Jadi fix, sudah setahun ini kami hidup tanpa ART [Asisten
Rumah Tangga]. Si Mbak yang sudah kerja
hampir 3 tahun itu, mengundurkan diri setelah Lebaran tahun lalu.
And surprisingly, we able to manage so far !
We live normal as we used to be.
Bedanya Cuma ngga ada si Mbak aja.
Dan ternyata it wasn’t horrible as we thought before. Seisi rumah masih makan teratur mengingat
cooking is not my thing ^_^. Masih ada
baju bersih di lemari masing-masing dan rumah masih rapi teratur tidak seperti
kapal pecah. Bisa saja kami mencari ART
baru, namun berdasarkan berbagai pertimbangan, kami memutuskan untuk tidak
melakukannya.
Jadi, apa saja yang sudah kami lakukan hingga survive
sampai hari ini ?
Persiapan mental. Ini penting karena menyangkut sikap dan
mindset. Setelah bertahun-tahun ada yang
melayani, tetiba harus melakukan segala sesuatunya juga bukan hal yang
mudah. Tidak hanya untuk saya selaku
IRT, hal ini berlaku juga untuk seisi rumah.
Termasuk di sini memberikan pengertian kepada anak-anak bahwa situasi di
rumah akan berubah dan membutuhkan partisipasi mereka.
Pembagian tugas. Semua anggota keluarga mendapat tugas tanpa
kecuali, termasuk Suami Ganteng. Mengingat
kesibukan kami lainnya seperti pekerjaan dan anak-anak harus sekolah di pagi
hari –kecuali di hari libur-, maka ada tugas rutin harian dan ada pula tugas
mingguan. Misalnya, mencuci piring
setelah makan malam adalah kewajiban Kaka Cantik. Saya kebagian menyapu rumah tapi mengepel
lantai dilakukan oleh Kaka Cantik.
Membereskan tempat tidur menjadi tanggung jawab masing-masing pemilik
kamar.
Outsourcing. Ngga Cuma kantoran aja lho yang pake sistem
outsourcing atau pengalihan tugas. Rumah
tangga pun perlu menerapkan mekanisme ini.
Outsourcing di rumah kami terbatas pada laundry dan antar jemput
anak. Untuk cuci setrika, kami
menggunakan jasa laundry kiloan. Hanya pakaian
dalam serta pakaian yang membutuhkan perlakuan khusus saja yang kami tangani sendiri. Because everybody knows ‘kan,
betapa makan tenaga dan waktu aktivitas laundry ini. Dari semua pekerjaan rumah, ini juga yang
paling saya hindari. Pengalihan tugas
kedua adalah antar jemput anak ke sekolah termasuk ke tempat les. Alhamdulillah, kami punya tukang ojek yang
bisa diandalkan.
Groceries Day. Atau belanja keperluan dapur, saya jadwalkan
seminggu sekali ke pasar. Pembelanjaan dikalkulasi
berdasarkan kebutuhan memasak satu minggu ke depan. Selain tidak wira-wiri ke pasar, dengan cara
seperti ini, bahan-bahan dapur yang dibeli disesuaikan dengan rencana menu apa
yang akan dihidangkan kemudian.
Manajemen Dapur. Kira-kira demikian saya menyebutnya. Maksudnya sih, begini. Dalam memasak pun saya pakai planning. Tidak lain demi kepraktisan. Contoh, jika menu sarapan pagi yang
diinginkan anak-anak adalah nasi goreng, maka malam ini saya giling bumbunya
agar besok pagi tinggal memasaknya saja.
Urusan bumbu pun tak bisa diabaikan.
Tahu sendirilah, masakan kita itu kaya akan bumbu dan bawang termasuk
the must item dalam ingredients. Pekerjaan
mengupas bawang ini kenyataannya makan waktu juga. Untuk menyiasatinya, saya mengupas sejumlah
tertentu bawang dan disimpan dalam wadah kedap udara. Sewaktu-waktu diperlukan, bawang sudah siap
diiris ^_^
Optimalkan Teknologi. Teknologi di sini tidak sebatas pada
kulkas, rice cooker atau microwave saja.
Alat-alat masak seperti toaster, hand blender dan panci tekan pun
dioptimalkan penggunaannya. Terus terang,
ada beberapa barang yang pemakaiannya saya minimalisir ketika ada ART dengan
pertimbangan handling care. Tidak
jarang, mereka kurang hati-hati dalam menggunakan barang-barang tersebut
walaupun sudah diperingati berkali-kali.
Maka ketika tak ada ART, peralatan tersebut yang berjaya.
Manfaatkan Layanan
Delivery Order. Ada kalanya kami
bosan dengan masakan rumah. Atau ada
jenis makanan yang jika dipersiapkan sendiri, effortnya tidak seimbang dengan
hasilnya. Misalnya saja soto
jeroan. Yang suka makanan ini hanya saya
dan Suami Ganteng. Jika di restoran,
cukup satu porsi untuk kami berdua. Untuk
jenis-jenis makanan tertentu seperti ini, biasanya kami membeli dibandingkan
memasak sendiri di rumah. Karenanya kami
punya database nomor telepon restoran atau tempat makan di mana kami biasa beli.
Dan setelah setahun tanpa layanan ART, saya dan Suami Ganteng
merasakan banyak manfaatnya terutama perubahan sikap pada anak-anak. Mereka jadi mandiri, terbiasa melakukan tugas
rumah. Adanya resistensi di awal atau
masih kerap harus diingatkan, adalah hal wajar.
Justru kehadiran kami sebagai orang tua yang harus
tiada bosan mengingatkan mereka. After all, pekerjaan rumah itu merupakan survivol education untuk anak-anak. Ketika suatu saat mereka harus hidup sendiri, jadi anak kost misalnya, maka mereka sudah dibekali dengan pengetahuan dasar how to cook, how to clean and so and so.
Adek
Ganteng yang tahun ini naik ke kelas 3 SD, sudah pandai membereskan tempat tidurnya sendiri dan cuci piringnya
sehabis makan. Bahkan memasukkan baju ke
lemarinya. Walau tidak serapih seperti
yang saya ajarkan, at least he knows how to do it.
As for me, ketrampilan masak saya lebih baik. I didn’t say my cooking is good, though. But everybody in the house that the tast is
gets better and better. Yippy !
Rumah tanpa ART adalah sebuah pilihan. Jika opsi itu yang diambil maka keberhasilannya
merupakan hasil kerja sama seluruh anggota keluarga.
Picture title from Pexels with personal modification.
Picture title from Pexels with personal modification.
11 comments
Kereeeen :D
ReplyDeleteAku di rumah juga udah nggak pakai ART sejak 3 tahun lalu hehe. Semangaaaat~
Ahhh, dirimu lebih keren, Mak. 3 tahun tanpa ART dengan 2 krucils ^_^
Deleteada enaknya juga sebetulnya tanpa ART. Gak cape hati hehe
ReplyDeleteIyah, itu juga salah satu alasannya, hihihi
Deleteitu pilihan aku juga, sejak nikah aku gak pakai ART sampai sekarang
ReplyDeleteWah, berapa lama tuh, mak Lidya ? Salut.
DeleteTos aah mak.. kiat2mu juga slama ini aku praktekkin. Tambahin boleh ya mak, untuk memasak aku sengaja bikin bumbu dasar putih, merah cukup untuk masak buat seminggu, lalu pas mau masak tinggal sreng2 deh :)
ReplyDeleteTerima kasih juga atas tambahannya, mak Woro. Aku gak keberatan kalo dibikinin bumbu-bumbunya juga tuh ^_^
Deleteaku juag malah sejak anak2 masih umur tiga tahun aku suruh pembantuku pulang , he, he. Dan di rumah aad pembagian kerja setelah anak2 sekolah, aad yang nyapu, ngepel , begitu juag aku dan suami berbagi tugas. Anak2 sekolah dari kecil sudah berani naik angkot sendiri, aku hanya mengajarkan dua kali mereka sudah berani. Masak aku, selalu masak pagi , jadi saat anak2 pulang aku belum pulang kerja untuk makan siang mereka sudah ada tinggal ngangetin saja
ReplyDeleteaku juga tanpa art mbak jadi hanya gantian aja ama suami yang kebetulan kerja sore
ReplyDeleteWah.. Salut dgn ibu2 macam kamu ini mbak, klo skrg aq msh butuh ART tp mmg hrs pny persiapan ya klo sewaktu-waktu ARTnya gada.
ReplyDeleteHai ^_^
Terima kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya di blog ini.
Silakan tinggalkan komentar yang baik.
Mohon maaf, komentar anonim maupun yang sifatnya spam, tidak akan dipublikasikan.
Keep reading and Salam !