Melakoni rutinitas dalam kurun waktu tertentu, entah sebagai orang kantoran, ibu rumah tangga, pekerja lepasan bahkan pelajar pun; akan berujung pada satu titik yaitu jenuh. Yang membedakan adalah "how we deal" dengan kejenuhan tersebut. Tiap orang punya cara masing-masing.
Selain nonton film atau membaca buku, travelling adalah salah satu kiat saya membunuh jenuh. Namun pilihan terakhir ini agak sulit dilakukan sering-sering. Mengapa travelling? Karena travelling dapat jadi ajang memuaskan hobi lainnya yaitu motret. Selain "oleh-oleh" baju kotor, banyak gambar hasil perburuan selama travel yang memenuhi memory card saat kembali ke rumah. Buat apa foto sebanyak itu? A lot of things I could do with those picts. Selain sebagai dokumentasi keluarga, dapat dipakai untuk menunnjang konten blog dan tentunya untuk dipajang di Instagram #udah follow saya belon? 😄
Sayangnya travelling ini selain faktor waktu yang terbatas -maklum masih orang gajian dengan jatah cuti yang terbatas 😋- biaya menjadi pertimbangan yang paling memberatkan. Ngga mungkin juga 'kan saya travelling sendirian walaupun sebenarnya saya tidak bermasalah melakukan solo traveling namun ada pasangan dan anak-anak yang perlu "dipikirkan" hahaha.
Walau ada keterbatasan; jangan dijadikan sebagai penghalang keinginan travelling. "Sempit" rasanya mendefinisikan jika jalan-jalan "hanya" berupa perjalanan keluar negeri kota. Berkeliling kota di tempat kita berdomisili, mengunjungi spot-spot yang menarik ternyata sudah berhasil mendatangkan excitement tersendiri bahkan ide.
Dan untuk Kota Bogor, rasanya tiada tempat yang lebih menarik dibanding Jalan Surya Kencana.
Menurut sejarahnya, ruas jalan ini merupakan sentra niaga sekaligus sebagai pecinan oleh pemerintah kolonial Belanda. Walaupun wilayah tersebut kini tak lagi dimonopoli oleh etnis Cina namun keberadaan Vihara Dhanagun sebagai "kepala naga" yang bersebelah dengan Pasar Bogor yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi pusat kegiatan perayaan Imlek, masih mengukuhkan trade mark nya sebagai kawasan pecinan. Mungkin karena alasan itu Pemerintah Kota Bogor mengukuhkannya sebagai Kawasan Heritage di tahun 2016 yang lalu.
Baca juga Telisik Imlek di Pecinan Bogor
Baca juga Telisik Imlek di Pecinan Bogor
Dari pengamatan jalan-jalan ini, keramaian Jalan Surya Kencana ini hanya terpusat di beberapa titik. Yang pertama di depan Pasar Bogor. Makin ke tengah -atau mengarah ke selatan- tingkat keramaian menurun bahkan bisa dibilang sepi, terlihat dari rumah-toko yang tutup. Geliat kesibukan baru terlihat kembali menjelang Gang Aut. Menurut saya justru di sinilah sentra kuliner Jalan Surya Kencana berada.
Hanya kuliner sajakah yang bisa kita dapatkan di Jl. Surya Kencana?
Ternyata banyak hal menarik lho yang saya dan Rani (iya, saya ditemani blogger pemilik www.tukangulin.com) temukan saat menyusuri ruas jalan yang membentang sepanjang 2.8 km dan masih menjadi pusat Kota Bogor ini.
Ternyata banyak hal menarik lho yang saya dan Rani (iya, saya ditemani blogger pemilik www.tukangulin.com) temukan saat menyusuri ruas jalan yang membentang sepanjang 2.8 km dan masih menjadi pusat Kota Bogor ini.
Sentra Kuliner
Heritage
Ternyata Jalan Suryakencana adalah sebuah ruas jalan tua yang merupakan bagian dari De Grote Postweg yang dibangun sekira 1808 atas perintah Gubernur Jenderal Daendels. De Grote Postweg memasuki Buitenzorg—nama lama Bogor—dari jalan yang kini jadi Jalan Ahmad Yani, berlanjut hingga Jalan Jenderal Sudirman, membelok ke Jalan Juanda, bersambung ke Suryakencana hingga ke Ciawi.
Dapat dikatakan jalan ini adalah denyut nadi Kota Bogor dari semenjak jaman Prabu Siliwangi hingga kini. Dari literatur sejarah, hari jadi Bogor merupakan tanggal ditasbihkannya Sang Prabu menjadi raja yang diperkirakan jatuh pada tanggal 3 Juni 1482.
Dalam hati menyayangkan. Sebagai penyuka bangunan-bangunan lama, saya kurang setuju dengan tindakan merubuhkan gedung-gedung tua. Dibandingkan dengan negara-negara lain yang berhasil menjaga peninggalan historisnya seperti kawasan heritage Geylang atau Chinatown di Singapore, Indonesia bisa dibilang jauh ketinggalan. Mereka sukses merawat bahkan dapat mengemasnya menjadi komoditi wisata. Saking dikenal oleh mancanegara, Bukit Pasoh Road di Chinatown bahkan masuk dalam scene film The Crazy Rich Asian!
Coffee Shops
Rupanya ruas Surya Kencana tidak melulu menyuguhkan kuliner tradisional Bogor. iGeliat gerai kopi lokal juga merasuki wilayah ini. Saya hitung ada 3 coffee shops kekinian yang bisa saya temukan; Cyrano, Fanaticoffee dan Kopi Lalu. Kecuali Kopi Lalu yang hanya menyediakan kopi saja di ruang yang tidak terlalu besar, dua lainnya berkonsep resto & coffee shop. Sudah banyak reviewnya di dunia maya, silahkan digoogling.
Dari semuanya, kami sempatkan menghalau dahaga sekaligus lelah di Kopi Lalu. Letaknya pas di perempatan Gang Aut, titik di mana saya dan Rani sepakat menyudahi jalan kaki kami siang itu.
Foto Kanan: Pencitraan Rani masuk ke Cyrano yang sebetulnya masih tutup |
Hotel
The only hotel besar di kawasan ini. Letaknya kira-kira di tengah ruas Jalan Surya Kencana. Letaknya menjorok ke dalam, memberikan arena parkir yang cukup luas di halaman depan serta menjanjikan kenyamanan bagi tamu hotel karena tidak persis di sisi jalan.
Selain berada di muara kuliner khas Bogor, 101 Hotel juga menyuguhkan akses penuh pada kerlip lampu city view Bogor di malam hari.
Mural
Semacam hidden gems nemu mural di tengah Kota Bogor. Belum seartistik mural-mural ketjeh di Melaka atau Haji Lane siyy, namun lumayanlah.
Urban mural ini kami temukan di bagian tengah ruas Jalan Surya Kencana tak jauh dari Hotel 101. Seperti yang saya jelaskan di atas, di area ini tidak seriuh dekat Pasar Bogor maupun Gang Aut. Banyak rumah toko yang tutup menjadikan bagian ini lebih sepi. Diantara rumah-rumah toko dan gang-gang kecil itulah ada bagian pintu atau dinding yang dijadikan kanvas mural.
Mural di gang kecil |
Mural di pintu toko |
Penyusuran yang kami mulai sekitar pukul 8 pagi berakhir menjelang waktu makan siang. Ruas Surya Kencana yang panjangnya kira-kira 3Km kami tapaki dengan santai penuh obrolan "berbobot" diseling curhat.
Jalan-jalan tipis ini ternyata ampuh menghilangkan jenuh atas rutinitas. Selain puas hati ber-quality time dengan salah satu kawan blogger yang walau satu kota jarang bersua, saya pulang dengan memory card berisi foto-foto baru dan punya ide untuk nulis blog post (lagi) seperti yang sedang Readers baca ini! 😉