Tips Menabung Cermat a’la My Dairy Note’s
Tidak sedikit di antara kita yang punya rekening di bank
tapi rekening tersebut hanya berfungsi sebagai media penerima pembayaran alias
gaji. Dengan anekdot “gajian sepuluh
koma” yang maksudnya setelah tanggal sepuluh, terus koma; rekening tidak
berfungsi sebagai tabungan
seperti asumsi kita sebelumnya. Ketika
saya kecil dulu, punya rekening di bank itu artinya punya tabungan. Termasuk kategori “horang kaya”, kelebihan
duit. Supaya aman, maka kelebihannya
disimpan di bank.
Waktu berlalu masa berganti, situasinya berbeda. Sekarang semua orang hampir bisa dipastikan
punya rekening di bank, secara udah bukan jamannya lagi bayar gaji memakai uang
tunai. Tinggal lihat saldonya, apakah
memang termasuk kategori “horang kaya” tadi (ehm) atau rekening cuma tempat
transfer gajian, titik.
Kompilasi hasil ngobrol dengan teman-teman, saya bisa menyimpulkan
bahwa menabung itu ternyata erat kaitannya dengan kebiasaan seseorang. Karena keinginan menabung itu tidak serta
merta ada di setiap orang. Supaya
mengakar, artinya harus dibiasakan dari semenjak usia belia.
Menabung Membangun Kemandirian
Sedari kecil, orang tua sudah mengajarkan saya untuk menabung. Berawal dari menabung di celengan ayam jago
yang terbuat dari gerabah itu. Menginjak
remaja di usia SMP dan SMA, uang saku diberikan bulanan di luar trasnport. Cukup tidak cukup, uang jajan harus cukup dalam
sebulan.
Di periode ini, otak saya mulai
mikir gimana caranya bisa beli-beli pakai uang sendiri sebab orang tua saya
bukan tipe yang mengiyakan semua permintaan anak-anaknya, terlebih yang
sifatnya untuk gaya-gayaan semata. Dalam
kondisi terjepit, orang suka jadi panjang akal.
Agar uang transport tetap utuh, terkadang saya jalan kaki dari sekolah
ke rumah agar uang transport irit, jadi bisa untuk tambahan uang saku bulanan J
Sedari kecil, orang tua sudah mengajarkan saya untuk menabung. Berawal dari menabung di celengan ayam jago. Menginjak SMP dan SMA, uang saku diberikan bulanan di luar trasnport. Cukup tidak cukup, uang jajan harus cukup dalam
sebulan. Di periode ini, otak saya mulai
mikir gimana caranya bisa beli-beli pakai uang sendiri sebab orang tua saya
bukan tipe yang mengiyakan semua permintaan, terlebih yang
sifatnya untuk gaya-gayaan semata. Dalam
kondisi terjepit, orang suka jadi panjang akal.
Agar uang transport tetap utuh, terkadang saya jalan kaki dari sekolah
ke rumah agar uang transport irit, jadi bisa untuk tambahan uang saku bulanan J
Dan konsep uang saku bulanan berlanjut hingga kuliah. Saat itu uang bulanan sudah termasuk uang
buku dan tetek bengeknya, di luar uang kuliah.
Waktu kuliah saya jadi anak kos, otomatis strategi pengaturan uang makin
bervariasi. Bayar kos, uang makan, uang
buku dll. Ketika sudah bekerja dan
kemudian meneruskan kuliah lagi, subsidi
sudah distop ortu dan semuanya mengandalkan gaji saya semata. Alhasil, begitu gajian, sebagian uangnya langsung
dialihkan ke dalam tabungan yang
berbeda. Kenapa saya bedakan rekeningnya
? Alasannya agar saya “lupa” kalau ada uang lain. Pemisahan rekening dilakukan sebagai tindakan
antisipasi agar uangnya tidak terpakai untuk hal-hal lain.
Jangan Simpan di Satu Keranjang
Pengalaman mengelola uang sendiri dari semenjak remaja
ternyata bermanfaat sekali ketika saya menikah dan berlaku sebagai menteri
keuangan keluarga. Saya yang sebelumnya sudah
terbiasa melakukan perencanaan keuangan termasuk menabung, kali ini harus
melakukannya dalam skala yang lebih kompleks.
Kali ini tidak terpusat pada saya sendiri namun ada anak, suami beserta
kebutuhan-kebutuhannya.
Pada dasarnya agar tahu berapa yang bisa kita tabung, penting
diketahui di awal, berapa besaran kewajiban yang harus dikeluarkan. Jadi yang saya lakukan secara garis
besarnya sebagai berikut.
Identifikasi dulu pengeluaran rutin. Contoh pengeluaran rutin seperti seperti belanja bulanan, tagihan
listrik, dan air. Jika ada cicilan, saya masukkan juga dalam kelompok ini. Juga zakat pendapatan. Uang saku anak-anak juga ada dalam anggaran
rutin ini.
Setelah mengetahui jumlah yang dapat kita tabung baru dialokasikan
sesuai keperluan tabungan. Di sini saya bedakan medianya; ada yang
berupa rekening tabungan dan ada
pula yang berupa celengan.
Celengan Qurban. Setiap
bulan rutin kami isi. Tujuannya jika
tiba Hari Raya Qurban, uangnya sudah tersedia.
Jika harga hewan yang kami beli masih lebih tinggi dari hasil tabungan, uang yang perlu kami
tambahkan tidaklah terlalu banyak.
Selesai Qurban, celengan baru pun kami siapkan lagi untuk tahun berikutnya. Alhamdulillah, hal ini sudah berjalan selama enam
tahun, semoga untuk seterusnya.
Celengan Koin. Selain
celengan Qurban, saya juga menyediakan celengan koin. Semua koin hasil kembalian belanja dimasukkan
ke sana. Saya juga heran, kenapa si
receh ini nyaris dianggap tidak berharga di negeri ini, bahkan oleh pengemis
sekalipun. Padahal kalau si receh ini
dikumpulkan, tetep bisa dibelanjakan juga ‘kan ?
Tampilan www.cermati.com |
Tabungan Tidak
Boleh Diutak-utik. Ini istilah
saya aja, untuk dana yang ditempatkan di rekening khusus. Dana di rekening ini peruntukkan untuk kondisi
emergency. Namun jika masih bisa
ditangani oleh rekenening operasional, dana yang ada di tabungan ini tidak dipakai. Belakangan jika jumlahnya sudah memungkinkan,
ada bagian yang kami investasikan ke bentuk yang lebih menguntukkan dibandingkan
jika disimpan dalam bentuk tabungan. Tanpa kami sadari, saya dan suami jadi belajar
menabung untuk berinvestasi. Ingat
dengan kata-kata bijak Tionghoa, jangan menaruh telur di satu keranjang, yes ? Agar jika keranjangnya jatuh, telurnya tidak
pecah semua.
Rekening Operasional. Merupakan rekening yang trafiknya paling panjang karena arus
dana yang masuk dan keluar terpusat di sini.
Menabung juga membuat saya cashless alias tidak pegang uang tunai. Saya hanya menaruh uang secukupnya di
dompet. Jumlahnya cukup untuk
operasional seminggu yang meliputi uang bensin dan makan siang. Saya juga manfaatkan fasilitas debit dari
bank yang saya pakai. Kenapa ? Karena saya meminimalkan berhutang. Kartu kredit hanya dipakai insidentil saja,
selama bisa tunai, saya upayakan untuk tunai.
Weh, rekening tabungannya
lebih dari satu ? Apakah di bank yang
sama atau berbeda ? Kalau saya, Tabungan Operasional dan Tabungan yang tidak boleh diganggu
dibedakan. Pertimbangannya begini. Sekarang
ini satu ATM bisa mengakses ke semua akun yang kita miliki di bank yang
sama. Selain karena faktor keamanan jika
kartu ATM hilang misalnya, balik lagi ke filosofi jangan simpan telur di satu
keranjang tadi.
Lalu bagaimana menetapkan bank yang dipilih ? Sekarang ada Cermati.com yang mengulas produk perbankan dan
keuangan Indonesia. Selain produk-produk
perbankan, tersedia artikel terkait keuangan.
Nah, berdasarkan info tersebut, kita tetapkan bank mana yang mau kita
gunakan. Khusus untuk tabungan anak-anak, saya pilih yang
mempunyai produk tabungan anak
dengan sistem joint account. Maksudnya joint
account, pengambilan dalam jumlah tertentu harus mendapatkan persetujuan dari
orang tua. Jadi walau ATM dipegang oleh
si anak, namun orang tua tetap dapat mengawasi aktivtas rekening tersebut.
Membiasakan Anak Menabung
Hikmah dari semua itu baru di kemudian hari saya rasakan dan
saya pahami. Walau sebetulnya ketika
itu kondisi keuangan orang tua memungkinkan, namun mereka ingin membangun
kesadaran diri agar anak-anaknya tidak menggampangkan. Teladan yang kini saya terapkan pada
anak-anak. Sekarang masing-masing anak
mempunyai tabungan. Namun mereka harus mengisi tabungannya sendiri ? Caranya seperti ini.
Untuk yang remaja, saya sudah terapkan uang saku
bulanan. Sama seperti saya dulu, cukup
tidak cukup harus cukup ^_^. Uang
sakunya meliputi biaya transport, uang jajan termasuk biaya pulsa. Jika si anak menginginkan hal-hal di luar
keperluan sekolah atau keperluan mendasar, maka dia harus mengupayakannya
sendiri. Mau tidak mau, hal tersebut
mengajarkan anak untuk berhemat. Hasilnya
? Dia dapat membeli handphone idamannya
hasil menabung.
Beda lagi dengan yang kecil.
Uang saku diberikan harian dengan catatan tidak boleh dihabiskan
semuanya. Setiap hari, si kecil harus
memberikan laporan uang tersebut dipakai untuk membeli apa seharga berapa. Sisanya masuk celengan. Setelah celengan penuh, baru hasilnya
disetorkan ke bank.
Dengan menabung, seseorang jadi berhemat itu sudah
pasti. Menabung melatih pola pikir untuk
merencanakan hal-hal yang kita inginkan dan membuat prioritas hal mana yang
harus didahulukan. Menabung juga melatih
kesabaran dan mengajarkan bahwa dalam mencapai sesuatu harus ada prosesnya,
tidak ada yang instan. Karena menabung
bukanlah tentang materi semata.
"Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Share Tips Menabungmu bersama Blog Emak Gaoel dan Cermati"
9 comments
Saya juga punya tabungan celengan, mbak :D
ReplyDeleteCelengan is the best, Mel
DeleteAku termasuk orang yg masih pake celengan buat nabung hahaha
ReplyDeleteCelengan itu termasuk everlasting item, Put
Deletesaya masih pake celengan buat nabung mbak :D
ReplyDeleteCelengan emang gak ada matinye, mbak ! ^^
Deletecelengan membantu banget kalau keabisan duit, hihi buat dikorek2 *dijitak mba ratna
ReplyDeleteTerimkasih infonya. Jangan lupa kunjungi website kami http://bit.ly/2OZLaHI
ReplyDeletewah thanks banget nih artikelnya sangat membantu buat referensi saya..
ReplyDeleteNah ini saya pengin sharing artikel yang membantu mengubah hidup saya juga, silahkan di baca dan resapi :
Menabung di peer to peer lending
Hai ^_^
Terima kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya di blog ini.
Silakan tinggalkan komentar yang baik.
Mohon maaf, komentar anonim maupun yang sifatnya spam, tidak akan dipublikasikan.
Keep reading and Salam !