Bepergian ke luar negeri ternyata bukan semata persiapan administrasi seperti passport - penginapan - tiket pesawat dan visa [jika diperlukan]; ada hal krusial lain yang perlu disiapkan yaitu mempunyai mata uang negara tujuan. Untuk yang satu ini bisa kita peroleh di bank atau di tempat penukaran uang (money changer).
Sayangnya tidak semua bank dan money changer menyediakan mata uang yang diinginkan. Jika sulit mendapatkan mata uang negara tujuan, solusinya membawa mata uang yang diterima di mana saja. Dan nggak tahu kenapa mata uang tersebut adalah Dolar Amerika. Dalam hati sebenarnya saya pribadi menyimpan tanya; hal apa yang membuat mata uang Negeri Paman Sam itu sebegitu merajanya.
Mulai dari besaran neraca keuangan suatu negara [termasuk negara kita] dan sudah pasti perhitungan hutang luar negeri. Biaya wisata pun termasuk ONH (Ongkos Naik Haji) tak luput dari kondisi tersebut; dinyatakan pula dalam mata uang Amerika.
Hal ini sempat saya alami dalam suatu perjalanan dinas ke Vietnam. Rupanya Vietnam bukan tujuan favorit wisatawan Indonesia. Hal tersebut berdampak pada sulitnya membeli mata uang negara tersebut. Mau tak mau maka Dolar Amerikalah yang masuk dompet untuk ditukar kemudian dengan Vietnamese Dong sesampainya di sana.
Repot?
Buat saya, sangat merepotkan.
Belum lagi bicara selisih; Rupiah membeli US Dollar. Lalu US Dollar tersebut dijadikan Dong Vietnam. Walau bagi sebagian orang, selisih jual-beli penukaran valuta dijadikan sebagai keuntungan bahkan mata pencaharian, perbedaan nilai tukar semacam ini seringnya membuat senewen dibanding lega hati.
Oleh karena itu saat membaca bahwa Pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia bersama-sama dengan Bank Negara Malaysia dan Bank of Thailand sepakat memberlakukan Local Currency Settlement (LCS) Framework sebagai upaya mendorong penggunaan Baht, Ringgit dan Rupiah dalam transaksi perdagangan serta investasi tentunya; menurut saya hal tersebut merupakan suatu upaya menuju #CintaRupiah.
Mengapa?
Karena LCS memungkinkan transaksi dilakukan dalam mata uang masing-masing negara di mana setelmen transaksinya dilakukan di dalam yurisdiksi wilayah negara masing-masing. Transaksi seperti ini pernah saya alami saat mengunjungi Singapura pertengahan tahun kemarin. Saat hendak membayar dengan kartu kredit, sang kasir bertanya apakah saya akan membayar dalam Rupiah atau dengan Dollar Singapore.
Karena belum pernah mengalami hal semacam ini sebelumnya, saya malah balik tanya, "Memangnya bisa seperti itu?" yang dijawab oleh si kasir dengan keterangan nilai pembelanjaan akan tercetak dalam Rupiah sesuai nilai tukar terhadap SGD pada hari itu, jika saya memilih charging dalam Rupiah. Wow, keren!
Setahu saya jika kita berbelanja dengan kartu kredit di luar negeri, maka saat transaksi dilakukan dengan menggunakan local currencies. Konversi dalam nilai Rupiah baru akan diketahui setelah bank yang mengeluarkan kartu menerima tagihan dari merchant.
Nilai yang dibebankan baru akan diketahui oleh pemilik kartu kredit saat menerima lembar tagihan. Adanya interval waktu antara saat belanja dengan saat bank menerima tagihan dari merchant kurang lebihnya akan berbeda mengingat nilai konversi yang fluktuatif. Terlebih Rupiah yang dikenal labil dan masih terseok merangkak naik pasca krisis moneter persisnya krisis tahun 1998. Masih lekat di ingatan banyak orang manakala Rupiah terjun bebas, kala itu nilai Rupiah sempat melemah lima kali lipat terhadap USD.
Para pemegang Dolar Amerika seolah kejatuhan bulan. Berbondong mereka menjual dolarnya dan meraup rupiah. Konon semenjak itu USD menjadi salah satu alat investasi yang dilirik selain logam mulia. USD diminati banyak orang, padahal tindakan semacam itu malah makin menjerumuskan rupiah. Kok begitu? Ya namanya juga mekanisme pasar dimana berlaku Hukum Penawaran dan Permintaan (Supply & Demand). Jumlah barang yang diminati otomatis akan merangkak naik harganya. Mau perlahan mengatakan "sayonara" pada rupiah tercinta?
Pastinya tidak!
Ada banyak cara menyatakan #CintaRupiah dan ini cara saya, dimulai dari hal yang paling utama yaitu kesadaran. Tanpa sebuah rasa yang bernama kesadaran, tak akan pernah tumbuh kembang rasa cinta itu.
#CintaRupiah = Kesadaran Legitimasi Kedaulatan
Setelah menonton video pendek berikut di Youtube saya makin berpikir bahwa setiap lembar uang kertas dan uang koin itu adalah penjelajah nusantara yang sebenarnya. Dalam diamnya, mereka berpindah dari satu tangan ke tangan lainnya. Padahal dibalik heningnya, mereka meriuhkan transaksi perdagangan tidak hanya suatu daerah saja bahkan seluruh nusantara.
Ibarat pejuang, mungkin sebutan pejuang tangguh perlu disematkan pada mereka. Keberadaan mereka menandakan legitimasi kedaulatan Republik ini. Di mana Merah Putih berkibar, disitulah Rupiah semestinya digunakan sebagai alat tukar.
Beribu kilometer ditempuh, menyeberangi lautan, menempuh jalan yang tidak selamanya mulus aspal. Dari kota hingga daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal semuanya tak luput dari jangkauannya. Jika kita ingin bicara pemerataan di Indonesia, salah satunya ditandai dengan mudah tidaknya ditemukan Rupiah.
#CintaRupiah = Kesadaran untuk Apresiasi atas Hasil Kerja Bersama
Film pendek berdurasi dua menit di atas jelas memperlihatkan proses panjang perjalanan mata uang bernama Rupiah. Banyak tahap yang dilalui. Mulai dari konsep desain, kualitas pemilihan bahan, percetakan, packing, hingga distribusi dengan pengawalan ketat.Sadarkah kita jika semuanya memakan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Berapa banyak sumber daya manusia dengan latar belakang keahlian dan keilmuan yang terlibat? Mampukah kita mengatakan terima kasih pada hasil kolaborasi tersebut? Mendatangi mereka satu-persatu?
Maka menjaga setiap lembarnya adalah hal yang paling realistis untuk dilakukan. Mempertahankan bentuk fisiknya agar tetap sempurna sebagaimana saat kita memperolehnya pertama kali.
Sebagai penyuka "uang baru" saya sampai menandai mesin ATM mana saja yang selalu menyediakan uang yang masih bagus. Memilih dompet pun saya sesuaikan agar kondisi uang tetap terjaga kerapihannya.
Bagi pemegang mata uang asing, termasuk traveller pastinya sudah mahfum etika memegang Dolar Amerika. Uang kertas yang dilipat saja alamat si Mr. Washington bakal ditolak money changer atau bank. Ditemukan coretan sedikit, nilai tukarnya jatuh. Apalagi jika kondisinya rusak.
Jika kita bisa patuh untuk tidak merusak mata uang asing lalu mengapa kita tidak dapat menerapkannya pada Rupiah?
Cara lain mengapresiasi karya adalah dengan menjaga originalitas. Maka dengan tidak menduplikasikannya adalah bentuk nyata #cintaRupiah.
Sebetulnya pihak otoritas keuangan sudah melakukan antisipasi; menggunakan bahan yang sulit dipalsukan, memampangkan nomor seri serta memasang benang pengaman pada uang kertas, beberapa contohnya.
Upaya lain adalah dengan mengganti desain uang secara berkala. Pun mengubah bentuk uang dari uang kertas menjadi logam. Sebagaimana yang diterapkan pada pecahan lima ratus Rupiah.
Beberapa waktu yang lalu, kita pernah terbiasa dengan lembaran bernominal 500 Rupiah. Saat ditemukan banyak pemalsuan terhadap nominal tersebut, maka diambil tindakan mengganti bentuknya dari uang kertas menjadi uang logam.
Kebijakan lain yang diterapkan untuk meminimalisir pemalsuan Uang Rupiah adalah dengan menstimulasi pembayaran non-tunai seperti yang diberlakukan pada pengguna jalan toll bebas hambatan.
Pecahan uang logam yang berlaku di Republik Indonesia |
#CintaRupiah = Peduli Rupiah
Bentuk kepedulian yang paling terasa adalah memperlakukan uang logam. Mungkin karena nilainya yang 'tidak signifikan' seringkali si receh ini diabaikan. Padahal tanpa seratus Rupiah pun, nominal seribu tidak akan genap seribu 'kan?Yang biasa saya lakukan adalah mengumpulkan uang-uang logam di tempat khusus dan akan saya gunakan ketika berbelanja. Tidak sekali dua kali saya mengalami dimana uang kembalian diganti dalam bentuk permen. Dengan alasan tidak ada kembalian uang receh. Ironisnya hal tersebut sering terjadi di toko-toko waralaba.
Padahal jelas dikatakan dalam Pasal 25 Ayat 1 UU No. 7 Tahun 2011 menyebutkan
"...bahwa setiap orang dilarang merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara."
Kadang saya berkhayal di mana suatu saat uang logam tidak dipandang sebelah mata. Mencontoh negara tetangga Singapur di mana uang logam sama manfaatnya dengan uang bernominal besar. Tidak hanya untuk bertransaksi, uang logam tersebut masih dapat digunakan untuk membayar biaya komunikasi sambungan internasional di telepon umum koin.
#CintaRupiah = Kesadaran Bhineka Tunggal Ika
Sama seperti sebelumnya, Uang Rupiah tahun emisi 2016 juga menampilkan 12 wajah pahlawan nasional. Di sisi lain, menggambarkan keragaman budaya daerah termasuk wisata alam Indonesia.Bukan tanpa maksud Uang Rupiah didesain sedemikian rupa. Utamanya sebagai pengingat bahwa Indonesia dapat berdiri berdaulat hingga kini atas upaya banyak orang; lintas agama, beda budaya, baik lelaki maupun perempuan.
Indonesia adalah negara yang heterogen. Indonesia tidak hanya lautan, tapi ada sawah, gunung dan ngarai. Indonesia tidak hanya Jawa; ada suku seperti di Maluku, Irian, Sumatera dan Bali. Semuanya bersatu dalam kemajemukan di bawah naungan Merah Putih dengan satu nama, yaitu Indonesia.
Sebagaimana ditegaskan oleh Presiden Jokowi di acara peluncuran Uang Rupiah tahun emisi 2016;
“Setiap lembar Rupiah adalah bukti kemandirian Indonesia, kemandirian ekonomi kita di tengah ekonomi dunia. Dan di dalam setiap lembar Rupiah kita tampilkan gambar pahlawan nasional, tari nusantara, dan pemandangan alam Indonesia sebagai wujud kecintaan budaya dan karakteristik bangsa Indonesia"
Foto dari http://www.infoyunik.com/2015/09/lima-lokasi-wisata-yang-ada-di-mata.html |
Cinta memang perlu pembuktian agar tidak hanya lisan semata, jadi slogan saja. Upaya serta himbauan pemerintah akan #CintaRupiah memang harus mendapat dukungan dari semua elemen. Menghadirkan #CintaRupiah di setiap transaksi adalah konkritnya.
Tulisan ini diikutsertakan dalam
BANK INDONESIA BLOG AND VIDEO COMPETITION
kerja sama
PT. NET MEDIATAMA TELEVISI (NET Media) dan BANK INDONESIA
***
Referensi:
- http://www.infoyunik.com/2015/09/lima-lokasi-wisata-yang-ada-di-mata.html
- http://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/Pages/sp-11122017.aspx
- Wikipedia
- https://www.youtube.com/user/BankIndonesiaChannel/videos
- http://www.infoyunik.com/2015/09/lima-lokasi-wisata-yang-ada-di-mata.html
- http://www.presidenri.go.id/berita-aktual/mencintai-rupiah-berarti-mencintai-kedaulatan.html