Bangkok Street Food; Eating Like a Local
"You have to taste a culture to understand it" |
---
Di kalangan traveler dunia, Bangkok adalah surganya makanan pinggir jalan. Tidak hanya dari sisi keragamannya, makanan pinggir jalan atau Bangkok street food, juga dikenal akan rasanya yang menggoyang lidah serta harga yang ramah di kantong.
Maka saat mengunjungi negara Gajah Putih ini beberapa waktu yang lalu, kami pun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk membuktikannya.
Live like a local, eat like a local. Well actually, we were more to eat like a local rather than live like them, hehe! Pardon my Keminggris mode 😎
Maka saat mengunjungi negara Gajah Putih ini beberapa waktu yang lalu, kami pun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk membuktikannya.
Live like a local, eat like a local. Well actually, we were more to eat like a local rather than live like them, hehe! Pardon my Keminggris mode 😎
Beli air mineral di pedagang minuman asongan depan komplek Grand Palace |
Alasan lain milih street food?
Dengan makan di jalanan sudah pasti kita akan berinteraksi dengan orang lokal secara langsung. Menyantap hidangan yang diracik oleh penduduk asli mendekatkan pada akses mencicipi rasa yang lebih otentik.
Singkatnya, ini adalah cara mudah kami sebagai pendatang untuk mengenali karakter suatu masyarakat lewat makanannya. Thus membuat perjalanan ke suatu tempat yang baru menjadi bermakna. Tidak sekedar datang, foto-foto dan bhay!
Bisa jadi ini terdengar idealis. Namun demikianlah adanya. Ada pesan moreal yang ingin kami
-a.k.a orang tua- sampaikan pada anak-anak melalui kegiatan berlabel family trip. Alhamdulillah, setiap perjalanan keluarga yang kami lakoni berkesan di hati. Selalu ada cerita dan pengalaman seusai trip. Pembuktian lain untuk sebuah kata bijak; buy experiences, not things.
Apakah jalan-jalannya saja yang memberikan pengalaman? Urusan makanan juga jadi pengalaman tersendiri. Saat bepergian ke tempat yangtidak minim menerapkan faktor kehalalan makanan, kita dituntut untuk mempunyai kemampuan memilih makanan yang sesuai tanpa menghilangkan hasrat bertualang rasa.
And we did it! We were eating (Bangkok street food) like a local.
Kerang mentah, YAY or NAy?!
It was a YAY!
Satu porsi kerang mentah ditata bersama daun selada air dan kemangi di atas es batu beralaskan stryfoam. Mungkin maksudnya untuk menjaga kesegaran daging kerang yang berwarna putih. Dedaunan ternyata bukan hanya berfungsi estetika sebagai garnish. Tapi memang untuk di-emplok bersama kerang mentah.
Jadi cara makannya begini; ambil daun, tambahkan kerang sebagai isian. Bentuk serupa bungkusan. Lalu cocol dengan aneka rasa dip sauce; asin-manis-pedas-asam. Sllrrpp!
Dengan makan di jalanan sudah pasti kita akan berinteraksi dengan orang lokal secara langsung. Menyantap hidangan yang diracik oleh penduduk asli mendekatkan pada akses mencicipi rasa yang lebih otentik.
Singkatnya, ini adalah cara mudah kami sebagai pendatang untuk mengenali karakter suatu masyarakat lewat makanannya. Thus membuat perjalanan ke suatu tempat yang baru menjadi bermakna. Tidak sekedar datang, foto-foto dan bhay!
Bisa jadi ini terdengar idealis. Namun demikianlah adanya. Ada pesan moreal yang ingin kami
-a.k.a orang tua- sampaikan pada anak-anak melalui kegiatan berlabel family trip. Alhamdulillah, setiap perjalanan keluarga yang kami lakoni berkesan di hati. Selalu ada cerita dan pengalaman seusai trip. Pembuktian lain untuk sebuah kata bijak; buy experiences, not things.
Apakah jalan-jalannya saja yang memberikan pengalaman? Urusan makanan juga jadi pengalaman tersendiri. Saat bepergian ke tempat yang
And we did it! We were eating (Bangkok street food) like a local.
Raw Oyster (Hoi Nang Rom Song Kreun)
Eksplorasi kuliner dimulai di malam pertama kedatangan dengan mencicipi kerang mentah di pusat jajanan malam di Sukhumvit Road yang rupanya tidak jauh dari tempat kami menginap.Kerang mentah, YAY or NAy?!
It was a YAY!
Satu porsi kerang mentah ditata bersama daun selada air dan kemangi di atas es batu beralaskan stryfoam. Mungkin maksudnya untuk menjaga kesegaran daging kerang yang berwarna putih. Dedaunan ternyata bukan hanya berfungsi estetika sebagai garnish. Tapi memang untuk di-emplok bersama kerang mentah.
Jadi cara makannya begini; ambil daun, tambahkan kerang sebagai isian. Bentuk serupa bungkusan. Lalu cocol dengan aneka rasa dip sauce; asin-manis-pedas-asam. Sllrrpp!
Raw Oyster (Hoi Nang Rom Song Kreung) |
Tom Kha
Di tempat yang sama, kamipun mencicipi Tom Kha. Apakah Tom Kha ini masih kerabat Tom & Jerry? jayus 😂Gampangnya, Tom Kha ini adalah Tom Yang Goong. Bedanya, Tom Yam berkuah bening sedang Tom Kha berkuah santan. Miriplah dengan Sayur Asem dan Sayur Lodeh. Isiannya sama, kecuali penggunaan santan (coconut milk) sebagai kuah.
Selain dengan nasi, Tom Kha biasa disajikan dengan bihun rebus.
Malam itu kamipun memesan satu ekor ikan bakar yang langsung ludes.
Potato Spiral Fried
Assorted Fritters |
Untuk gorengan, pilihan jatuh pada kentang goreng yang ternyata jadi favorit. Saking favoritnya, hingga kembali ke Jakarta pun, Si Bungsu berburu Kentang Spiral. Namun acap mencoba, komentarnya selalu sama; "Kok, rasanya ngga seperti yang di Bangkok ya, Mah?"
Satu buah kentang dipotong sedemikian rupa hingga berupa spiral lalu digoreng. Hebatnya, kentang yang hasil akhirnya crispy tersebut, dipotong sedemikian rupa dalam ketebalan yang sama tersambung dari dari awal hingga akhir.
Setelah digoreng, diberi bumbu semacam perasa. Harganya? 10 Baht sahaja.
Aneka Buah Potong
Kenapa memasukkan buah dalam Bangkok Street Food padahal Indonesia pun memiliki banyak jenis buah 'kan?Karena food stall buah adalah salah satu street food yang akan sering dijumpai. Di setiap sentra makanan, food court atau semacamnya, penjual aneka buah pun pasti akan terlihat di sana.
Alasan kedua; karena rasanya. Entah kenapa, buah-buahan di Bangkok ini rasanya lebih juicy. Contoh nih, nanas yang jamaknya berasa asam-asam manis di Jakarta, di sana kok manis segar.
Sebagai penggemar buah-buahan, kesempatan banget jajan buah selama di Bangkok. Harganya murah, potongannya gede-gede dan gak pernah dapetin buah yang "zonk". They all perfect!
Alasan terakhir; dijamin halal 😊
Aneka Buah Potong |
"Cooking and eating in a foreign country may be the surest, truest way to its soul"
Banana Egg Prata or Banana Egg Pancake (Roti Gluay)
Penjual sea food kaki lima yang ramah |
Aneka fresh sea food |
Sama seperti di Jakarta, mereka pun menggelar dagangannya di trotoar. Bedanya, kehadiran si food stall tidak menutupi ruas trotoar sehingga pejalan kaki masih dapat bebas melintas. Gerobak dagangan dan meja diatur memanjang bersisian. Hebatnya lagi, no sampah dan tidak bau. They look clean.
Bisa jadi hal tersebut membuat pengunjung nyaman hingga tak sedikit orang bule -yang setahu saya sangat picky dalam hal makanan (maksudnya makan di pinggir jalan)- berbaur dalam kelompok penikmat Bangkok street food.
Karena mereka hanya menjual makanan saja, minumannya kami beli terpisah di mini market. Dan ini jamak di Bangkok. Jadi jika ingin bertualang rasa di pinggir jalan Bangkok, pastikan bawa minum sendiri. Minimal air mineral. Inget, ngga sedia air teh, ya! 😂
Kho Niao Mamuang or Sticky Mango Rice alias Nasi Ketan Siram Kuah Santan pakai potongan mangga |
(Ki) Daun Kemanginya gede banget! - (Ka) Makanan di atas meja persembahan |
Papaya Salad
Maaf yang ini ngga ada gambarnya karena gak sempet kepotret.
Walaupun sering makan ini di Jakarta, tapi rasanya belum afdol jika belum mencicipi di negeri aslinya.
Maka saya pun membelinya di penjual kaki lima. Cara pembuatannya mengingatkan saya akan tukang rujak bebeg. Bawang merah dipotong-potong. Dikasih jeruk nipis, gula merah, masukin serutan pepaya mengkal. Saat si babang ambil cabe rawit, saya kasih tanda untuk tidak melakukannya. Setelah itu diaduk-aduk, selesai.
Babang Papaya Salad ini, alih-alih pakai gerobak, dia hanya menggunakan pikulan. Tidak menyediakan kursi. Jadi konsepnya take away. Maka pesanan saya pun masuk ke dalam wadah stryfoam kotak. Tidak lupa diberikannya sendok.
Masalah baru dirasakan saat pembayaran karena sama-sama ngga ngerti bahasa. Ngga ada pula papan harga. Si Babang kagak ngarti Inggris. Saya boro-boro paham bahasa setempat kecuali "sawadee kaa". Ciloko! Gimna bayarnya?
Ngga kurang akal, akhirnya saya sodorkan tangan berisi uang logam. Sebagai isyarat agar Si Babang ambil sendiri uangnya sesuai harga dagangannya. Diambilnya 10 Baht. Saya sampe melongo. Ngga salah nih, porsi Papaya Salad segede stryfoam yang biasa dipakai untuk bubur ayam sarapan saya kalo di Jakarta dihargai segitu?
Walau sudah kami santap berempat, tetep ngga habis juga itu Papaya Salad. Jadi takjub dengan porsi di Bangkok yang jumbo-jumbo (menurut saya lho, yaa).
Rasanya? Persis rasa rujak bebeg dengan tingkat keasaman yang lebih nampol!
(Ki) Food Stall pinggir jalan. Bersih no sampah! - (Ka) Kelapa muda mini "ajaib" |
(Ki) McD Sign Board. That's how french fries wrote in Thai's word - (Ka) Nasi Goreng Thai a.k.a. Khao Pad |
Fine Dine-in Farewell Dinner
Setelah mencoba aneka rupa makanan pinggir jalan, nggak ada salah memanjakan diri makan di tempat yang "bener" 😄
Di malam terakhir kami di Bangkok, adik sepupu Pak Suami yang sedang bertugas di Bangkok mengajak kami night sight-seeing ke Asiatique sekalian makan malam di Baan Khanita The River yang femes itu.
Menu yang disediakan terbilang umum seperti Pad Thai, Mango Salad, Tom Yam Goong. Signature dish resto yang menyuguhkan pemandangan cantik malam hari Sungai Chao Praya ini adalah semacam Ikan Malas Kukus (jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia). Ukuran ikannya (lagi-lagi) jumbo dengan daging yang lembut. Saking lembutnya ngga perlu pake kunyah!
Seminggu di Negeri Siam, rasanya perjalanan kuliner kami cukup mewakili. Walau tak semua, alhamdulillah sudah merasakan street food yang disuguhkan menggunakan styrofoam dengan harga yang bersahabat untuk kantong, hingga santap malam yang decent di restoran.
So yeah, the mission accomplished. We had a trip not only about having pictures. But it involved the cuisine and local taste; sweet, sour and spicy mix altogether.
One day you visit Bangkok or Thailand; we hope you also will find those flavor and enjoy as much as we did.
Thān h̄ı̂ xr̀xy na.
Fine dine in at Baan Khanitha by The River, Asiatique The Riverfront |
"If you reject the food, ignore the customs, fear the religion and avoid the people, you might better stay at home"
James Micherer
20 comments
Jadi ngiler kentang spiralnya deh :)
ReplyDeleteEmang enak kok. Beneran!
DeleteSetuju banget bahwa untuk mengenal karakter lokal suatu tempat adalah melalui makanannya. Jajan makanan lokal yang yang dijual penduduk lokal, aksi yang pas untuk mengumpulkan data juga. Dari sana kita tahu bahan-bahan pembuatannya. Setelah itu menurutku adalah pasar tradisional juga tempat yang tepat untuk mengenal karakter lokal
ReplyDeleteToosss, Un! Mingle with local is an unique experience. Tak jarang dapat informasi yang ngga ada di internet. Dan pastinya jadi punya cerita dan pandangan sendiri.
DeleteSalah Satu bagian yang paling aku suka waktu traveling adalah wiskulnya, pingin menjelajah makanan asli suatu negara yg di jajakan mau di pinggir jalan atau di tempat Makan tertentu semacam pujasera. Ya mirip Mbak Ratna lakukan. Asiknya kalau traveling sendiri ya begini ya
ReplyDeleteThe freedom is sooo deliberating. Itulah the joy kalo traveling ga ikut tour.
DeleteWaah asiknyaa.. ini jalan2 ke Thailand sekeluarga ya. Tapi gimana milih makanan yang halal karena di sana mayoritas Budha?
ReplyDeleteDi Bangkok ada area muslim juga kok. Atau pilih makanan yang muslim friendly; pilih buah atau sea food yang disajikan dengan BBQ.
Deletebacanya gue mikir, hebaaaaat. Berani nyoba banyak jenis makanan. Gue kalau ke negara orang picky eater banget. Cari yang aman aja, biasanya buah, seafood, terutama ikan, itu juga yang gak pake dicocol dengan saos yang gue gak tau kandungannya apa hehehe. Payah ya gue hahahah
ReplyDeleteTry, otherwise you never know. Kind of "risk taker", eh?
DeleteItupun udah ada self judgementnya juga, masuk kriteria muslim friendly. Selebihnya bismillah, lillahi ta'ala ^_^
Waduh, bisa hancur ya pooa makan kalau ke Thailand, pasti pengen makan melulu ����
ReplyDeleteHajar, Gaaaan! Enjoy while you can, hehehe
DeleteBener banget, gorengan-gorengan di Bangkok tuh juara! Soalnya porsinya dan harganya memuaskan gitu, potongannya besar-besar (nggak tipis-tipis dan pelit kayak gorengan di mari hahaha). Uniknya, di sana apapun bisa dijadikan snack gorengan, dari makanan laut sampai serangga! Mesti ke Chatuchak untuk cobain semuanya. Bangkok street food terfavorit saya itu mango sticky rice. Kalau makan nggak cukup satu porsi, hehe. Thank you for sharing Mbak!
ReplyDeleteUdah ke Chatuchak juga. And yess, ga cuma belanja barang en belanja mata aja. Di situ pun bisa belanja untuk isi perut hehe
DeleteKalau ke Bangkok emamnag yang boleh dilupakan adlaah list kulinernya.
ReplyDeleteBener mereka suka banget gorengabn, dan street food mereka kebanyakan gorengan dengan rasa yang ulalala enak.
Buah yang ditaruh di plastik selalu bikins aya pingin beli, buahnya kulaitasnya juga Super di thailand
Saya lebih pilih buah-buahannya. Enyaaakkk!!
DeleteAduh... membaca tulisan "ikan malas kukus" langsung berasa lapar. Itu enak banget dan juga banyak dijual di Jakarta. Harganya sih nggak seenak rasanya.
ReplyDeleteIkan malas di Jakarta juga ada. Yg malas pas lihat tagihannya haha
DeleteKalau ada kesempatan traveling ke Bangkok, saya juga kayaknya bakal kulineran. Kuliner Bangkok sepertiya cocok di lidah saya. Apalagi yang citarasanya asam dan pedas
ReplyDeleteEnak kalo menurut aku mah, masih cocok di lidah. Rasanya yang nano-nano malah ngangenin :P
DeleteHai ^_^
Terima kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya di blog ini.
Silakan tinggalkan komentar yang baik.
Mohon maaf, komentar anonim maupun yang sifatnya spam, tidak akan dipublikasikan.
Keep reading and Salam !