My Dairy Note's

Life Style & Family Blog Indonesia

    • Home
    • About
    • Disclosure
    • Life Style
      • Books & Movie
      • Travel
      • Culinary
      • Fotografi
    • Women in Tech
      • Blogging
      • Techno
    • Midlife Series
      • Family
      • Wellness
    • Career & Project Management
      • Project Management
"You have to taste a culture to understand it"

---

Di kalangan traveler dunia, Bangkok adalah surganya makanan pinggir jalan.  Tidak hanya dari sisi keragamannya, makanan pinggir jalan atau Bangkok street food, juga dikenal akan rasanya yang menggoyang lidah serta harga yang ramah di kantong.

Maka saat mengunjungi negara Gajah Putih ini beberapa waktu yang lalu, kami pun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk membuktikannya.

Live like a local, eat like a local.  Well actually, we were more to eat like a local rather than live like them, hehe!  Pardon my Keminggris mode 😎

Beli air mineral di pedagang minuman asongan depan komplek Grand Palace


Alasan lain milih street food?

Dengan makan di jalanan sudah pasti kita akan berinteraksi dengan orang lokal secara langsung.  Menyantap hidangan yang diracik oleh penduduk asli mendekatkan pada akses mencicipi rasa yang lebih otentik.

Singkatnya, ini adalah cara mudah kami sebagai pendatang untuk mengenali karakter suatu masyarakat lewat makanannya. Thus membuat perjalanan ke suatu tempat yang baru menjadi bermakna.  Tidak sekedar datang, foto-foto dan bhay!  

Bisa jadi ini terdengar idealis.  Namun demikianlah adanya.  Ada pesan moreal yang ingin kami 
-a.k.a orang tua- sampaikan pada anak-anak melalui kegiatan berlabel family trip.  Alhamdulillah, setiap perjalanan keluarga yang kami lakoni berkesan di hati.  Selalu ada cerita dan pengalaman seusai trip.  Pembuktian lain untuk sebuah kata bijak; buy experiences, not things.

Apakah jalan-jalannya saja yang memberikan pengalaman?  Urusan makanan juga jadi pengalaman tersendiri.  Saat bepergian ke tempat yang tidak minim menerapkan faktor kehalalan makanan, kita dituntut untuk mempunyai kemampuan memilih makanan yang sesuai tanpa menghilangkan hasrat bertualang rasa.  

And we did it!  We were eating (Bangkok street food) like a local.


Raw Oyster (Hoi Nang Rom Song Kreun)

Eksplorasi kuliner dimulai di malam pertama kedatangan dengan mencicipi kerang mentah di pusat jajanan malam di Sukhumvit Road yang rupanya tidak jauh dari tempat kami menginap.

Kerang mentah, YAY or NAy?!

It was a YAY!

Satu porsi kerang mentah ditata bersama daun selada air dan kemangi di atas es batu beralaskan stryfoam.  Mungkin maksudnya untuk menjaga kesegaran daging kerang yang berwarna putih.  Dedaunan ternyata bukan hanya berfungsi estetika sebagai garnish.  Tapi memang untuk di-emplok bersama kerang mentah.  

Jadi cara makannya begini; ambil daun, tambahkan kerang sebagai isian.  Bentuk serupa bungkusan.  Lalu cocol dengan aneka rasa dip sauce; asin-manis-pedas-asam.  Sllrrpp!
Raw Oyster (Hoi Nang Rom Song Kreung)

Tom Kha

Di tempat yang sama, kamipun mencicipi Tom Kha.  Apakah Tom Kha ini masih kerabat Tom & Jerry? jayus 😂

Gampangnya, Tom Kha ini adalah Tom Yang Goong.  Bedanya, Tom Yam berkuah bening sedang Tom Kha berkuah santan.  Miriplah dengan Sayur Asem dan Sayur Lodeh.  Isiannya sama, kecuali penggunaan santan (coconut milk) sebagai kuah.

Selain dengan nasi, Tom Kha biasa disajikan dengan bihun rebus.

Malam itu kamipun memesan satu ekor ikan bakar yang langsung ludes.

Potato Spiral Fried


Assorted Fritters
Rupanya masyarakat Thailand seneng gorengan juga, lho.  Terlihat dari food stall kaki lima yang menjajakan aneka jenis gorengan.  Mulai dari kentang, lumpia, pangsit goreng; sea food seperti udang, fish ball, hingga sosis.  Walaupun kami penyuka sosis (and they looked tempting), mengingat ngga ada keterangan yang meyakinkan keraguan maka sosis pun "skip" dari daftar wajib coba.

Untuk gorengan, pilihan jatuh pada kentang goreng yang ternyata jadi favorit.  Saking favoritnya, hingga kembali ke Jakarta pun, Si Bungsu berburu Kentang Spiral.  Namun acap mencoba, komentarnya selalu sama; "Kok, rasanya ngga seperti yang di Bangkok ya, Mah?"

Satu buah kentang dipotong sedemikian rupa hingga berupa spiral lalu digoreng.  Hebatnya, kentang yang hasil akhirnya crispy tersebut, dipotong sedemikian rupa dalam ketebalan yang sama tersambung dari dari awal hingga akhir.

Setelah digoreng, diberi bumbu semacam perasa.  Harganya? 10 Baht sahaja.

Aneka Buah Potong

Kenapa memasukkan buah dalam Bangkok Street Food padahal Indonesia pun memiliki banyak jenis buah 'kan?

Karena food stall buah adalah salah satu street food yang akan sering dijumpai.  Di setiap sentra makanan, food court atau semacamnya, penjual aneka buah pun pasti akan terlihat di sana.



Alasan kedua; karena rasanya.  Entah kenapa, buah-buahan di Bangkok ini rasanya lebih juicy.  Contoh nih, nanas yang jamaknya berasa asam-asam manis di Jakarta, di sana kok manis segar.

Sebagai penggemar buah-buahan, kesempatan banget jajan buah selama di Bangkok.  Harganya murah, potongannya gede-gede dan gak pernah dapetin buah yang "zonk".  They all perfect!

Alasan terakhir; dijamin halal 😊

Aneka Buah Potong

"Cooking and eating in a foreign country may be the surest, truest way to its soul"


Banana Egg Prata or Banana Egg Pancake (Roti Gluay)

Foto dulu dengan penjual Banana Egg Prata



Penjual kaki lima ini kami temui sepulang makan malam di Sukhumvit Road.  Gerobaknya yang sepi pengunjung dan penampilannya yang berbeda dibanding orang-orang Bangkok pada umumnyalah yang mendorong kami mendekatinya malam itu.  Saat kami menyapanya dengan salam universal Islami, senyumnya lebar menyambut.  Terlebih saat melihat hijab saya.

Dengan keterbatasan bahasa kami coba berkomunikasi.  Rupanya dia berasal dari daerah perbatasan Thailand - Malaysia.  "Borneo", ujarnya seraya menuding dirinya.  Lalu jari telunjuknya diarahkan pada Suami, maksudnya bertanya dari mana kami berasal.  Kami tak bertukar nama, hanya bertukar cerita dari mana kami berasal.  Terpatah dia mengungkapkan rasa senangnya bertemu kami.

Berkat dia, kami merasakan enaknya martabak kulit tipis berisi potongan pisang matang ditaburi keju dan susu.  Dudulnya, kami makan sesuatu tanpa tahu namanya!  😂

Sepulangnya dari Bangkok, saya penasaran googling untuk cari tahu apa makanan tersebut.  Cara Bapak itu menyiapkan kulit prata mengingatkan saya akan tukang martabak telor di Jakarta.  Jadi nggak salah 'kan jika feeling saya mengatakan "martabak isi pisang" itu bukan makanan asli Thailand? 

Rasa penasaran saya terbayar.  Ternyata memang bukan origin Thailand, namun mampu merasuk cita rasa penduduk lokal hingga akhirnya Roti Gluay didapuk menjadi must try Bangkok Street Food.


Sea Food

Semacam kebiasaan tak tertulis jika bepergian ke tempat yang rawan akan "halal" maka opsinya antara makanan vegetarian atau sea food.  Kriteria yang sama saat memutuskan untuk mencoba penjaja kaki lima di salah satu ruas Jalan Sukhumvit.

Ada banyak penjual kaki lima maupun restoran yang dipenuhi pengunjung; baik lokal maupun orang asing (baca: bule) yang kami lalui sebelum akhirnya berhenti di salah satu food stall.  This one serve sea food only and they all look fresh.  Mereka juga menyediakan aneka sayuran yang dibentuk seperti sate dalam ukuran yang relatif jumbo, menurut saya.

Yang dimaksud dengan sate sayuran ini adalah campuran antara paprika merah-hijau-kuning, tomat, dan bawang bombay.  Cara memasaknya dengan dipanggang.  Ada lagi sate jamur.  Ukuran jamurnya pun besar-besar.  Malam itu saya memilih udang bakar dan jamur bakar plus nasi putih.  Sepiring Pad Thai untuk Si Sulung dan Khao Pad kegemaran Si Bungsu.  Suami?  Dia pilih ikan bakar.

Dan ternyata, jamur bakarnya enak lho.  Saya sampai nambah lagi hehe.

Penjual sea food kaki lima yang ramah

Aneka fresh sea food

Sama seperti di Jakarta, mereka pun menggelar dagangannya di trotoar.  Bedanya, kehadiran si food stall tidak menutupi ruas trotoar sehingga pejalan kaki masih dapat bebas melintas.  Gerobak dagangan dan meja diatur memanjang bersisian.  Hebatnya lagi, no sampah dan tidak bau.  They look clean.

Bisa jadi hal tersebut membuat pengunjung nyaman hingga tak sedikit orang bule -yang setahu saya sangat picky dalam hal makanan (maksudnya makan di pinggir jalan)- berbaur dalam kelompok penikmat Bangkok street food.

Karena mereka hanya menjual makanan saja, minumannya kami beli terpisah di mini market.  Dan ini jamak di Bangkok.  Jadi jika ingin bertualang rasa di pinggir jalan Bangkok, pastikan bawa minum sendiri.  Minimal air mineral.  Inget, ngga sedia air teh, ya!  😂

Kho Niao Mamuang or Sticky Mango Rice alias Nasi Ketan Siram Kuah Santan pakai potongan mangga




(Ki) Daun Kemanginya gede banget! - (Ka) Makanan di atas meja persembahan

Papaya Salad

Maaf yang ini ngga ada gambarnya karena gak sempet kepotret.

Walaupun sering makan ini di Jakarta, tapi rasanya belum afdol jika belum mencicipi di negeri aslinya.

Maka saya pun membelinya di penjual kaki lima.  Cara pembuatannya mengingatkan saya akan tukang rujak bebeg.  Bawang merah dipotong-potong.  Dikasih jeruk nipis, gula merah, masukin serutan pepaya mengkal.  Saat si babang ambil cabe rawit, saya kasih tanda untuk tidak melakukannya.  Setelah itu diaduk-aduk, selesai.

Babang Papaya Salad ini, alih-alih pakai gerobak, dia hanya menggunakan pikulan.  Tidak menyediakan kursi.  Jadi konsepnya take away. Maka pesanan saya pun masuk ke dalam wadah stryfoam kotak.  Tidak lupa diberikannya sendok.

Masalah baru dirasakan saat pembayaran karena sama-sama ngga ngerti bahasa.  Ngga ada pula papan harga.  Si Babang kagak ngarti Inggris.  Saya boro-boro paham bahasa setempat kecuali "sawadee kaa".  Ciloko!  Gimna bayarnya?

Ngga kurang akal, akhirnya saya sodorkan tangan berisi uang logam.  Sebagai isyarat agar Si Babang ambil sendiri uangnya sesuai harga dagangannya.  Diambilnya 10 Baht.  Saya sampe melongo.  Ngga salah nih, porsi Papaya Salad segede stryfoam yang biasa dipakai untuk bubur ayam sarapan saya kalo di Jakarta dihargai segitu?

Walau sudah kami santap berempat, tetep ngga habis juga itu Papaya Salad.  Jadi takjub dengan porsi di Bangkok yang jumbo-jumbo (menurut saya lho, yaa).

Rasanya?  Persis rasa rujak bebeg dengan tingkat keasaman yang lebih nampol!


(Ki) Food Stall pinggir jalan.  Bersih no sampah! - (Ka) Kelapa muda mini "ajaib"

(Ki) McD Sign Board.  That's how french fries wrote in Thai's word - (Ka) Nasi Goreng Thai a.k.a. Khao Pad

Fine Dine-in Farewell Dinner

Setelah mencoba aneka rupa makanan pinggir jalan, nggak ada salah memanjakan diri makan di tempat yang "bener" 😄

Di malam terakhir kami di Bangkok, adik sepupu Pak Suami yang sedang bertugas di Bangkok mengajak kami night sight-seeing ke Asiatique sekalian makan malam di Baan Khanita The River yang femes itu.

Menu yang disediakan terbilang umum seperti Pad Thai, Mango Salad, Tom Yam Goong.  Signature dish resto yang menyuguhkan pemandangan cantik malam hari Sungai Chao Praya ini adalah semacam Ikan Malas Kukus (jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia).   Ukuran ikannya (lagi-lagi) jumbo dengan daging yang lembut.  Saking lembutnya ngga perlu pake kunyah!

Seminggu di Negeri Siam, rasanya perjalanan kuliner kami cukup mewakili.  Walau tak semua, alhamdulillah sudah merasakan street food yang disuguhkan menggunakan styrofoam dengan harga yang bersahabat untuk kantong, hingga santap malam yang decent di restoran.

So yeah, the mission accomplished.  We had a trip not only about having pictures.  But it involved the cuisine and local taste; sweet, sour and spicy mix altogether.  

One day you visit Bangkok or Thailand; we hope you also will find those flavor and enjoy as much as we did.  

Thān h̄ı̂ xr̀xy na.

Fine dine in at Baan Khanitha by The River, Asiatique The Riverfront 

"If you reject the food, ignore the customs, fear the religion and avoid the people, you might better stay at home" 
James Micherer

Share
Tweet
Pin
Share
20 comments

Adalah si Bika Banana, tonggak kali pertama berkenalan dengan produk Talubi Bika.  Dilanjutkan dengan cheese cake dalam balutan New York Style PREMIUM Banana Cheese Cake , 
dimana sebelumnya sempat goyang lidah lewat Bika Talubi Pillsbury Banana Cake.  

Selesai hingga di situ?  Ternyata belum.

Masih mengusung kuliner berbahan lokal, Talubi Bika Bogor juga menyodorkan opsi lain mengonsumsi ketan hitam dan talas ubi.  Kedua bahan tersebut diolah menjadi Boston Brownie.  Ada dua varian yang ditawarkan; original dan rasa pandan.


Brownies Kukus Ketan Hitam Talas Bika Talubi Bogor
Brownies Kukus Ketan Hitam Talas varian rasa Pandan

Sensasi dimulai semenjak unboxing kemasan dimana aroma si Boston Brownie menyapa indera penciuman terlebih dahulu.  Disusul dengan komposisi indah memanjakan mata antara kontras warna hitam dari ketan hitam sebagai alas kue, kombinasi dengan lapisan berwarna ungu untuk talas ubi.   Atau bagian kue berwarna hijau pandan.  Masing-masing mewakili rasa varian Boston Brownie.

Mirip namanya yaitu "brownies" tekstur kue inipun padat walau tidak se-chewy brownies pada umumnya.  Rasa manis yang nonjok berasal dari bagian topping.  Yaitu kacang tanah cincang berkaramel di atas krim putih.



Boston Brownie, Brownies Kukus Ketan Hitam Talas dari Talubi Bika Bogor, oleh-olehnya Bogor
Brownies Kukus Ketan Hitam Talas varian Original

Buat saya; selain memberikan efek untuk co'el-co'el terus; ternyata berujung pada penilaian; "kok-enak?!"  😬

Untuk mengimbangi rasa manis Si Boston Brownies, menurut saya Brownies Kukus Ketan Hitam Talas dari Talubi Bika Bogor ini cocok jika dinikmati dengan teh tawar hangat atau minuman kekinian semacam lime-mint mojito seperti foto berikut.  Dengan kopi pahit panas?  Apalagi, pas banget!  Tapi ini selera lho, yaaa. 

Boston Brownie selain untuk konsumsi pribadi, pantas juga dijadikan sebagai oleh-oleh khas Kota Bogor.  Kemasannya yang menarik, terbuat dari kardus tebal jaminan tidak mudah rusak sampai tujuan.

Jadi penasaran, kreasi apalagi yang bakal dikeluarkan oleh Talubi Bika Bogor 😍


===


Available at
Jl. Padjajaran 20 M, Bogor
Jl. Sholeh Iskandar 18B, Bogor
Jl. Suryakencana no 278, Bogor
Jl. Raya Gadog sebelah Vimalla Hills Puncak Bogor



More info

Line: @bikabogor

Instagram: @bikabogor
Whatsapp: +628884829626



Share
Tweet
Pin
Share
24 comments
Hallow, Readers!

Apa kabar?

Setelah sebulan vakum, ini postingan pertama di bulan ke sepuluh di tahun ini.  Kali ini ingin berbagi mengenai pengalaman kesukaan memotret saya; yaitu How Taking Picture Through Glass.

Umumnya, memotret adalah mengabadikan objek langsung di depan kamera tanpa ada penghalang.  Lalu bagaimana jika target foto berada dibalik kaca?  Padahal kaca adalah medium yang permukannya akan memberikan dampak dua hal berikut; merefleksikan cahaya atau menghasilkan bayangan.  

Namun ternyata kaca, entah jendela toko dan jendela rumah, adalah benda yang sangat menarik. Sudah jelas bahwa kaca adalah medium yang memantulkan bagian dari cahaya sementara membiarkan sisanya bersinar; namun materi ini sering menjadi subjek fotografi. Refleksi cahaya dan refraksi menghasilkan kombinasi yang mengejutkan di luar dugaan. Bisa menjengkelkan namun di kali lain melahirkan gambar dengan efek misty atau bahkan foto yang berkesan misteri. Kali lain bisa menjadi sebuah foto dengan kesan yang romantis akibat titik-titik air hujan yang menempel di kaca jendela.



Almost perfect, isn't?  Titik-titik air hujan di atas permukaan kaca jendela seolah memberikan efek bokeh.
My daughter sitting inside the coffee shop while I took the picture from outside.
If only the yellow bulb was not there!

Eventually, taking photos through glass is about framing reflection and refraction.  Style yang dipakai nyaris di semua genre fotografi.

Konon ada tiga kategori yang menonjol dengan gaya memotret semacam ini; reportase, fashion dan portrait.  

Fotografer reportase memakai pantulan kaca jendela karena memungkinkan menampilkan dua narasi dalam satu frame.   Fotografer fashion juga menyukai gaya foto semacam ini.  Konsep yang kerap dipakai adalah foto wanita berpakaian elegan, duduk di kafe vintage adalah contoh yang klasik.  As a loving portrait style, yang saya sukai adalah kesempatan berada di bagian dalam melihat keluar, seperti saat mengamati pemandangan dari dalam kafe atau restoran.

Singkatnya tidak ada yang baru tentang mengambil foto melalui kaca. Many people does for many years already. What we need to bear in mind that taking pictures through glass essentially is taking two pictures in one. 😘

Demikian kira-kira rangkuman mengenai How Taking Picture Through Glass hasil browsing di internet.  Informasi yang saya ketahui belakangan; setelah sebelumnya beberapa kali "iseng" mencoba memotret dari balik kaca 😁

Mungkin bukan hal yang bisa dicontoh; idealnya baca teori dulu baru praktek.  Saya mengerjakannya terbalik; praktek dulu, teori kemudian 😋

Manfaatnya; saya malah jadi bisa menganalisa; langkah apa yang sudah saya lakukan dengan baik, dan apa yang masih perlu dibenahi.  After all, photography is about practising.  Yes?

So, here we go. 


Reversed (Gambar Terbalik)

What do you think of this?

Bayangan lampu yang "mengganggu" 😓

Reflection

Reflection atau pantulan kadang "menambah" image atau bayangan yang tak perlu bahkan rasanya sampai ingin dihilangkan.  Maksudnya, bayangan dapat mendramatisir foto, juga bisa membuat foto tampak "ancur" karena ada pantualn gambar yang "tidak semestinya". 😂 Seperti dua foto teratas berikut inil

Menurut saya, dua gambar berikut adalah kategori dengan bayangan yang "mengganggu".

Di sisi lain, pantulan memberikan efek hidup.  Bahwa obyek yang diabadikan tak sendiri, ada orang lain di sekitarnya.  

Pantulan pada foto seolah bercerita pada kita tentang pemandangan atau situasi dibalik jendela, tanpa kita harus berada di sana (2 scenes in one frame).



I wish there were no walking people over there so Messi won't have a 'human' on his face

Bayangan baju batik yang "distraction"
Candid this lovely couple



Aiming your focus

Hal yang mengasikkan memotret dari balik kaca adalah memilih fokus.  Kita punya opsi menetapkan Point Of Interest (POI).  Apakah bayangan sebagai background.  Ataukah objek di belakang kaca sebagai fokusnya.  It is your decision to make.

Saya punya kebiasaan membidik keduanya sebagai POI.  Untuk kemudian saya bandingkan hasilnya.  Gambar yang lebih "bercerita" biasanya yang saya pilih sebagai pemenangnya.  But remember, ini subjektif.  Lain  orang bisa jadi beda pendapat.  Tapi justru di situ letak tantangan berkreasi memotret dari balik kaca.  Be wild with your imagination.  Jangan membuat hal tersebut jadi kendala.  Yess? 😎

Gambar 'bocor'.  Baru sadar kalau ada yang lewat pake kaos merah lewat 😓


The paper tissue box was the target.

I wonder what it would be like if they color the brand image with blue or red?

Perfecto, no shadows, no lamps or bulbs.  No reflection either!
I was inside the room, took the chair at the terrace.
But something is missing.  A cup of coffee on the desk would be nice, don't you think?


Dari beberapa foto di atas, saya jadi belajar bagaimana memotret dari balik kaca yang sarat dengan refleksi.  Ditambah dengan mungut ilmu dari sana-sini, jadilah tips memotret dari balik kaca ini.

Sumber Cahaya

  • Sangat dianjurkan menggunakan natural light (sinar matahari).  Jangan memakai flash lamp.  
  • "Semburan" lampu flash hanya akan bikin "ancur" hasil foto 😎



Angle, sudut pengambilan gambar

  • Selektif memilih sudut pengambilan.  Mengingat kaca mempunyai kemampuan memantulkan, gambar yang akan diciptakan tidak hanya satu, melainkan dua (atau bahkan lebih).  Maka pilihlah dari sudut mana kita akan mengambil gambar.
  • Masih terkait poin di atas, semakin dekat jarak kita dengan objek foto, akan semakin baik.  Bahkan ada yang menempelkan lensanya ke permukaan kaca.  Upaya tersebut meminimalisir refraksi badan kita pada kaca yang mungkin akan mengganggu hasil foto.

Kondisi permukaan kaca

  • Pastikan permukaan kaca dalam keadaan bersih, tak ada noda.  Kecuali jika Anda ingin memanfaatkan sisa air hujan pada kaca jendela sebagai efek, misalnya.
  • Permukaan kaca dengan tulisan?  Manfaatkan sign yang tercetak pada kaca.  It could add a story to a picture, or tell where it was taken.

Focus

  • Kita dapat "bermain" dengan focus; obyek yang berada di balik kaca, bayangan yang jatuh pada kaca atau image lain yang sudah terbentuk pada permukaan kaca.  
  • Pendeknya, be creative.  Tidak ada salahnya untuk mencoba semua.  Try to be playfull.

Filter Polarizing

Jika ada kelebihana dana, mungkin bisa dipertimbangankan untuk membeli filter ini.  

Ada banyak filter dan si polarizing ini yang sering dipakai karena kegunaannya yang membantu mengurangi refleksi/bayangan, membantu menaikkan kontras gambar sekaligus memperkuas warna.  Investasi yang patut dipertimbangkan jika Reader memang punya niatan untuk serius menekuni (sering dapet orderan foto) motret dengan genre "bayang-bayang" ini.

Kalau buat saya, memiliki filter ini adalah upaya pamungkas.  Sebagai aksesoris tambahan, saat ini masih terasa sebagai hal yang tidak "urgent".  Toh, memotret dari balik kaca hanya saya lakukan sesekali, jika memang spot atau obyeknya saya anggap menarik untuk diabadikan.  Lagipulan lebih baik dananya dipakai untuk keperluan rumah tangga lainnya saja 😅#mamakpelit


Black Wardrobe

Upaya terakhir, pakai baju berwarna gelap saat kita memotret.  Hal itupun akan mengurangi pantulan kita pada obyek gambar.

Jadi sekarang paham 'kan,  mengapa tukang potret beserta crew yang sering kita jumpai di perhelatan pesta umumnya berkostum gelap a.k.a. hitam?



Owkey, next time if I took photos from the window, I will make sure doing what I've written above 😀.  Supaya bisa menghasilkan foto-foto seperti ini.  

Mau coba juga?



Image from Shutterstock.  I do not own these.

Share
Tweet
Pin
Share
36 comments
Newer Posts
Older Posts

Follow Me


          

recent posts

Popular Posts

  • 5 Mie Ayam Enak di Bogor
  • Serunya Wisata Satu Hari di Cirebon
  • Paralayang; Uji Nyali di Puncak Kebun Teh

Blog Archive

  • ►  2025 (1)
    • ►  June 2025 (1)
  • ►  2022 (2)
    • ►  June 2022 (2)
  • ►  2021 (12)
    • ►  August 2021 (1)
    • ►  July 2021 (3)
    • ►  June 2021 (2)
    • ►  May 2021 (1)
    • ►  February 2021 (1)
    • ►  January 2021 (4)
  • ►  2020 (7)
    • ►  December 2020 (2)
    • ►  October 2020 (1)
    • ►  April 2020 (2)
    • ►  March 2020 (1)
    • ►  January 2020 (1)
  • ►  2019 (17)
    • ►  November 2019 (1)
    • ►  October 2019 (2)
    • ►  September 2019 (1)
    • ►  July 2019 (1)
    • ►  May 2019 (2)
    • ►  March 2019 (5)
    • ►  February 2019 (1)
    • ►  January 2019 (4)
  • ▼  2018 (25)
    • ►  December 2018 (4)
    • ►  November 2018 (4)
    • ▼  October 2018 (3)
      • Bangkok Street Food; Eating Like a Local
      • Kreasi Baru Talubi Bika Bogor; Brownies Kukus Keta...
      • [FOTOGRAFI] Tips Memotret Dari Balik Kaca
    • ►  August 2018 (2)
    • ►  July 2018 (5)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  March 2018 (1)
    • ►  February 2018 (2)
    • ►  January 2018 (3)
  • ►  2017 (18)
    • ►  December 2017 (5)
    • ►  November 2017 (3)
    • ►  October 2017 (1)
    • ►  September 2017 (2)
    • ►  August 2017 (3)
    • ►  June 2017 (1)
    • ►  April 2017 (1)
    • ►  February 2017 (1)
    • ►  January 2017 (1)
  • ►  2016 (37)
    • ►  December 2016 (1)
    • ►  November 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  June 2016 (4)
    • ►  May 2016 (2)
    • ►  April 2016 (9)
    • ►  March 2016 (8)
    • ►  February 2016 (3)
    • ►  January 2016 (6)
  • ►  2015 (75)
    • ►  December 2015 (2)
    • ►  November 2015 (7)
    • ►  October 2015 (3)
    • ►  September 2015 (6)
    • ►  August 2015 (5)
    • ►  July 2015 (19)
    • ►  June 2015 (4)
    • ►  May 2015 (3)
    • ►  April 2015 (7)
    • ►  March 2015 (5)
    • ►  February 2015 (9)
    • ►  January 2015 (5)
  • ►  2014 (39)
    • ►  December 2014 (2)
    • ►  November 2014 (1)
    • ►  October 2014 (2)
    • ►  September 2014 (4)
    • ►  August 2014 (5)
    • ►  July 2014 (2)
    • ►  June 2014 (3)
    • ►  May 2014 (4)
    • ►  April 2014 (2)
    • ►  March 2014 (2)
    • ►  February 2014 (5)
    • ►  January 2014 (7)
  • ►  2013 (36)
    • ►  December 2013 (5)
    • ►  November 2013 (5)
    • ►  October 2013 (2)
    • ►  September 2013 (5)
    • ►  August 2013 (1)
    • ►  June 2013 (1)
    • ►  May 2013 (4)
    • ►  April 2013 (6)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (2)
    • ►  January 2013 (2)
  • ►  2012 (28)
    • ►  December 2012 (2)
    • ►  November 2012 (3)
    • ►  October 2012 (3)
    • ►  September 2012 (4)
    • ►  August 2012 (4)
    • ►  July 2012 (5)
    • ►  May 2012 (1)
    • ►  April 2012 (1)
    • ►  March 2012 (1)
    • ►  February 2012 (1)
    • ►  January 2012 (3)
  • ►  2011 (28)
    • ►  December 2011 (2)
    • ►  November 2011 (3)
    • ►  October 2011 (1)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  August 2011 (4)
    • ►  July 2011 (2)
    • ►  June 2011 (4)
    • ►  May 2011 (1)
    • ►  April 2011 (4)
    • ►  March 2011 (3)
    • ►  January 2011 (3)
  • ►  2010 (2)
    • ►  December 2010 (1)
    • ►  June 2010 (1)

Created with by BeautyTemplates