dari mana kok ada di tengah laut. Ketika saya tanyakan pada sang pengemudi, rupanya itu lampu dari 3 Gili. Subhanallah.
Pasir Pantai Merica
Sudah pernah ke beberapa pantai di Indonesia tapi baru di Lombok, tepatnya di Tanjung A'an nemu pasir yang bentuknya seperti merica. Bulirnya bulat sempurna namun lembut di kaki, Unik sungguh !
Tugu Damai Antar Umat Beragama
Sebuah bangunan unik menarik perhatian saya dalam perjalanan dari bandara Praya ke arah Kota Mataram. Menurut penjelasan pak Taufik, pengendara mobil sewaan kami, bangunan tersebut dibuat atas prakarsa sang gubernur yang mencerminkan kerukunan umat beragama di Pulau Lombok; yaitu Hindu, Nasrani dan Islam.
Pantes, bentuknya unik begitu. Saya pikir ada gereja tapi kok di tengah bunderan, bagaimana mengaksesnya ? Udah gitu, gereja kok atasnya mirip kubah mesjid ?
Jadi, bagian pertama atau bawah itu diilhami dari puranya umat Hindu. Kemudian, pintu sebagai lambang dari gereja dan bagian atas mengambil bentuk kubah mesjid. Dengan demikian walau pulau yang dikenal juga sebagai pulau dengan seribu mesjid namun tetap menjaga kerukunan kehidupan antar umat beragama.
Oh ya, kenapa disebut pulau dengan seribu mesjid ? Karena memang banyak banget terdapat bangunan mesjid. Sampai ada mesjid yang letaknya berseberangan ! Jangan bayangkan mesjid yang kecil-kecil ya. Karena mayoritas mesjidnya besar dan megah.
Pantai Kuta Lombok
Tidak hanya di Bali, di Lombok juga ada Pantai Kuta. Bedanya di pengucapan. Jika huruf a pada Kuta Bali dilafalkan sebagai e pepet. Maka Kuta Lombok dilafalkan sebagai e taling. Kuta menurut bahasa Sasak berarti di sini.
Masih menurut pak Taufik, si pengendara ramah dan banyak bercerita itu, ada legendanya hingga pantai itu dinamakan Pantai Kuta.
Bagaimana, tertarik berkunjung ke Lombok ?
7 comments
Pemandangan alamnya bagus, rumah dan kerajinan tenunnya juga ciamik
ReplyDeleteTerima kasih reportasenya Jeng
Semoga suatu waktu saya bisa ke sana
Salam hangat dari Surabaya
Sampurasun, Pakde.
DeleteAmin, semoga Pakde diluaskan kesempatannya agar bisa jejakkan kaki di Lombok.
woow, keren mba.
ReplyDeleteKapan ya bisa sampe sana?
Someday you will, mba Yanti.
DeleteInsya Allah ^_^
Udara disana pasti masih segar, berbeda di JOgja yang sudah banyak polusi...
ReplyDeleteIya tuh, sekarang Jogja udah rame, ya...
DeleteGa seperti dulu lagi
Unik juga cara melamar gadis di Lombok ya Mba.......harus ada prosesi menculik calonnya dulu.......baiknya sebelum menculik, survey dulu mana arah jalan yang paling sedikit jumlah jembatannya hahahaha
ReplyDeleteHai ^_^
Terima kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya di blog ini.
Silakan tinggalkan komentar yang baik.
Mohon maaf, komentar anonim maupun yang sifatnya spam, tidak akan dipublikasikan.
Keep reading and Salam !